Dunia Usaha Masih Ragu Berinvestasi di Ibu Kota Negara Baru
Pelaku swasta masih ragu menanamkan investasi di kawasan ibu kota negara baru karena regulasi dan perencanaan dinilai belum jelas. Masih banyak aspek yang perlu dimatangkan.
Oleh
BM Lukita Grahadyarini
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Regulasi terkait pemindahan ibu kota negara dari Jakarta ke Penajam Paser Utara dan Kutai Kartanegara di Kalimantan Timur yang masih belum jelas menuai keraguan pelaku swasta untuk berinvestasi di kawasan itu. Pembangunan ibu kota negara yang diproyeksikan berlangsung jangka panjang memerlukan konsensus nasional guna menjamin kepastian usaha.
Ketua Badan Pertimbangan Organisasi Real Estat Indonesia (REI) Soelaeman Soemawinata mengemukakan, pemindahan ibu kota negara (IKN) merupakan penjuru dari era baru pengembangan kawasan dan sentra ekonomi yang tidak lagi terpusat di Jawa. Pemindahan dan pengembangan IKN akan membutuhkan waktu beberapa dekade hingga ratusan tahun serta melintasi beberapa periode pemerintahan.
”Diperlukan konsensus nasional yang melintasi beberapa periode pemerintah. Harus ada kejelasan sejak awal, baik dari aspek kebijakan, teknis, maupun finansial,” katanya dalam diskusi daring ”Menakar Risiko Pembangunan Kota Baru IKN”, Kamis (17/6/2021), yang diselenggarakan Ikatan Ahli Perencanaan (IAP) Indonesia.
Menurut Soelaeman, tahapan pengembangan IKN memerlukan integrasi lima dimensi, mencakup regulasi, infrastruktur dan sumber daya, perencanaan tata ruang, investasi, dan penciptaan kehidupan baru. Dari aspek investasi, swasta sanggup berperan dominan dalam proyek pengembangan IKN sepanjang investasi itu mampu menghasilkan nilai tambah finansial. Swasta tidak mungkin menerbitkan obligasi dan menjaminkan aset bagi pengembangan investasi yang belum memiliki kepastian pasar.
Pemindahan dan pengembangan IKN akan membutuhkan waktu beberapa dekade hingga ratusan tahun serta melintasi beberapa periode pemerintahan.
Ia mencontohkan, skema investasi di sektor properti membutuhkan tujuh pilar, yakni pertanahan, tata ruang, perbankan, pajak, regulasi pemerintah, perizinan, dan infrastruktur. Pengembangan tahap awal, mencakup penggunaan lahan serta ketersediaan lahan dan infrastruktur, dinilai menjadi kunci pengembangan IKN. Di samping itu, ada pula perencanaan penciptaan kehidupan yang memperhitungkan aspek sosial, budaya, dan lingkungan.
”Percuma jika sudah ada regulasi dan investasi, tetapi tidak ada (masyarakat) yang mau pindah ke sana. Kami dari swasta masih menunggu. Swasta tidak mungkin menjaminkan aset untuk risiko yang tinggi sekali karena pasarnya belum jelas,” kata Soelaeman.
Lokasi ibu kota baru seluas 256.142,74 hektar di Kecamatan Sepaku, Kabupaten Penajam Paser Utara, serta di Kecamatan Samboja dan Kecamatan Muara Jawa, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kaltim. Kawasan inti ibu kota 56.181 hektar, sedangkan kawasan inti pusat pemerintahan (KIPP) 6.596 hektar.
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) menyebutkan hanya 1 persen anggaran pengembangan IKN baru yang diambil dari APBN. Sisanya adalah pembiayaan dari kerja sama pemerintah dan badan usaha (KPBU) dan swasta. IKN diproyeksikan akan mengembangkan ekonomi regional menjadi 180 miliar dollar AS dan menciptakan 4,3 juta-4,8 juta lapangan pekerjaan di Kaltim pada 2045.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Perumahan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Khalawi Abdul Hamid mengemukakan, perumahan dinas untuk aparatur sipil negara di ibu kota negara baru direncanakan mulai tahun 2022. Namun, pembiayaannya bukan berasal dari APBN. Sesuai dengan arahan Presiden RI, pembangunan rumah dinas akan dilakukan lewat skema KPBU dan swasta. ”Pembangunan rumah dinas oleh swasta dan kami menyewa,” katanya.
Bappenas menyebutkan hanya 1 persen anggaran pengembangan IKN baru yang diambil dari APBN. Sisanya adalah pembiayaan dari kerja sama pemerintah dan badan usaha (KPBU) dan swasta.
Menurut Direktur Bina Penataan Bangunan Kementerian PUPR Boby Ali Azhari, basis hukum sangat penting dalam pembangunan IKN. Saat ini, proses perundang-undangan IKN sudah di Sekretariat Negara dan diharapkan segera disampaikan ke DPR untuk dibahas. Ia mengakui, pemindahan ibu kota tidak hanya pemindahan bangunan, tetapi juga wajib memperhitungkan aspek kehidupan.
Ketua Umum Ikatan Ahli Perencanaan (IAP) Indonesia Hendricus Andy Simarmata menilai, diperlukan perencanaan luar biasa untuk mengembangkan IKN. Biaya pematangan lahan dan pembangunan infrastruktur pendukung akan sangat besar, di samping biaya operasional dan pemeliharaan. Pemerintah diminta tidak terjebak pada periode waktu administrasi sehingga terburu-buru membangun infrastruktur dan bangunan perkotaan yang industrialis di tengah pandemi Covid-19.
”Dengan ruang dan waktu yang tidak ideal, jika kebijakan IKN harus tetap dilaksanakan, butuh rencana luar biasa yang mengubah kelemahan menjadi kekuatan. Sampai saat ini, kami belum mendapat gambaran utuh terkait perencanaan ini,” kata Andy.
Wakil Ketua Komisi X DPR Hetifah Sjaifudian menilai, partisipasi dunia usaha menjadi motor utama dalam pemindahan IKN. ”Namun, tanpa kepastian undang-undang IKN dan aturan turunan, investor tidak mungkin nyaman untuk masuk (investasi),” katanya.
Pemindahan IKN yang hanya didasarkan pertimbangan politis dinilai dapat menimbulkan masalah. Ia menyoroti risiko pemindahan IKN terhadap sumber daya manusia dan alam. Pemerintah perlu mempertimbangkan risiko ketimpangan baru dan konflik antara penduduk lokal dan pendatang, termasuk etos kerja. ”Ini kesempatan emas kita mendengar suara masyarakat dan menerjemahkan dalam bentuk perencanaan,” ujar Hetifah.
Pemerintah diminta tidak terjebak pada periode waktu administrasi sehingga terburu-buru membangun infrastruktur dan bangunan perkotaan yang industrialis di tengah pandemi Covid-19.
Berdasarkan jajak pendapat Kompas pada 23-25 Maret 2021, tiga perempat lebih publik yakin pemindahan IKN ke Kaltim bisa meningkatkan roda perekonomian di Kalimantan dan kawasan Indonesia timur. Namun, skema pembiayaan membuat pendapat publik terbelah. Sebanyak 42 persen responden yakin skenario berjalan. Namun, 45,5 persen responden tidak yakin karena investasi sulit diperoleh di masa pandemi ini.
Di sisi lain, pembangunan IKN juga memunculkan kekhawatiran pada menurunnya kualitas lingkungan. Hampir tiga perempat responden mengkhawatirkan kerusakan lingkungan alam Kalimantan. Sementara itu, hampir 70 persen responden cukup resah dengan sejumlah masalah sosial yang akan muncul.