Penangkapan kapal ikan asing ilegal di wilayah perairan rawan pencurian ikan di Indonesia terus terjadi. Ada indikasi alat tangkap dan modus pencurian ikan semakin beragam.
Oleh
BM Lukita Grahadyarini
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pencurian ikan oleh kapal ikan asing terus berlangsung dengan beragam modus dan alat tangkap. Pekan ini, aparat pengawasan Kementerian Kelautan dan Perikanan menangkap dua kapal ilegal asal Filipina di Laut Sulawesi dan satu kapal asal Malaysia.
Sejak awal tahun 2021, Kementerian Kelautan dan Perikanan telah menangkap 94 kapal, terdiri dari 24 kapal ikan asing dan 70 kapal ikan Indonesia. Kapal asing ilegal itu meliputi 6 kapal berbendera Malaysia, 2 kapal berbendera Filipina, dan 16 kapal berbendera Vietnam.
Koordinator Nasional Destructive Fishing Watch Indonesia Muhammad Abdi Suhufan menilai, beberapa kawasan perairan yang hingga kini rawan praktik penangkapan ikan ilegal, tidak dilaporkan, dan tidak diatur (IUU Fishing) adalah Laut Natuna, Malaka, dan Laut Sulawesi.
”Kapasitas pengawasan Indonesia masih lemah dan keteteran untuk mengawasi perairan rawan pencurian,” katanya saat dihubungi, Sabtu (29/5/2021).
Kapal ikan ilegal asal Filipina yang ditangkap itu adalah FB Genevieve berukuran 85 gros ton (85 GT) dengan alat tangkap pukat cincin (purse seine) dan FB Ca Gie 2 (9 GT) yang mengoperasikan alat tangkap pancing ulur tuna (hand line). Penangkapan dilakukan kapal pengawas Hiu 15. Jumlah anak buah kapal sebanyak 27 warga negara Filipina.
Direktur Pemantauan dan Operasi Armada Pung Nugroho Saksono menyampaikan, penangkapan kapal ikan ilegal asal Filipina ini merupakan pertama kali pada 2021. ”Sudah cukup lama tidak ada kapal purse seine yang masuk ke wilayah perairan Laut Sulawesi, apalagi berukuran besar,” katanya, secara tertulis.
”Kami sudah instruksikan agar kewaspadaan ditingkatkan dan tetap siaga menjaga kedaulatan pengelolaan perikanan di wilayah RI,” kata Pung.
Selain itu, aparat pengawasan Kementerian Kelautan dan Perikanan juga menangkap kapal cepat (speed boat) asal Malaysia pada 26 Mei 2021. Kapal itu terindikasi melakukan aktivitas perikanan ilegal dengan modus pemancingan rekreasi di perairan Sebatik. Pelaku, yakni 8 warga negara Malaysia dan 1 orang dengan paspor Indonesia, menggunakan alat tangkap pancing joran.
”Ini praktik sport fishing ilegal yang dilakukan di perairan Indonesia. Para pelaku menggunakan alat tangkap pancing joran,” kata Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan Antam Novambar dalam keterangan pers.
Antam menambahkan, saat terdeteksi oleh petugas patroli Stasiun Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan Tarakan, para pelaku mencoba kabur dengan memacu kecepatan tinggi, tetapi berhasil dilumpuhkan aparat.
Menurut Abdi, masih lemahnya pengawasan jika dibandingkan dengan maraknya kasus pencurian ikan seharusnya menjadi pertimbangan pemerintah untuk mengkaji ulang rencana mengizinkan kembali beroperasinya kapal-kapal eks asing. ”Beroperasinya kembali kapal-kapal eks-asing dan rencana dibukanya penanaman modal asing di kapal perikanan akan mempersulit pengawasan menyeluruh,” katanya.
Pemerintah kini tengah menyusun peraturan menteri kelautan dan perikanan untuk mengakomodir beroperasinya kapal-kapal buatan luar negeri di zona ekonomi eksklusif dan laut lepas. Saat ini, terdata sekitar 680 kapal buatan luar negeri dengan ukuran kapal di atas 30 GT yang mangkrak hampir 6 tahun sejak aturan moratorium izin kapal eks asing. Dari jumlah itu, diperkirakan tersisa 445 kapal yang dimiliki oleh perusahaan dalam negeri (Kompas 6/5).