Kapal ikan andon ilegal kembali marak. Kapal yang melanggar zona tangkapan itu dinilai akan memicu praktik perikanan ilegal dan konflik dengan nelayan lokal. Pemerintah dinilai perlu meningkatkan pengawasan.
Oleh
BM Lukita Grahadyarini
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Nelayan andon ilegal ditengarai semakin marak beroperasi dan memicu konflik horizontal dengan nelayan lokal. Pemerintah diminta meningkatkan pengawasan dan perbaikan tata kelola perikanan tangkap.
Nelayan andon adalah nelayan yang melakukan penangkapan ikan di luar daerah asalnya, baik secara tetap maupun tidak, dalam kurun waktu tertentu, lalu kembali daerah asalnya.
Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia mencatat indikasi semakin maraknya nelayan andon yang beroperasi tanpa perjanjian dan izin resmi di Laut Arafura atau Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) RI 718. Data per Mei 2021, terindikasi sekitar 300 kapal ikan dengan ukuran di bawah 30 gros ton beroperasi lintas provinsi dari Maluku ke Papua.
Koordinator Nasional DFW Indonesia Muhammad Abdi Suhufan mengatakan, kapal-kapal andon tersebut beroperasi dengan izin penangkapan ikan (SIPI) Provinsi Maluku atau tanpa SIPI, tetapi beroperasi dan sandar di pelabuhan di Merauke, Papua. Padahal, belum ada perjanjian andon antara Provinsi Maluku dan Papua sehingga kapal-kapal itu ditengarai melanggar zona tangkap dan pelanggaran SIPI.
Sebagian kapal andon tersebut berlabuh dan bongkar muatan di pelabuhan tidak resmi atau pelabuhan tangkahan. Akibat kegiatan nelayan andon ilegal, pendataan hasil tangkapan, pungutan pajak dan retribusi menjadi tidak optimal. Kapasitas pengawasan laut oleh pemerintah provinsi yang lemah dinilai turut mendorong berkembangnya praktik nelayan andon ilegal.
”Pelanggaran ini berlangsung karena pengawasan perikanan terhadap kapal lintas provinsi masih sangat lemah. Keberadaan nelayan andon ini juga berpotensi menimbulkan konflik sosial dengan nelayan lokal,” kata Abdi saat dihubungi, Jumat (4/6/2021).
Kementerian Kelautan dan Perikanan hingga kini masih menyusun Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan tentang Penempatan Alat Penangkapan Ikan dan Alat Bantu Penangkapan Ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan RI dan Laut Lepas, serta Penataan Andon Penangkapan Ikan. Dalam draf peraturan itu disebutkan bahwa kategori andon penangkapan ikan adalah dilakukan oleh nelayan kapal penangkapan ikan berukuran sampai dengan 30 gros ton.
Adapun area penangkapan ikan di luar wilayah domisili atau andon mengacu pada surat tanda penangkapan ikan (STPI) atau tanda daftar penangkapan ikan (TDPI) andon. Nelayan andon juga diwajibkan memiliki perizinan berusaha dan surat tanda keterangan andon (STKA), serta melaporkan ikan hasil tangkapan kepada kepala pelabuhan pangkalan di daerah tujuan andon.
Sebelumnya, Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Perikanan Tangkap, dalam siaran pers, mengemukakan, substansi penataan andon penangkapan ikan meliputi pengaturan mekanisme perizinan andon penangkapan ikan, surat tanda penangkapan ikan, dan tanda daftar penangkapan ikan andon.
Mekanisme perizinan itu didahului dengan kesepakatan bersama antargubernur dan ditindaklanjuti dengan perjanjian kerja sama penangkapan ikan oleh kepala dinas atau pejabat yang ditunjuk. Selanjutnya, provinsi tujuan nelayan andon akan memberikan persetujuan terhadap penerbitan surat tanda penangkapan ikan andon dari provinsi asal.
Peneliti DFW Indonesia, Muhammad Arifuddin, mengingatkan, Kementerian Kelautan dan Perikanan perlu segera menangani masalah andon dengan memfasilitasi perjanjian antarprovinsi serta implementasi pengelolaan perikanan berbasis WPP. Keterlambatan kementerian mengimplementasikan konsepsi pengelolaan berbasis WPP akan menimbulkan kerugian yang makin besar bagi pengelolaan perikanan nasional.
”Narasi pengelolaan perikanan berbasis WWP yang selama ini dijanjikan oleh pemerintah pusat akan berhadapan dengan praktik penangkapan ikan oleh kapal kecil, termasuk andon. Ini harus ditangani dengan baik,” kata Arif.
Di sisi lain, maraknya nelayan andon di Laut Arafura dikhawatirkan berdampak pada meningkatnya praktik dan penangkapan ikan yang ilegal.