Kapal Ikan Ilegal Masih Mengancam Perairan Indonesia
Praktik penangkapan ikan ilegal di perairan Indonesia masih marak dilakukan oleh kapal asing. Sementara pelanggaran oleh kapal ikan dalam negeri juga meningkat sehingga pengawasan perairan perlu diperkuat lagi.
Oleh
BM Lukita Grahadyarini
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Ancaman terhadap sumber daya perikanan di Indonesia terus berlangsung akibat praktik penangkapan ikan ilegal. Praktik ilegal tidak hanya dilakukan oleh kapal-kapal asing, tetapi juga oleh kapal perikanan dalam negeri.
Pada akhir Maret 2021, aparat kapal pengawasan perikanan Orca 03 Kementerian Kelautan dan Perikanan menangkap dua kapal ikan asing ilegal berbendera Vietnam yang mencuri ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPPNRI) 711 Laut Natuna Utara. Kedua kapal ikan itu, KG 9307 TS dan KNF 7727, menggunakan alat penangkapan ikan pukat harimau yang ditarik dua kapal (pair trawl).
Direktur Pemantauan dan Operasi Armada Pung Nugroho Saksono menjelaskan, kapal dengan alat penangkapan ikan pukat harimau yang ditarik dengan dua kapal memiliki efek merusak yang besar. ”Alat tangkap ini selektivitasnya rendah, sapuannya lebar, jadi ikan-ikan besar dan kecil akan tertangkap semua,” ujar Pung Nugroho dalam keterangan pers, Senin (5/4/2021).
Sekretaris Jenderal Kementerian Kelautan dan Perikanan Antam Novambar mengemukakan, aparat pengawasan Kementerian Kelautan dan Perikanan telah menyita sejumlah barang bukti praktik ilegal, di antaranya kapal, alat tangkap, ikan hasil curian sebanyak 1 ton, peralatan navigasi, dan peralatan komunikasi. Petugas juga mengamankan 21 awak kapal berkewarganegaraan Vietnam.
”Kami memastikan bahwa proses hukum akan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku,” ujar Antam, yang juga Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP).
Antam menambahkan, penangkapan kedua kapal ikan asing ilegal tersebut mempertegas komitmen Kementerian Kelautan dan Perikanan untuk menindak tegas dan tidak berkompromi dengan para pelaku pencurian ikan di laut Indonesia.
Sejak awal 2021, Kementerian Kelautan dan Perikanan telah menangkap 67 kapal perikanan yang terdiri dari 5 kapal berbendera Malaysia dan 2 kapal berbendera Vietnam yang melakukan praktik perikanan ilegal serta 60 kapal ikan berbendera Indonesia yang melanggar ketentuan.
Menurut Pung Nugoroho, kapal ikan dalam negeri mulai gencar ditertibkan sebagai upaya memperbaiki tata kelola perikanan. Pengawasan terhadap kapal ikan dalam negeri yang cenderung longgar dalam setahun terakhir memicu lonjakan pelanggaran.
Pengawasan berkurang
Sementara itu, waktu operasional kapal pengawasan oleh aparat Kementerian Kelautan dan Perikanan tahun ini berkurang. Dalam Rapat Dengar Pendapat Komisi IV DPR RI, pekan lalu, Antam mengungkapkan, operasional kapal pengawas tahun ini berkurang menjadi 120 hari operasi. Pada tahun 2020, operasional kapal pengawasan mencapai 150 hari.
Adapun dari 31 kapal pengawasan Kementerian Kelautan dan Perikanan, hanya 24 kapal yang dinyatakan layak beroperasi. ”Kapal lainnya (tujuh kapal) rusak-rusak ringan sehingga kecepatan (kapal pencuri) lebih cepat dari pada (kapal) kami. (Kapal) sedang kami perbaiki,” kata Antam.
Secara terpisah, Koordinator Program Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia untuk Program Dukungan Pemberantasan Penangkapan Ikan Ilegal, Tidak Dilaporkan dan Tidak Diatur (IUU Fishing), Subhan Usman, mengatakan, ancaman sumber daya laut bukan saja oleh kapal ikan asing ilegal, tetapi juga oleh kapal ikan dalam negeri skala kecil berukuran dibawah 10 gros ton (GT) yang tidak teregistrasi, kapal yang tidak melaporkan hasil tangkapan, pelanggaran zona tangkap, dan pelanggaran ketenagakerjaan.
Ia menyoroti pelanggaran di perairan Arafura yang cukup kompleks, meliputi armada tangkap tidak teregistrasi, tidak melaporkan hasil tangkapan atau melapor tapi tidak sesuai hasil tangkapan yang sebenarnya (unreported), serta pekerja yang tidak memiliki asuransi dan perjanjian kerja laut. Kementerian Kelautan dan Perikanan dinilai perlu menyusun ulang strategi pengelolaan wilayah pengelolaan perikanan (WPP) 718 Arafura dengan memperkuat pengawasan IUU Fishing dan perlindungan tenaga kerja atau awak kapal perikanan.
Perairan Arafura merupakan perairan dengan aktivitas penangkapan ikan terpadat dan dimanfaatkan oleh tiga provinsi, yaitu Maluku, Papua, dan Papua Barat. Diperkirakan terdapat total 3.126 kapal ikan ukuran 10-30 GT dengan izin provinsi dan kapal diatas 30 GT dengan izin pusat yang saat ini melakukan penangkapan ikan di laut Arafura.
Koordinator Nasional DFW Indonesia Mohammad Abdi Suhufan mengemukakan, banyaknya kapal ikan yang beroperasi di laut Arafura akan memberi tekanan pada keberlanjutan sumber daya ikan dan membutuhkan upaya pengawasan dari otoritas terkait. Kementerian Kelautan dan Perikanan perlu meningkatkan pengawasan laut secara terpadu bekerja sama dengan pemerintah daerah.
”Kami mendapat laporan sejumlah kasus penelantaran awak kapal perikanan di Dobo dan Merauke yang menyebabkan korban sakit dan meninggal dunia. Ini sangat tragis, jika kegiatan penangkapan ikan di Arafura masih mengandung unsur kerja paksa atau perbudakan, dan luput dari pengawasan pemerintah,” katanya.