Pemerintah Mulai Bereskan Sengkarut Pelabuhan Batam
Pemerintah mulai menyederhanakan sistem perizinan untuk membereskan sengkarut Pelabuhan Batu Ampar, Batam. Perbaikan serupa diharapkan terus berjalan untuk mendorong kebangkitan industri maritim setempat.
Oleh
PANDU WIYOGA
·3 menit baca
BATAM, KOMPAS — Pemerintah secara bertahap mulai membereskan sengkarut Pelabuhan Batu Ampar, Batam, Kepulauan Riau. Langkah awal dimulai dengan menyederhanakan sistem perizinan bidang pelabuhan di bawah satu payung Badan Pengusahaan Batam. Pengusaha berharap pemerintah terus melakukan perbaikan serupa untuk mendorong kebangkitan industri maritim di Batam.
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 41 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (KPBPB) memberikan kewenangan lebih luas kepada Badan Pengusahaan (BP) Batam dalam hal perizinan di bidang pelabuhan. Hal itu dimanfaatkan BP Batam untuk membuat aplikasi pelayanan izin kepelabuhanan berbasis elektronik yang dinamai Indonesia Batam Online Single Submission (IBOSS).
Ketua Aliansi Gerakan Kebangkitan Industri Maritim Batam (AGKIMB) Osman Hasyim, Kamis (23/9/2021), mengatakan, sebelumnya proses perizinan di pelabuhan bisa memakan waktu hingga berbulan-bulan. Namun, kini perizinan di pelabuhan dapat selesai dalam hitungan jam berkat penyatuan wewenang di BP Batam.
”Kami mengapresiasi BP Batam yang sekarang lebih responsif menanggapi usulan pengusaha. Kami berharap perbaikan di bidang pelabuhan ini dapat mendorong pertumbuhan industri maritim di Batam,” kata Osman.
Setiap tahun lebih dari 100.000 kapal kargo melintas di perairan itu. Sayangnya, hanya sekitar 4.300 kapal yang mau labuh jangkar di perairan Batam. Sisanya memilih merapat di Pelabuhan Jurong, Singapura, ataupun Pelabuhan Klang, Malaysia.
Kunjungan kapal niaga di Batam pernah mencapai puncaknya pada 2016, yakni 51.576 kunjungan. Namun, sejak 2017, jumlah kunjungan kapal merosot menjadi rata-rata 4.000 kunjungan per tahun.
Jumlah pekerja galangan kapal di Batam juga terus merosot. Dari sekitar 350.000 pekerja pada 2012, kini tersisa sekitar 15.000 orang. Dari 115 perusahaan galangan kapal, diperkirakan kini hanya 30 persen yang bertahan.
Kapal-kapal di Selat Malaka enggan merapat ke Batam karena biaya perbaikan kapal di Batam terlampau mahal, efek dari rumitnya perizinan dan banyaknya jenis pajak yang harus dibayarkan perusahaan galangan. Belum lagi terlalu banyak otoritas di laut yang merasa berwenang memeriksa setiap kapal yang datang.
”Padahal, pemasukan dari satu kapal yang berkunjung bisa sampai Rp 1 miliar, terlepas dari apakah kapal itu butuh bongkar muat atau hanya labuh jangkar. Bila peluang ini digarap secara serius, paling sedikit Batam bisa mengeruk penerimaan negara bukan pajak (PNBP) sebesar Rp 1 triliun per tahun,” ujar Osman.
Masalah lain di Pelabuhan Batam yang sudah puluhan tahun dialami pengusaha adalah tingginya biaya ekspor. Pengiriman peti kemas ukuran 20 twenty foot equivalent units (TEUs) dari Batam ke Hong Kong, selama tiga hari, biayanya sampai 800 dollar AS (Rp 11,68 juta). Adapun biaya pengiriman dari Tanjung Priok, Jakarta, ke Hong Kong, yang membutuhkan waktu tujuh hari hanya 450 dollar AS (Rp 6,57 juta).
Menurut Osman, biaya pengiriman kontainer melalui Pelabuhan Batu Ampar menjadi sangat mahal karena peti kemas yang dikirim dari Batam harus transit di Singapura sebelum dibawa ke negara tujuan. Masalah ini sudah diketahui pemerintah sejak 47 tahun lalu, tetapi tidak kunjung dapat diselesaikan.
Masalah ini sudah diketahui pemerintah sejak 47 tahun lalu, tetapi tidak kunjung dapat diselesaikan. (Osman Hasyim)
”Cara mengatasinya mau tidak mau infrastruktur Batu Ampar harus ditingkatkan agar mampu menampung kapal berukuran besar. Dengan begitu, pengiriman peti kemas dari Batam tidak perlu lagi harus transit di Singapura,” ucap Osman.
Melalui pernyataan tertulis, Kepala BP Batam Muhammad Rudi mengatakan, pemerintah telah memahami potensi pendapatan dari lalu lintas kapal di Selat Malaka yang merupakan salah satu jalur niaga tersibuk di dunia itu. Pemerintah juga merasa mampu mewujudkan cita-cita Batam menjadi pusat bongkar muat alih kapal.
Ia menyatakan, Pelabuhan Batu Ampar akan ditingkatkan fasilitasnya dalam waktu dua hingga tiga tahun ke depan. ”Saat ini, kondisi dermaganya saja sudah membuat pesimistis. Namun, pemerintah akan segera memperbaiki hal itu,” katanya.