Konsumen Layanan Digital di Indonesia Tumbuh Pesat
Indonesia terus menikmati tingkat pertumbuhan tertinggi di Asia Tenggara dengan populasi konsumen digitalnya diperkirakan tumbuh dari 144 juta pada 2020 menjadi 165 juta pada 2021.
Oleh
Mediana
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Wilayah Asia Tenggara, yang dipimpin Indonesia, menambahkan 70 juta konsumen baru layanan digital sejak awal pandemi Covid-19. Layanan itu mulai dari perdagangan secara elektronik, penggunaan media sosial, layanan kesehatan, hingga pembayaran digital.
Mengutip Bloomberg, Selasa (31/8/2021), laporan riset Southeast Asia, The Home for Digital Transformation, yang disusun Bain & Company dan didukung penuh Facebook Inc menyurvei lebih dari 16.000 orang di Singapura, Malaysia, Filipina, Indonesia, Thailand, dan Vietnam. Survei dilakukan secara daring pada Juni 2021. Penelitian menemukan kecepatan adopsi digital selama pandemi.
Dalam penelitian itu disebutkan bahwa ada lima alasan perpindahan pengeluaran ke layanan digital, yaitu pembatasan aktivitas karena pandemi, efisiensi waktu, diskon dan promosi, kemudahan membandingkan harga, serta penggunaan yang bisa kapan saja.
Indonesia terus menikmati tingkat pertumbuhan tertinggi di Asia Tenggara dengan populasi konsumen digitalnya diperkirakan tumbuh dari 144 juta pada 2020 menjadi 165 juta pada 2021. Pertumbuhan itu setara hampir 15 persen. Semua negara yang tercakup dalam laporan ini juga menikmati pertumbuhan yang kuat, yaitu secara berurutan dari Vietnam (pertumbuhan 8 persen), Malaysia (5 persen), Filipina (5 persen), Singapura (5 persen), dan Thailand (2 persen).
Indonesia terus menikmati tingkat pertumbuhan tertinggi di Asia Tenggara dengan populasi konsumen digitalnya diperkirakan tumbuh dari 144 juta pada 2020 menjadi 165 juta pada 2021.
Dari sisi sektor ritel daring, misalnya, riset tersebut menunjukkan terjadi lonjakan kontribusi ritel daring ke keseluruhan ritel dari 5 persen pada 2020 menjadi 9 persen di 2021. Keberadaan siaran video yang menginformasikan penawaran barang secara daring berperan penting meningkatkan belanja konsumen sampai tiga kali lipat. Sebanyak 22 persen responden yang disurvei menyebut keberadaan video seperti itu telah menjadi saluran teratas untuk menemukan barang yang diminati.
Penelitian itu juga mengungkapkan bahwa bisnis bahan makanan secara daring, selama pandemi Covid-19, tumbuh paling cepat. Mayoritas konsumen yang disurvei berencana mempertahankan kebiasaan ini ataupun meningkatkan pengeluaran berbelanja daring di kategori bahan makanan. Sebanyak 79 persen responden pertama kali memakai layanan kesehatan daring, seperti pengobatan jarak jauh atau telemedicine, pertama kali sejak pandemi Covid-19.
Konsumsi layanan digital seperti yang diungkap dalam penelitian memengaruhi perkembangan perusahaan rintisan bidang teknologi beserta kucuran investasi yang mereka terima. Vice President of Southeast Asia and Emerging Market di Facebook Inc Benjamin Joe menilai, kondisi Asia Tenggara tiga tahun lalu sangat berbeda dengan temuan di laporan studi Bain & Company yang didukung oleh Facebook Inc.
Penelitian itu juga mengungkapkan bahwa bisnis bahan makanan secara daring, selama pandemi Covid-19, tumbuh paling cepat.
Direktur Center of Economics and Law Studies Bhima Yudhistira saat dihubungi, Minggu (5/9/2021), di Jakarta, berpendapat, peningkatan aktivitas layanan daring dinikmati warga kelas menengah ke atas, baik sebagai konsumen maupun produsen. Sementara kelompok menengah ke bawah tetap memakai cara luring.
”Tren perubahan itu hanya dialami warga kelas menengah ke atas. Realitasnya, (kelas menengah ke bawah) membeli bahan pangan sehari-hari di pasar tradisional atau warung kelontong karena lebih hemat dari sisi biaya,” kata Bhima.
Dalam laporan Bank Dunia disebutkan bahwa hanya 3 persen warga Indonesia yang menggunakan internet untuk aktivitas jual beli. Bisa dikatakan bahwa warga yang mempunyai akses internet dan kemampuan ekonomi yang lebih bagus yang akan menggunakan layanan digital secara permanen di masa mendatang.
Chief Product Officer Halodoc Alfonsius Timboel mengatakan, pandemi mendorong percepatan adopsi layanan telemedicine. Beberapa pemain baru di layanan ini juga terus bermunculan. Persoalan yang ingin diatasi ialah ketimpangan jumlah fasilitas kesehatan dengan populasi warga. Di sisi lain, akses internet dan penetrasi gawai juga belum merata di suatu wilayah.