Penyidik perikanan dituntut beradaptasi dengan dinamika hukum. Tantangan semakin besar di tengah kasus perikanan ilegal yang marak.
Oleh
BM Lukita Grahadyarini
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kasus penangkapan ikan secara ilegal, tidak dilaporkan, dan tidak diatur atau IUU Fishing masih marak dan berlangsung di wilayah Indonesia. Tantangan penyidik perikanan dinilai semakin besar di masa pandemi Covid-19.
Dinamika pandemi Covid-19 dinilai menuntut penyidik perikanan memiliki kemampuan dalam melakukan penyidikan dengan tepat, baik melalui tatap muka maupun secara daring.
Pelaksana Tugas Direktur Penanganan Pelanggaran Kementerian Kelautan dan Perikanan Nugroho Aji menyampaikan, penyidik juga diharapkan mampu beradaptasi dengan dinamika hukum yang berkembang cepat. Pihaknya tengah berupaya meningkatkan penanganan tindak pidana perikanan, yakni melalui penambahan jumlah penyidik pegawai negeri sipil (PPNS) serta peningkatan kualitas.
”Penyidik saat ini dituntut memiliki kemampuan yang lebih dalam melakukan penyidikan tindak pidana di bidang kelautan dan perikanan, karena selain tatap muka, mereka juga dituntut dapat melakukan pemeriksaan secara virtual. Ini tentu tantangan tersendiri,” kata Nugroho secara tertulis, Kamis (27/5/2021).
Kementerian Kelautan dan Perikanan tengah menambah jumlah PPNS perikanan. Saat ini terdapat 30 calon PPNS perikanan yang mengikuti pendidikan dan pelatihan pembentukan PPNS perikanan reguler tahun 2021.
Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan Antam Novambar mengemukakan, perekrutan PPNS perikanan itu sejalan dengan komitmen pemerintah untuk memperkuat pengawasan dan penegakan hukum demi terwujudnya kelestarian sumber daya perikanan sebagai bagian dari ekonomi biru.
Hingga saat ini, Kementerian Kelautan dan Perikanan telah memiliki 525 PPNS perikanan yang tersebar di berbagai wilayah di Indonesia. Sepanjang 2021, Kementerian Kelautan dan Perikanan telah menangani 91 kasus tindak pidana perikanan dengan rincian, 33 kasus dalam tahap penyidikan, 16 kasus telah dinyatakan lengkap (P-21) oleh jaksa penuntut, 8 kasus telah diserahkan berkas dan tersangkanya kepada jaksa penuntut (tahap II), 27 kasus dalam proses persidangan, dan 7 kasus telah memperoleh keputusan berkekuatan hukum tetap (inkrah).
Secara terpisah, Koordinator Nasional Destructive Fishing Watch Muhammad Abdi Suhufan menilai, perbaikan tata kelola perikanan mendesak dilakukan untuk menekan praktik perikanan ilegal. Ia menyoroti terdapat ratusan pelabuhan tangkahan atau tidak resmi yang hingga kini menjadi tempat bongkar muat ikan.
Akibatnya, banyak hasil tangkapan yang tidak tercatat dan tidak dilaporkan sehingga merugikan negara. Sementara penertiban terhadap pelabuhan tangkahan nyaris tidak dilakukan.
Ia menilai, pelabuhan tangkahan harus ditutup dan dialihkan ke pelabuhan perikanan resmi. Dengan demikian, seluruh aktivitas bongkar muat dan hasil tangkapan ikan terdata dan dilaporkan, serta negara dapat memperoleh penerimaan yang wajar.
”Kalau pelabuhan tidak dibenahi, bagaimana pemerintah mau meningkatkan penerimaan negara bukan pajak dari sektor perikanan?” katanya.