Penyaluran bahan bakar bersubsidi bagi nelayan masih tersendat dan membutuhkan terobosan terkait prosedur penyaluran. Di sisi lain, pengawasan perlu ditingkatkan agar tidak terjadi penyelewengan dan salah sasaran.
Oleh
BM Lukita Grahadyarini
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Penyaluran bahan bakar minyak bersubsidi hingga kini belum optimal menyentuh nelayan kecil. Pemerintah tengah mengkaji penyederhanaan skema penyaluran bahan bakar bersubsidi untuk nelayan dengan memanfaatkan kartu nelayan.
Direktur Perizinan dan Kenelayanan Kementerian Kelautan dan Perikanan Ridwan Mulyana mengemukakan, nelayan kecil masih belum terjangkau layanan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi akibat banyaknya persyaratan. Upaya penyederhanaan aturan penyaluran tengah dilakukan antara lain melalui pemanfaatan kartu pelaku usaha kelautan dan perikanan (Kusuka) sebagai sebagai syarat utama mendapatkan BBM bersubsidi.
Meski demikian, penyaluran kartu hingga kini belum optimal. Kartu baru menjangkau sekitar 1 juta nelayan dari total 2,69 juta nelayan per tahun 2020. Pihaknya mengupayakan seluruh nelayan terdaftar.
”Kami mendorong Kusuka bisa diakses nelayan langsung sebagai syarat utama mendapatkan BBM bersubsidi,” kata Ridwan dalam diskusi Memperkuat Peran Negara dalam Melindungi Nelayan Kecil di Tengah Pandemi dan Peluncuran Hasil Survei Terkait Akses BBM Bersubsidi Bagi Nelayan Kecil yang digelar Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI), Kamis (8/7/2021).
Menurut Ridwan, penyaluran BBM bersubsidi membutuhkan pengendalian di lapangan agar tak memicu penyalahgunaan. Di sisi lain, BBM bersubsidi kerap diakses tengkulak atau pemodal yang selanjutnya menyalurkan ke nelayan. Nelayan terikat dengan tengkulak karena utang modal.
Nelayan kecil belum terjangkau layanan bahan bakar minyak bersubsidi akibat banyaknya persyaratan.
Penyaluran BBM bersubsidi juga memerlukan peran swasta untuk membangun stasiun pengisian bahan bakar umum nelayan (SPBUN) di pelabuhan perikanan dan sentra nelayan. Selain itu, program revitalisasi SPBUN yang tidak operasional melalui kerja sama lintas kementerian dan lembaga.
Pada tahun 2021, kuota BBM bersubsidi mencapai 546.520 kiloliter. Namun, per awal Juni 2021, BBM baru terserap 242.256 kiloliter atau 44 persen. Adapun jumlah SPBUN mencapai 393 unit, terdiri dari 344 SPBUN milik PT Pertamina (Persero) Kapal Penumpang serta 49 SPBUN milik PT AKR Corporindo Tbk. Adapun jumlah pelabuhan perikanan mencapai 538 pelabuhan.
Ketua Harian KNTI Dani Setiawan memaparkan, hasil survei terhadap 5.292 nelayan kecil pada 25 kabupaten/kota di 10 provinsi selama 1 April-21 Mei 2021 memperlihatka, 82,08 persen responden tidak memiliki akses BBM bersubsidi. Sebanyak 93 persen tidak dapat mengurus surat rekomendasi untuk mendapatkan BBM bersubsidi.
Menurut Dani, kartu Kusuka seharusnya berperan sebagai kartu multifungsi yang menjadi kunci ketepatan program pemerintah dalam penyaluran BBM bersubsidi hingga perlindungan nelayan. Persoalannya, kartu Kusuka juga masih sulit diakses. Dari hasil survei, 69,84 persen responden nelayan tidak memiliki kartu Kusuka dan 72 persen tidak mengetahui cara mendapatkan kartu tersebut.
”Kami mendukung upaya pemerintah menyederhanakan kartu Kusuka sebagai kartu multifungsi bagi nelayan serta bersinergi dengan dinas dan kementerian/lembaga agar penyalurannya tepat dan cepat,” kata Dani.
Ketua Umum KNTI Riza Damanik mengemukakan, nelayan kecil dan tradisional memiliki peran strategis dalam proses ekonomi dan pasokan ikan nasional. Di tengah pandemi Covid-19, nelayan berharap perlindungan yang lebih besar terkait bantuan sosial, asuransi, subsidi BBM, dan pemasaran ikan.
Tenaga Ahli Kantor Staf Presiden Alan F Koropitan mengemukakan, penyaluran kartu Kusuka perlu dioptimalkan sebagai alat perlindungan nelayan, baik terkait bantuan sosial, pemberdayaan, maupun peningkatan akses ke BBM bersubsidi.
Vice President Industrial and Marine Fuel Bisnis PT Pertamina Patra Niaga Waljiyanto mengungkapkan, serapan terhadap kuota BBM bersubsidi nelayan tergolong masih rendah. Oleh karena itu, diperlukan terobosan penggunaan kartu Kusuka sebagai pengganti surat rekomendasi pembelian BBM bersubsidi.
Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono mengemukakan, pihaknya berkoordinasi dengan BPH Migas, Pertamina, dan pemerintah daerah untuk penyederhanaan regulasi penyaluran BBM Bersubsidi serta digitalisasi penerbitan rekomendasi penyaluran BBM bersubsidi. Selain itu, mengoptimalkan operasional SPBUN, menambah SPBUN, serta merevitalisasi tujuh SPBUN atau Solar Packed Dealer untuk Nelayan (SPDN) yang tidak operasional di Jawa Tengah, Maluku, dan Kalimantan Selatan.
”Dari sisi kuota, kami juga terus bekerja sama dengan BPH Migas agar penyaluran BBM bersubsidi nelayan dalam jumlah memadai,” kata Trenggono.