Tonggak Awal Pemangkasan Biaya Logistik di Pelabuhan
Perbaikan infrastruktur terus digenjot untuk mengungkit pertumbuhan ekonomi nasional ataupun daerah. Tak hanya infrastruktur pelabuhan, bandara daerah terpencil juga dibangun.
Oleh
PANDU WIYOGA/FX LAKSANA AGUNG SAPUTRA/RENY SRI AYU
·3 menit baca
BATAM, KOMPAS — Upaya memangkas biaya logistik di pelabuhan dengan sistem digital terpadu resmi diterapkan pada Batam Logistic Ecosystem atau BLE. Sistem di Pelabuhan Batu Ampar, Batam, Kepulauan Riau, itu akan diadopsi di pelabuhan lain. Upaya ini ditargetkan dapat meningkatkan daya saing, menarik investasi, dan mendorong pertumbuhan ekonomi.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan dalam peresmian BLE di Batam, Kamis (18/3/2021), mengatakan, biaya logistik di Indonesia mencapai 23,5 persen dari total produk domestik bruto (PDB). Biaya itu jauh lebih tinggi daripada biaya logistik di negara Asia Tenggara lain, misalnya Malaysia yang hanya 13 persen dari total PDB. Akibatnya, Indonesia kurang menarik di mata investor.
Proyek BLE merupakan proyek percontohan dari National Logistic Ecosystem (NLE). Proyek itu merupakan kolaborasi digital yang mengintegrasikan sistem perizinan ekspor-impor yang dikelola 15 kementerian dan lembaga sekaligus mengintegrasikan layanan logistik dari hulu ke hilir.
Selain di Pelabuhan Batam, NLE juga akan diterapkan di Pelabuhan Belawan, Medan; Tanjung Priok, Jakarta; Patimban, Subang; Tanjung Emas, Semarang; Tanjung Perak, Surabaya; dan Makassar. Dengan sistem NLE, pemerintah optimistis biaya logistik di Indonesia bisa turun menjadi kurang dari 15 persen dari total PDB 2024.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, Batam menjadi proyek percontohan karena letaknya strategis di Selat Singapura, salah satu jalur perdagangan tersibuk di dunia. Namun, sejak 2015, pertumbuhan ekonomi Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam justru selalu ada di bawah pertumbuhan ekonomi nasional.
”Untuk bisa menarik investasi perlu perbaikan pelayanan dan prosedur birokrasi, termasuk ekosistem logistik,” ujarnya.
NLE dirancang untuk mewujudkan transaksi yang bersih dan transparan. Semua pihak yang berkepentingan dapat memantau proses penyelesaian dokumen pengangkutan, pemeriksaan bea dan cukai serta karantina, perizinan, penyelesaian dokumen pengeluaran, pencarian alat angkut, hingga pencarian gudang dalam satu platform digital yang terintegrasi.
”Saya berharap semua aparat penegak hukum bisa memahami keseluruhan ekosistem ini sehingga tidak merancukan antara yang legal dan ilegal serta kemudian malah menyebabkan yang legal menjadi tak mudah, sedangkan yang ilegal tidak bisa ditangani,” ujar Sri Mulyani.
Peluncuran itu turut dihadiri Menko Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD serta Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi. Kehadiran mereka wujud komitmen untuk menyelesaikan isu-isu krusial yang selama ini dinilai menghambat pertumbuhan ekonomi Batam, termasuk soal maraknya penyelundupan.
Saya berharap semua aparat penegak hukum bisa memahami keseluruhan ekosistem ini sehingga tidak merancukan antara yang legal dan ilegal serta kemudian malah menyebabkan yang legal menjadi tak mudah, sedangkan yang ilegal tidak bisa ditangani. (Sri Mulyani)
Peresmian bandara
Pembenahan infrastruktur bandara di daerah terpencil tak luput dari perhatian. Kemarin, Presiden Joko Widodo meresmikan pengoperasian Bandara Toraja di Kabupaten Tana Toraja, Sulawesi Selatan, serta Bandara Pantar di Kabupaten Alor, Nusa Tenggara Timur.
Peresmian dilakukan di Terminal Penumpang Bandara Toraja. Turut mendampingi Presiden, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, Menteri Sekretaris Negara Pratikno, dan pejabat daerah setempat.
Presiden berharap keberadaan Bandara Toraja membuat konektivitas di Sulawesi dan luar daerah makin baik. Dengan demikian, pariwisata di Toraja, yang selama ini dikenal ”Negeri di Atas Angin”, berkembang.
Untuk Bandara Pantar di Alor, Presiden berharap keberadaannya melengkapi sekaligus menjadi alternatif dari jalur laut yang selama ini banyak digunakan masyarakat.
”Semoga dua bandara ini bisa dimanfaatkan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah, menciptakan lebih banyak lagi lapangan kerja, serta memicu dan menghidupkan sentra-sentra pertumbuhan ekonomi baru,” kata Presiden.
Pembangunan Bandara Toraja menelan anggaran Rp 839 miliar. Adapun Bandara Pantar dibangun dengan biaya Rp 103 miliar.