Efektivitas Program dan Anggaran, Isu Utama Pemberdayaan untuk Turunkan Kemiskinan
”Dengan besarnya anggaran, isu utamanya bukan soal ketersediaan anggaran, tetapi bagaimana memastikan program atau anggaran efektif dalam mengurangi kemiskinan, termasuk kemiskinan ekstrem,” kata Wapres Ma’ruf Amin.
Oleh
Cyprianus Anto Saptowalyono
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Wakil Presiden Ma’ruf Amin menuturkan, isu utama pemberdayaan masyarakat terkait upaya penurunan kemiskinan bukanlah soal ketersediaan anggaran. Hal yang dinilai menjadi isu utama ialah efektivitas program dan anggaran dalam mengurangi kemiskinan, termasuk kemiskinan ekstrem.
Sekretariat Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) mengidentifikasi anggaran keseluruhan untuk program atau kegiatan pemberdayaan yang ditujukan untuk mengurangi kemiskinan, termasuk kemiskinan ekstrem, pada tahun 2021 mencapai Rp 170 triliun. Angka ini termasuk program pemberdayaan dalam rangka membantu UMKM (usaha mikro, kecil, dan menengah), pelatihan dan vokasi, serta padat karya sekitar Rp 96,98 triliun.
Hal ini belum termasuk anggaran program pengurangan beban pengeluaran untuk pengurangan kemiskinan dan kemiskinan ekstrem melalui bantuan sosial (bansos) dan subsidi yang mencapai Rp 272,12 triliun dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun 2021.
”Dengan besarnya anggaran tersebut, maka isu utamanya bukan soal ketersediaan anggaran, melainkan bagaimana memastikan program atau anggaran dapat efektif dalam mengurangi kemiskinan, termasuk kemiskinan ekstrem,” kata Wakil Presiden Ma’ruf Amin di Istana Wakil Presiden di Jakarta, Rabu (15/9/2021).
Wapres Amin mengatakan hal tersebut saat memimpin rapat terbatas dengan para menteri terkait pemberdayaan UMKM, pelatihan vokasi, dan padat karya dalam rangka memfokuskan program-program penurunan kemiskinan ekstrem di 35 kabupaten pada tujuh provinsi yang merupakan wilayah prioritas 2021.
Isu utamanya bukan soal ketersediaan anggaran, melainkan bagaimana memastikan program atau anggaran dapat efektif dalam mengurangi kemiskinan, termasuk kemiskinan ekstrem.
Para menteri yang hadir pada rapat tersebut di antaranya Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono, serta Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya.
Selain itu, hadir pula Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono; Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Abdul Halim Iskandar; serta Wakil Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Angela Tanoesoedibjo.
Sesuai arahan Presiden Joko Widodo, pada tahun 2021 ada tujuh provinsi yang menjadi wilayah prioritas, yakni Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Nusa Tenggara Timur, Maluku, Papua Barat, dan Papua. Dari setiap provinsi dipilih lima kabupaten sehingga total ada 35 kabupaten yang mewakili 20 persen atau 2,1 juta jiwa dari total 10,4 juta jiwa penduduk miskin ekstrem secara nasional.
Pada kesempatan tersebut, Wapres Amin meminta jajaran terkait dapat memperhatikan dua hal. Pertama, program diarahkan pada kabupaten prioritas pengurangan kemiskinan ekstrem. Kedua, meningkatkan kualitas implementasi program.
”Saya menyadari, anggaran untuk pelaksanaan program tahun anggaran 2021 tersebut telah dialokasikan. Tapi, saya mohon agar tetap dapat diusahakan untuk diarahkan pada 35 kabupaten prioritas pada tahun 2021 karena ini sudah menjadi arahan Presiden. Selanjutnya, untuk tahun 2022, sejak awal diarahkan untuk 212 kabupaten/kota prioritas,” kata Wapres Amin.
Semangat kolaborasi
Wapres Amin juga meminta para menteri yang hadir untuk berkolaborasi dan berkoordinasi sesuai bidang masing-masing guna memastikan ketercapaian program-program yang telah dirancang. Semua pihak diharapkan bekerja keras untuk memastikan target pengurangan kemiskinan ekstrem dapat terpenuhi.
Pada kesempatan tersebut, Wapres Amin didampingi Kepala Sekretariat Wapres Mohamad Oemar, Deputi Bidang Dukungan Kebijakan Ekonomi dan Peningkatan Daya Saing Sekretariat Wapres Ahmad Erani Yustika, Deputi Bidang Dukungan Kebijakan Pembangunan Manusia dan Pemerataan Pembangunan Sekretariat Wapres Suprayoga Hadi, Staf Khusus Wapres Bambang Widianto, dan Juru Bicara Wapres Masduki Baidlowi.
Sementara itu, rilis Biro Komunikasi Publik Kementerian PUPR, Selasa (14/9/2021), menyebutkan, Kementerian PUPR melalui Direktorat Jenderal Perumahan telah menggulirkan program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) atau dikenal dengan Bedah Rumah untuk mendukung pemulihan ekonomi di Papua Barat. Program BSPS pada tahun 2021 disalurkan, antara lain, ke Kabupaten Teluk Wondama.
Program BSPS tersebut diharapkan dapat membantu masyarakat agar dapat tinggal di hunian layak huni dan sehat agar terhindar dari berbagai penyakit, termasuk Covid-19. Program ini merupakan bentuk perhatian pemerintah bagi masyarakat yang membutuhkan rumah dan sekaligus mengurangi angka pengangguran di daerah-daerah. ”Tentunya kami berharap dapat meningkatkan kualitas hidup para penerima bantuan dengan memiliki rumah yang lebih layak, sehat, dan nyaman,” kata Menteri PUPR Basuki Hadimuljono.
Direktur Jenderal Perumahan Kementerian PUPR Khalawi Abdul Hamid menuturkan, program BSPS merupakan stimulan yang diberikan kepada masyarakat agar mau membangun rumahnya secara swadaya dan mendorong semangat gotong royong dalam kehidupan bermasyarakat. Pemerintah daerah sebisa mungkin juga dapat mendukung dengan mereplikasi program serupa dan menyusun data kebutuhan rumah masyarakatnya dengan baik.
Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya atau Bedah Rumah diharapkan dapat meningkatkan kualitas hidup para penerima bantuan dengan memiliki rumah yang lebih layak, sehat, dan nyaman.
”Jumlah bantuan stimulan yang kami salurkan memang tidak terlalu besar, tapi bisa mendorong semangat masyarakat untuk berswadaya membangun rumahnya. Kita juga harus bergotong royong dan saling membantu antarmasyarakat sehingga daerahnya bebas dari RTLH (rumah tidak layak huni),” kata Khalawi.