Mobilitas Makin Longgar, Konsumsi Masyarakat Meningkat
Belanja masyarakat meningkat seiring relaksasi pembatasan kegiatan masyarakat. Menurut riset Mandiri Institute, indeks belanja masyarakat naik dari 73,3 pada 1 Agustus menjadi 79,7 per 15 Agustus 2021.
Oleh
Dimas Waraditya Nugraha
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Konsumsi kelompok masyarakat ekonomi menengah, penopang utama konsumsi rumah tangga nasional, meningkat seiring pelonggaran kebijakan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat atau PPKM. Namun, upaya ekstra diperlukan untuk mempertahankan sentimen positif yang mendorong konsumsi masyarakat.
Riset Mandiri Institute mencatat, indeks nilai belanja masyarakat sebagaimana terekam dalam data Mandiri Spending Index (MSI) menurun ke level 73,3 pada 1 Agustus 2021. Namun, seiring pelonggaran PPKM, indeks belanja masyarakat meningkat ke level 79,7 pada 15 Agustus 2021.
Ekonom senior Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Yusuf Rendy Manilet, menilai konsumsi kelas menengah-atas akan sangat memengaruhi dinamika pertumbuhan ekonomi triwulan III dan IV tahun 2021. ”Untuk menstimulasi konsumsi kelas menengah-atas, cukup rumit karena faktornya kompleks, tidak sesederhana kelas bawah yang mungkin dengan bantuan sosial,” ujar Yusuf saat dihubungi, Selasa (31/8/2021).
Khusus untuk mendorong konsumsi rumah tangga masyarakat kelas menengah ke atas, lanjutnya, terdapat tiga faktor yang akan memengaruhinya, yakni meliputi implementasi PPKM darurat, penyaluran bantuan pemerintah, serta perkembangan angka penularan kasus Covid-19 dan vaksinasi.
Ia memprediksi pertumbuhan ekonomi sepanjang 2021 berada di kisaran 2,5 persen hingga 3,5 persen. Sementara pertumbuhan ekonomi triwulan III-2021 diproyeksikan antara 3 persen dan 4,5 persen. Menurut dia, pertumbuhan ekonomi sepanjang 2021 ini akan bertumpu pada konsumsi rumah tangga dan investasi.
”Konsumsi kelas menengah-atas, antara lain, dipengaruhi oleh tren kasus (Covid-19) yang mereda dan vaksinasi meningkat. Ketika sentimen bagus, mereka akan lebih leluasa melakukan konsumsi,” kata Yusuf.
Head of Mandiri Institute Teguh Yudo Wicaksono dalam publikasi hasil kajiannya mengatakan, belanja kelompok masyarakat menengah mengalami kenaikan drastis. Hingga 15 Agustus 2021, indeks belanja kelompok menengah mencapai angka 110,5 persen.
Mandiri Institute mengklasifikasikan kelompok masyarakat menengah sebagai masyarakat yang memiliki penghasilan Rp 8,4 juta rupiah per bulan. Dengan indeks yang mencapai level 110,5 persen, belanja masyarakat kelompok menengah sudah berada di tingkat sebelum pandemi Covid-19 atau sebelum Januari 2020.
Menurut Teguh, pemulihan belanja terjadi di setiap lapisan kelompok masyarakat. Di tiga kelompok masyarakat yang dibagi berdasarkan penghasilan, yakni kategori bawah, menengah, dan atas, semuanya menunjukkan kenaikan dalam belanja.
”Sementara itu, (belanja) kelompok bawah juga mengalami kenaikan. Selain pelonggaran mobilitas, dukungan pemerintah terhadap kelompok ini, yakni dalam bentuk perlindungan sosial, juga berdampak positif,” ujarnya.
Kenaikan tingkat belanja masyarakat ini, menurut Mandiri Institute, terjadi di Pulau Jawa. Hal ini menunjukkan pemulihan yang cepat seiring dengan diturunkannya tingkat PPKM di banyak provinsi di Pulau Jawa. Faktor lain yang mendorong kenaikan belanja di Jawa, kata Teguh adalah penurunan kasus positif Covid- 19.
Indeks nilai belanja di Jawa pada 15 Agustus berada di level 73,4 atau naik dari 63,8 pada 1 Agustus 2021. Sementara itu, indeks belanja di luar Pulau Jawa menunjukkan tren menurun meskipun secara total masih berada di level tinggi. Hingga 15 Agustus 2021, indeks belanja di luar Pulau Jawa berada di tingkat 86,4.
Dalam rangka meningkatkan konsumsi masyarakat, terutama kelas menengah ke atas, pemerintah dinilai perlu mengeluarkan sejumlah insentif alias diskon, terutama untuk sektor otomotif dan properti.
Di sektor otomotif, pemerintah membebaskan tarif Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) atau diskon 100 persen hingga Agustus 2021 untuk pembelian mobil baru 1.500 cc. Begitu juga untuk sektor properti, ada pembebasan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) hingga akhir tahun 2021 untuk pembelian rumah maksimal seharga Rp 2 miliar per unit.
Kebijakan itu dinilai berhasil mendobrak penjualan kendaraan bermotor dan rumah pada triwulan II-2021. Namun, lonjakan kasus penularan Covid-19 akibat varian Delta yang menurunkan konsumsi dan daya beli membuat publik mempertanyakan apakah kebijakan insentif akan berlanjut tahun depan.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati masih enggan membocorkan rencana insentif tahun depan untuk sektor apa saja. ”Untuk insentif pajak mobil dan properti, kita selesaikan 2021 saja dululah, ya. Kita lihat momentum pemulihannya,” ujarnya dalam konferensi pers APBN Kita Agustus 2021.
Sri Mulyani memberikan sinyal, jika nanti momentum pemulihan ekonomi serta kondisi industrinya membaik, insentif kemungkinan besar justru akan dicabut. Apabila kondisi ekonomi masyarakat semakin baik, seluruh insentif bahkan akan dihilangkan secara bertahap.