Indonesia memiliki target produksi gas bumi sebanyak 12 miliar standar kaki kubik per hari pada 2030. Namun, masih ada masalah serapan gas domestik lantaran minimnya infrastruktur gas.
Oleh
Mediana
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Serapan gas di dalam negeri dikhawatirkan rendah kendati pemerintah mematok target produksi gas bumi 12 miliar kaki kubik per hari (BSCFD) pada 2030. Padahal, sepanjang 2020 lalu, dari produksi 5,3 BSCFD, serapan gas di dalam negeri baru 3,8 BSCFD.
Anggota Dewan Energi Nasional (DEN), Satya Widya Yudha, dalam diskusi daring ”Towards 12 BSCFD: Unlocking the Gas Market”, menyampaikan, investor dan produsen gas memerlukan dukungan, antara lain kepastian permintaan, terutama dari sektor pembangkit listrik; industri, dan transportasi. Bentuk dukungan lainnya adalah harga gas yang telah memperhitungkan keekonomian dan ketersediaan infrastruktur.
”Sisi permintaan gas domestik dipengaruhi sejumlah faktor penentu pertumbuhan perekonomian, seperti penanganan pandemi Covid-19,” ujar Satya, Kamis (2/9/2021) di Jakarta.
Sebelum terjadi pandemi, Indonesia menargetkan pertumbuhan ekonomi 5,7 persen per tahun agar bisa menjadi negara maju pada 2036. Namun, pandemi Covid-19 mengubah segala asumsi dan target pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Kondisi tersebut secara langsung berpengaruh terhadap neraca pasokan dan permintaan energi di Indonesia.
Perubahan asumsi pertumbuhan ekonomi akibat pandemi semestinya menjadi dasar pertimbangan perlunya penyesuaian Kebijakan Energi Nasional dan Rencana Umum Energi Nasional agar lebih adaptif.
Perubahan asumsi pertumbuhan ekonomi akibat pandemi semestinya menjadi dasar pertimbangan perlunya penyesuaian Kebijakan Energi Nasional (KEN) dan Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) agar lebih adaptif. Selain itu, wacana transisi energi dari fosil ke energi terbarukan juga patut menjadi pertimbangan dalam penyesuaian.
Sementara itu, Direktur Perencanaan Korporat PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) Evy Haryadi menyampaikan, dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2021-2030, permintaan gas untuk pembangkit listrik diproyeksikan meningkat dari 364 triliun british thermal unit (TBTU) pada 2021 menjadi 547 TBTU pada 2030. ”Terkait rencana perubahan RUEN tentunya akan menjadi pertimbangan dalam penyusunan RUPTL,” ucapnya.
Infrastruktur gas
Wakil Ketua Forum Industri Pengguna Gas Bumi (FIPGB) Achmad Widjaja mengatakan, sektor industri memiliki permintaan gas yang besar, hanya saja yang menjadi persoalan ialah infrastruktur gas belum sepenuhnya tersambung ke industri. Dia mengibaratkan infrastruktur pipa yang ada sekarang seperti jalan-jalan utama di ibu kota Jakarta, tetapi subinfrastruktur pipa ke jalan-jalan lebih kecil belum ada.
Selain itu, belum semua pelaku industri dalam tujuh sektor industri yang mendapatkan harga gas 6 dollar AS per juta british thermal unit (MMBTU) mendapatkan harga gas yang sama. Harga tersebut merupakna kebijakan pemerintah untuk menggairahkan industri pengguna gas dalam negeri. Ketujuh industri tersebut adalah pupuk, petrokimia, oleokimia, baja, keramik, kaca, dan sarung tangan karet.
Sektor industri memiliki permintaan gas yang besar, hanya saja yang menjadi persoalan ialah infrastruktur gas belum sepenuhnya tersambung ke industri.
Terkait insentif harga gas, Direktur Eksekutif Asosiasi Perminyakan Indonesia (IPA) Marjolijn Wajong menilai harga khusus 6 dollar AS per MMBTU mengandung subsidi pemerintah agar investor hulu migas tidak menurunkan investasinya di Indonesia. Dia berharap, ke depan, subsidi pemerintah memperhitungkan keekonomian proyek.
”Kita sekarang menuju target produksi gas dalam negeri 12 BSCFD yang tentunya akan berasal dari lapangan-lapangan gas yang sudah ada ataupun hasil eksplorasi baru. Kami berharap, apabila suatu daerah punya kecenderungan potensi gas bumi, seharusnya sudah disiapkan infrastruktur distribusi dan calon pasarnya,” ujarnya.