Pemerintah Diminta Intervensi Harga Pangan agar Wajar
Pemerintah diminta menciptakan kestabilan pasokan dan permintaan komoditas pangan agar harga pangan tidak terguncang. Dengan demikian, produsen hingga konsumen sama-sama diuntungkan.
Oleh
Benediktus Krisna Yogatama
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah didorong menciptakan harga tanaman pangan yang wajar di berbagai rantai pasokan, mulai dari hulu di tingkat petani, antara di tingkat peternak, hingga konsumen di hilir. Ketidakstabilan harga ini merugikan semua pihak.
Hal itu mengemuka dalam webinar ”Dialog Agribisnis Seri #6: Penetapan HET, HPP Harga Dasar yang Adil bagi Produsen dan Konsumen” yang diselenggarakan Masyarakat Agribisnis dan Agroindustri Indonesia, Rabu (6/10/2021). Hadir memberikan kata sambutan Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan Oke Nurwan dan Ketua Dewan Penasihat Masyarakat Agribisnis dan Agroindustri Industri Eko Sandjojo.
Eko Sandjojo mengatakan, persoalan fluktuasi harga pangan selalu saja menjadi masalah rutin tiap tahun yang merepotkan. Selalu terjadi ketidakseimbangan harga jual dari rantai pasok hulu, antara, dan hilir.
Seperti yang terjadi saat ini pada komoditas jagung. Harga jual jagung dengan kadar air 14 persen di tingkat petani atau industri hulu melambung tinggi di kisaran Rp 5.500 per kilogram-Rp 5.800 per kilogram, jauh di atas harga acuannya Rp 4.500 per kilogram. Harga acuan ini diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 7 Tahun 2020 tentang Harga Acuan Pembelian di Tingkat Petani dan Harga Acuan Penjualan di Tingkat Konsumen.
Eko menjelaskan, harga jagung yang melonjak itu memberatkan peternak ayam potong dan peternak telur di industri antara, yang membutuhkannya untuk pakan ternaknya. Sementara itu, harga jual telur dan ayam potong juga tidak bisa ditingkatkan karena daya beli masyarakat (konsumen) sedang merosot.
Persoalan fluktuasi harga pangan selalu saja menjadi masalah rutin tiap tahun yang merepotkan. Selalu terjadi ketidakseimbangan harga jual dari rantai pasok hulu, antara, dan hilir.
”Dengan kondisi seperti ini, semua pihak sebetulnya dirugikan. Meskipun harga tinggi, petani tidak bisa untung terlalu besar karena jumlah yang dibeli peternak terbatas yang disebabkan harga jagung mahal. Peternak pun keberatan karena harga. Sementara konsumen, apabila tidak pandemi, mungkin harga jual telur dan ayam bisa saja naik. Untuk negara, apabila tidak pandemi, ini bisa menyebabkan inflasi besar,” ujar Eko.
Maka dari itu, Eko meminta pemerintah membenahi tata kelola dan model bisnis dari industri pertanian dan peternakan agar bisa tercipta kestabilan pasokan dan permintaan yang berujung pada kestabilan harga. ”Komoditas, termasuk pangan ini, sangat bergantung pada pasokan dan permintaan. Ketidakseimbangan sedikit saja antara pasokan dan permintaan atau sebaliknya bisa dengan mudah membuat harga tidak stabil,” katanya.
Oke Nurwan menjelaskan, harga acuan yang ditetapkan pemerintah merupakan salah satu instrumen yang digunakan pemerintah untuk menjaga pergerakan harga, apakah sudah melewati batas atas atau bawah dari kewajaran. ”Ini juga merupakan instrumen pemerintah untuk menjaga harga agar tidak memberatkan di hulu, antara, dan hilir,” ujarnya.
Apabila harga wajar seperti yang sudah ditetapkan harga acuan itu terlampaui, seharusnya pemerintah melakukan intervensi dengan menambah pasokan komoditas tersebut ataupun membeli komoditas tersebut dengan harga eceran tertinggi (HET). Ini semata dilakukan untuk menjaga kestabilan harga komoditas tersebut.
Namun, lanjut Oke, ia mengakui baru komoditas beras yang memiliki perangkat intervensi yang lengkap. Sebab, pemerintah sudah menugaskan Perum Bulog untuk menjaga pasokan dan stabilitas harga beras. Sementara komoditas lainnya, seperti jagung, telur, dan ayam, belum ada memiliki instrumen intervensi seperti beras.
Apabila harga wajar seperti yang sudah ditetapkan harga acuan itu terlampaui, seharusnya pemerintah melakukan intervensi dengan menambah pasokan komoditas tersebut ataupun membeli komoditas tersebut dengan harga eceran tertinggi (HET).
”Misalkan seperti saat ini jagung naik, tapi pemerintah tidak menguasai cadangan jagung, ya jadi tidak bisa lakukan intervensi juga. Tidak seperti beras, di mana pemerintah menguasai cadangan saat sewaktu-waktu diperlukan intervensi,” ucap Oke.
Permintaan presiden
Di tempat terpisah, Presiden Joko Widodo meminta Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo meningkatkan produktivitas jagung nasional agar mencapai target yang dibutuhkan, bahkan melampauinya. Hal tersebut merupakan salah satu arahan yang disampaikan Presiden Joko Widodo saat memimpin rapat yang membahas topik ”Penguatan Ekosistem Pangan” di Istana Merdeka, Rabu (6/10/2021).
”Yang tahap pertama itu terkait dengan budidaya. Bagaimana produktivitas jagung terus meningkat dan produksi nasionalnya sesuai dengan target yang dibutuhkan, bahkan melampaui target yang ada,” ujar Menteri Pertanian Syahrul dalam keterangannya seusai rapat.
Selain itu, Presiden Joko Widodo juga memerintahkan Menteri Pertanian menyiapkan pengelolaan, mulai dari pemetikan hingga pengolahan pascapanen. Menteri Pertanian juga diminta menyiapkan pasar bagi komoditas jagung. Presiden berharap jika produksi jagung nasional sudah bisa memenuhi kebutuhan di dalam negeri, kelebihan hasil produksi tersebut bisa diekspor.
”Perintah tersebut konkret kepada kami sebagai Menteri Pertanian dan menteri lain agar pengembangan jagung dikembangkan lebih luas lagi,” ujar Syahrul.
Pada kesempatan tersebut, Presiden juga meminta Menteri Pertanian secara bertahap memanfaatkan lahan-lahan pertanian yang masih banyak terdapat di Papua Barat. Seperti diketahui, di Papua Barat dari 11.000 hektar lahan jagung yang ada baru 33 persen yang dimanfaatkan dengan baik.
Mentan juga menegaskan bahwa pihaknya tengah melatih sekitar 800 petani milenial di Papua Barat dari target 2.000 petani milenial. Nantinya, para petani milenial tersebut juga akan dibekali dengan pendampingan. ”Ini terus berkejaran, tidak hanya pelatihan, sesudah dilatih dia punya program dan dia menggunakan kredit usaha rakyat untuk kemudian kita lakukan asistensi sampai pada tahap-tahap yang dibutuhkan,” ucapnya.
Presiden Joko Widodo mengawali kunjungan kerja di Provinsi Papua Barat, dengan menanam benih jagung di Kabupaten Sorong, pada Senin (4/10/2021).