Sejumlah kapal ikan bantuan pemerintah ditengarai melakukan pelanggaran operasional. Modus terbesar pelanggaran, antara lain, tidak berizin dan menggunakan alat tangkap yang merusak.
Oleh
BM Lukita Grahadyarini
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sejumlah kapal ikan bantuan pemerintah yang beroperasi di perairan Indonesia ditengarai tidak berizin. Pemerintah tengah menertibkan kapal-kapal ikan Indonesia yang melakukan pelanggaran.
Direktur Pemantauan dan Operasi Armada Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Pung Nugroho Saksono, Rabu (3/2/2021), mengatakan, pemerintah mulai intensif menertibkan kapal-kapal ikan Indonesia yang beroperasi melanggar ketentuan. Dari hasil pengawasan, modus terbanyak pelanggaran kapal ikan Indonesia adalah tidak berizin, diikuti penggunaan alat tangkap yang merusak sumber daya.
Kasus kapal yang beroperasi tanpa izin, antara lain, ditemukan pada Kapal Inka Mina yang merupakan bantuan KKP. Aparat pengawas perikanan kapal Hiu 02 menangkap KMN Inka Mina-222 di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPP-NRI) 714 Laut Banda pada 2 Februari 2021. KMN Inka Mina-222 yang dinakhodai RJ dengan 17 awak kapal kini sedang ditangani dan diproses hukum.
Menurut Pung, kasus kapal bantuan pemerintah yang beroperasi tanpa izin telah beberapa kali terjadi dan ditindak aparat penegak hukum. Persoalan itu ditengarai akibat penyaluran bantuan kapal tersebut kepada kelompok nelayan di masa lalu tidak dibarengi dengan dokumen perizinan. Sebagian kelompok nelayan penerima bantuan yang menghadapi kesulitan mengurus izin kapal tetap nekat beroperasi.
”Kapal (bantuan pemerintah) ini bukannya bebas regulasi. (Operasional) kapal Inka Mina seharusnya menjadi contoh yang baik karena ini bantuan pemerintah,” ujarnya.
Kapal (bantuan pemerintah) ini bukannya bebas regulasi. (Operasional) kapal Inka Mina seharusnya menjadi contoh yang baik karena ini bantuan pemerintah.
Pung menilai, persoalan perizinan ini bisa diatasi jika ada upaya jemput bola terkait layanan perizinan kapal Inka Mina. Di sisi lain, pelanggaran terkait penggunaan alat tangkap yang merusak akan ditindak tegas.
Pekan ini, aparat pengawas KKP juga menangkap kapal ikan Indonesia dengan alat tangkap pukat harimau (trawl) dan pelaku pengeboman ikan. Kapal trawl itu, KM Hasil Rejeki Bersama yang berukuran 70 gros ton (GT), ditangkap di perairan barat Sumatera dengan total muatan 300 kg ikan campuran. Sementara pelaku pengeboman ikan ditangkap di Biak, Papua.
Sejak Januari 2021, tercatat empat kapal ikan Indonesia ditangkap aparat pengawasan KKP. Pada tahun lalu, aparat pengawasan KKP menangkap 92 kapal perikanan. Jumlah itu meliputi 40 kapal ikan Indonesia dan 52 kapal ikan asing.
Secara terpisah, Direktur Eksekutif Pusat Kajian Maritim untuk Kemanusiaan Abdul Halim berpendapat, upaya penertiban yang dilakukan pemerintah terhadap kapal ikan Indonesia perlu dibarengi dengan upaya meningkatkan layanan pengurusan perizinan dokumen administratif di sektor perikanan. Khususnya bagi kapal-kapal berukuran di atas 30 GT.
Situasi pandemi Covid-19 menyebabkan sebagian pelaku usaha kesulitan mengurus perizinan. ”KKP perlu membuka diri untuk memfasilitasi perizinan perikanan bagi pelaku usaha di dalam negeri sehingga tindak pidana perikanan bisa diminimalkan,” ujar Halim.
Koordinator Nasional Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia Mohammad Abdi Suhufan menambahkan, seharusnya pemerintah memberikan prioritas pengurusan izin terhadap kapal-kapal bantuan pemerintah. Pembangunan kapal bantuan pemerintah sejak 2010 mencapai ribuan kapal.
Di sisi lain, cakupan inspeksi pengawasan kapal perikanan perlu diperluas. Inspeksi pengawasan itu tidak hanya sebatas pada dokumen kapal, tetapi juga mencakup aspek keselamatan dan ketenagakerjaan.
”Kami mencatat sejumlah anak buah kapal ikan telantar di Dobo dalam kondisi sakit, cacat, meninggal, tidak ada asuransi, dan mengalami tunggakan pembayaran gaji,” katanya.