Upaya mewujudkan perikanan terukur untuk menopang praktik perikanan berkelanjutan masih terganjal masalah data. Ambisi menggenjot produksi dan penerimaan negara perlu dibarengi dengan tata kelola berbasis data akurat.
Oleh
BM Lukita Grahadyarini
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pengelolaan perikanan tangkap berkelanjutan masih menghadapi tantangan tekanan stok sumber daya ikan. Target pemerintah menggenjot penerimaan negara dari perikanan tangkap perlu ditunjang penangkapan ikan terukur yang berbasis data. Namun, akurasi data masih menjadi tantangan.
Kementerian Kelautan dan Perikanan telah menggulirkan tiga program terobosan untuk periode 2021-2024, antara lain peningkatan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) perikanan tangkap untuk meningkatkan ekspor yang didukung riset kelautan dan perikanan, serta pembangunan kampung-kampung perikanan budidaya tawar, air laut, dan air payau berbasis kearifan lokal.
Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono menyatakan, produksi sektor perikanan laut Indonesia mencapai Rp 132 triliun dengan peluang produksi 10 juta ton per tahun. Oleh karena itu, pihaknya akan menerapkan kebijakan penangkapan ikan terukur dengan pengaturan area penangkapan ikan, jumlah ikan yang ditangkap, dan jumlah kapal yang dapat melakukan penangkapan. Selain itu, pelabuhan tempat pendaratan ikan dan jenis alat yang diperbolehkan.
”Terukurnya angka produksi dan batasan penangkapan menunjukkan ketahanan ekosistem untuk mendukung ketahanan pangan serta terukurnya nilai pendapatan dan kesejahteraan nelayan untuk ketahanan sosial-ekonomi masyarakat,” katanya, dalam webinar ”Optimasi Tata Kelola Perikanan Berkelanjutan Melalui Pengelolaan Terukur dan Kolaboratif” yang digelar pada Senin (23/8/2021).
Menurut Trenggono, kebijakan penangkapan ikan yang terukur akan mendukung perikanan tangkap yang berkelanjutan, serta menjaga posisi Indonesia sebagai produsen utama ikan dunia. Apalagi, saat ini telah ada penerapan batasan ukuran ikan yang diekspor.
Ketua Komisi Nasional Pengkajian Sumber Daya Ikan (Komnas Kajiskan) Indrajaya mengemukakan, sumber daya ikan terus mengalami tekanan penangkapan, antara lain karena faktor ekonomi dan penangkapan ikan yang semakin masif. Apabila penangkapan ikan yang terus bertambah tidak diantisipasi dan dikelola, penangkapan berpotensi melewati batasan stok hingga terancam kolaps. Oleh karena itu, komitmen mendorong perikanan berkelanjutan diperlukan.
Upaya mewujudkan perikanan berkelanjutan memerlukan tata kelola perikanan yang efektif untuk menyikapi dinamika status stok serta proses bisnis yang menyeimbangkan konservasi dan pemanfaatan sumber daya ikan. Tata kelola perikanan berkelanjutan harus berbasis data, meliputi jumlah ikan yang ditangkap, kapasitas penangkapan, kondisi stok dan kelimpahan spesies ikan, serta biota lain yang tertangkap bersama ikan.
Selain itu, wilayah pemantauan perlu diperluas cakupannya. ”Kunci kesuksesan pengelolaan perikanan berkelanjutan adalah penguatan pendataan,” katanya.
Senior Advisor Tropical Landscape Finance Facility (TLFF) Sustainable Fishery Programme M Zulficar Mochtar mengemukakan, Indonesia memiliki posisi strategis sebagai produsen perikanan dunia. Namun, komoditas perikanan yang ditangkap sangat beragam, sedangkan jenis, ukuran kapal, dan alat tangkap ikan yang digunakan sangat bervariasi.
”Kompleksitas ini menunjukkan bahwa upaya mengelola perikanan tangkap tidak mudah. Kompleksitas perikanan tangkap ini harus ditopang pengelolaan dan pengawasan berbasis data agar realistis dalam implementasinya,” kata Zulficar.
Zulficar menambahkan, perizinan perikanan tangkap sebagai instrumen tata kelola harus terhubung dengan data dan tingkat eksploitasi sehingga dapat memastikan penangkapan optimal, terukur, dan berkelanjutan. Selain itu, sistem perizinan pusat dan daerah juga perlu terintegrasi
Dia mencontohkan, ekspor kerapu pada 2018 menempati peringkat ke-2 dunia dengan volume ekspor pada peringkat ke-4. Namun, pengelolaan spesies kerapu masih bercampur dengan jenis ikan demersal lainnya sehingga terjadi bias manajemen. Tantangan lain, kerapu yang diekspor didominasi ukuran anakan (juvenile) dan sistem pendataan belum terkonsolidasi.
Indonesia memegang peranan kunci dalam produksi kerapu dunia.
Direktur Eksekutif Asosiasi Demersal Indonesia Mukhlis Kamal mengemukakan, Indonesia memegang peranan kunci dalam produksi kerapu dunia. Dari data Organisasi Pangan Dunia (FAO) 2021, Indonesia merupakan pemasok kerapu terbesar di dunia atau 30 persen dengan produksi 115.805 ton per tahun dalam 10 tahun terakhir.
Saat ini, sentra produksi kerapu antara lain di wilayah pengelolaan perikanan RI (WPP-RI) 713 Laut Makassar dan WPP-RI 715 perairan Ambon. Adapun sentra produksi ikan kakap di pantai utara Jawa (WPP RI-712) dan Laut Arafura (WPP-RI 718). Ikan-ikan karang itu ditangkap dengan alat tangkap rawai dasar dan pancing ulur.
Mukhlis menambahkan, data status pemanfaatan kakap dan kerapu di beberapa WPP-RI menunjukkan tingkat pemanfaatan yang sudah melebihi potensi. Namun, data pemanfaatan WPP-RI masih cenderung bersifat umum. Pendataan potensi dan pemanfaatan per komoditas perlu dilihat secara lebih spesifik dengan berbasis WPP-RI. Pendataan akurat dinilai masih menjadi tantangan.
Perikanan terukur dan kolaboratif dinilai akan optimal jika banyak perusahaan berkomitmen menerapkan perikanan berkelanjutan. ”Indonesia perlu mengelola perikanan dengan menempatkan model-model perikanan berkelanjutan yang sesuai dengan iklim dan kondisi Indonesia,” katanya.