Pertamina Perkuat Kompetensi Teknis lewat Pembangunan PLTS
Melalui sub-holdingnya, Pertamina ingin memperkuat pengalaman dan membangun kompetensi teknis di EBT. Langkah ini penting sebagai transformasi bisnis Pertamina mengingat adanya perkiraan penurunan bisnis minyak bumi.
Oleh
M Paschalia Judith J
·3 menit baca
Kompas/Wawan H Prabowo
Panel Surya dan deretan kincir angin Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB) menghiasi puncak bukit di Desa Kamanggih, Kecamatan Kahaungu Eti, Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur, Selasa (2/2/2021). PLTB yang mulai dibangun tahun 2013 tersebut saat ini tidak lagi bisa memenuhi kebutuhan listrik masyarakat setempat. Meski masih bisa difungsikan, namun kerja baterainya tidak maksimal.
JAKARTA, KOMPAS — PT Pertamina (Persero) tak mau ketinggalan dalam menggarap peluang bisnis energi baru dan terbarukan atau EBT. Perusahaan pelat merah ini menunjukkannya dengan membangun kompetensi teknis dan portofolio pengelolaan EBT. Sampai 2030, ditargetkan terbangun pembangkit listrik tenaga surya berkapasitas 500 megawatt.
Menurut Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa, pembangunan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) di wilayah operasi Pertamina menunjukkan bahwa perusahaan tengah meningkatkan penetrasi EBT serta mengembangkan portofolio anak usahanya.
”Melalui subholding-nya, Pertamina ingin memperkuat pengalaman dan membangun kompetensi teknis di EBT. Langkah ini penting sebagai transformasi bisnis Pertamina mengingat adanya perkiraan penurunan bisnis minyak,” kata Fabby saat dihubungi, Senin (2/8/2021).
Pertamina Power & New Renewable Energy (PNRE) Subholding menargetkan pembangunan PLTS dengan total potensi kapasitas terpasang sebesar 500 MW di lokasi operasi perusahaan. “Kita harus melihat bahwa pengembangan EBT, termasuk PLTS, adalah investasi masa depan. Transisi energi adalah keniscayaan dan kebutuhan utama di dunia saat ini demi terwujudnya lingkungan yang sehat melalui penerapan energi bersih,” tutur Direktur Utama PNRE Dannif Danusaputro melalui siaran pers.
Pada akhir 2021, PNRE menargetkan pembangunan PLTS sebesar 50 MW, termasuk di 1.000 SPBU di Jawa.
Energi Baru Terbarukan (EBT) Jenis EBT Tahun 2020, dan Target EBT Per Sumber Pembangkit Target Bauran Eenergi Nasional 2025.
Fasilitas operasi itu meliputi, wilayah kerja hulu migas, kilang minyak, terminal bahan bakar minyak (BBM), stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU), perkantoran, dan perumahan. Pembangunan PLTS juga sejalan dengan target penurunan emisi gas rumah kaca perseroan hingga 30 persen pada 2030.
Sejak akhir 2020, PNRE telah membangun PLTS dan menyelesaikan proyek tersebut di Terminal LNG Badak, Kilang Dumai, Kilang Cilacap, dan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Sei Mangkei. Pada akhir 2021, PNRE menargetkan pembangunan PLTS sebesar 50 MW, termasuk di 1.000 SPBU di Jawa.
Dengan membangun PLTS hingga 500 MW, Pertamina diperkirakan mampu mengurangi emisi sebesar 630.000 ton karbon dioksida per tahun. Dannif menambahkan, selain ramah lingkungan, pemanfaatan PLTS juga mendorong efisiensi karena menghemat pengeluaran biaya listrik perusahaan.
Sebelumnya, PNRE mengumumkan pembangunan PLTS di Kilang Pertamina Cilacap, Jawa Tengah, dengan total kapasitas mencapai 1,34 megawatt. “Keseluruhan nilai proyek PLTS Kilang Cilacap sebesar 1,3 juta dollar AS yang turut mencakup fasilitas pendukung, seperti Rumah Sakit Pertamina Cilacap (RSPC), Gelanggang Olah Raga Kilang Cilacap, serta kawasan perumahan di Katilayu dan di Gunung Simping,” kata Pejabat sementara Senior Vice President Corporate Communications & Investor Relations Pertamina Fajriyah Usman.
Dengan membangun PLTS hingga 500 MW, Pertamina diperkirakan mampu mengurangi emisi sebesar 630.000 ton karbon dioksida per tahun.
Petugas meninjau pipa-pipa uap di situs Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Lahendong Unit 5 dan 6 yang dikelola PT Pertamina Geothermal Energy (PGE) di Tompaso, Minahasa, Sulawesi Utara, Jumat (30/7/2021). PT PGE memperkirakan ada potensi mungkin energi panas bumi sebesar 180 megawatt yang belum termanfaatkan di Lahendong, Tomohon, dan Tompaso.
Pembangkit listrik yang tengah dibangun akan berkontribusi mengurangi 13,5 persen energi dari penggunaan daya listrik saat ini yang berbasis bahan bakar fosil. Selain itu, proyek pembangunan PLTS menyerap tenaga kerja lokal sekitar 67 persen dari sumber daya manusia yang dibutuhkan serta tingkat komponen dalam negeri kumulatif mencapai 46,1 persen, belum termasuk baterai dan sistem penyimpanan (storage).
Melalui PT Pertamina Geothermal Energy (PGE), anak usaha Pertamina, turut dikembangkan pula tenaga listrik dari energi panas bumi. Direktur Eksplorasi & Pengembangan PGE Tafif Azimudin mengatakan, studi bersama dengan PLN Gas & Geothermal (PLN GG) dan Medco Power Indonesia untuk menjajaki potensi penambahan kapasitas di wilayah kerja ketiganya tengah berjalan.
Pada 2030, PGE menargetkan dapat meningkatkan kapasitas terpasang energi panas bumi yang dikelola langsung menjadi 1.540 MW. Dengan demikian, potensi pengurangan emisi dari pemanfaatan energi tersebut mencapai 9 juta ton karbon dioksida per tahun.
Saat ini, kapasitas terpasang pengelolaan panas bumi yang dioperasikan sendiri oleh PGE mencapai 672 MW, sedangkan yang dikelola bersama mitra sebesar 1.205 MW. Sepanjang 2020, produksi listrik total dari sumber energi terbarukan mencapai 4.618 gigawatt jam (GWh).