Kebijakan pelarangan mudik oleh pemerintah baru sebatas menurunkan jumlah pemudik secara drastis. Penyebaran Covid-19 sesungguhnya berasal dari pergerakan orang, dari silaturahmi hingga abai protokol kesehatan.
Oleh
Stefanus Osa Triyatna
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kebijakan pelarangan mudik yang dilakukan pemerintah baru sebatas menurunkan jumlah pemudik secara drastis. Penyebaran Covid-19 sesungguhnya berasal dari pergerakan orang yang tetap melakukan siturahmi dan mengabaikan protokol kesehatan. Penyebaran bukan terjadi di angkutan umum yang persyaratannya sudah diperketat dengan dokumen uji usap antigen, GeNose, hingga uji usap PCR.
Hasil evaluasi itu dikemukakan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) dalam dialog publik bertema ”Evaluasi Arus Mudik Lebaran Tahun 2021” di Jakarta, Senin (24/5/2021). Tidak hanya terfokus pada masa pelarangan mudik (6-17 Mei), MTI juga menyoroti pengetatan yang dilakukan pemerintah sebelum maupun sesudah masa pelarangan mudik.
Ketua Ikatan Alumni Ahli Lalu Lintas (Ikaal) Haris Muhammadun mengatakan, masyarakat memahami kebijakan pelarangan mudik Lebaran tahun 2021. Namun, karena sebagian besar masyarakat menganggap mudik masih dianggap sebagai tradisi, mereka menyiasati dengan mempercepat pelaksanaan mudik dan memperlambat kembali ke kota besar.
Korelasi yang signifikan antara penyebaran Covid-19 dan beroperasinya perdagangan ritel dan rekreasi memiliki R-squared sebesar 0,655.
Dari hasil studi Badan Penelitian dan Pengembangan Perhubungan dengan perguruan tinggi tentang pengaruh pergerakan terhadap penyebaran Covid-19, korelasi yang signifikan antara penyebaran Covid-19 dan beroperasinya perdagangan ritel dan rekreasi memiliki R-squared sebesar 0,655. Sementara hubungan penyebaran Covid-19 dengan pergerakan orang yang menggunakan transportasi umum, dalam hal ini bus AKAP, mempunyai hubungan yang lemah, dengan R-squared sebesar 0,167.
”Untuk pergerakan dalam kota dengan sampel Jakarta, justru terdapat hubungan kuat antara penyebaran Covid-19 dan beroperasinya perdagangan ritel, tempat rekreasi, dan tempat parkir kendaraan bermotor,” ujar Haris.
Hasil evaluasi yang menjadi sorotan adalah kenaikan tarif yang tidak lagi menjadi perhatian, terutama oleh regulator angkutan darat. Kenaikan tarif diam-diam terjadi pada periode menjelang pelarangan mudik dan setelah pelarangan mudik. Kenaikan tarif mencapai 100 persen lantaran ada keterbatasan armada angkutan dan tenggat pelarangan mudik.
MTI juga memandang, salah satu kelemahan penyekatan mudik adalah konsistensi petugas. Memang dipahami, hal ini merupakan tugas berat bagi petugas di lapangan, baik Polri-TNI, Kementerian Perhubungan, satpol PP, Kementerian Kesehatan, maupun satuan pembantuan lainnya. Hal ini pun diperparah dengan perilaku masyarakat yang cenderung abai dan tidak mudah diatur, bahkan berkata-kata kasar kepada petugas.
Di sisi lain, pemerintah dinilai cukup responsif terhadap peningkatan pengunjung di tempat-tempat rekreasi. Bahkan, penutupan sementara tempat rekreasi dinilai cukup baik untuk menghindari penyebaran Covid-19. Namun, hingga saat ini, belum dikenali lonjakan Covid-19 yang tajam.
Penutupan sementara tempat rekreasi dinilai cukup baik untuk menghindari penyebaran Covid-19.
Ketua Forum Angkutan Laut MTI Leny Maryouri mengatakan, adanya pelarangan mudik baru berhasil menurunkan jumlah pergerakan transportasi dan penumpang, baik di sektor darat, laut, maupun udara. Masyarakat pun relatif patuh terhadap aturan penerapan protokol kesehatan.
Pemerintah sudah memprediksi sebelumnya akan ada 17 juta orang yang mudik jika tidak dikeluarkan aturan pelarangan mudik Lebaran 2021. Dengan adanya pelarangan mudik, hanya ada 1,5 juta orang mudik dan sebanyak 1,1 juta adalah peristiwa mudik lokal.
Jumlah penumpang angkutan umum turun drastis selama pemberlakuan larangan mudik. Angkutan udara turun 93 persen, angkutan darat turun 87 persen, kereta api turun 84 persen, jasa penyeberangan turun 79 persen, dan angkutan laut turun 26 persen. Dengan kebijakan ini, secara keseluruhan rata-rata turun 33 persen. Sementara pada transportasi laut untuk pelabuhan antarpulau terdapat 2.048 penumpang atau turun 88 persen dibandingkan hari biasa dari yang terpantau di 51 pelabuhan.
Menurut Leny, walaupun jumlah penumpang menurun, kenaikan justru terlihat pada jumlah angkutan barang yang terjadi di seluruh pelabuhan utama. Pelabuhan Makassar, misalnya, kembali mengalami kenaikan tertinggi sebesar 33,46 persen.
Mengutip laporan Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah barang yang diangkut selama Januari-Maret 2021 mencapai 78,5 juta ton atau naik 4,96 persen dibandingkan periode yang sama tahun 2020. Kenaikan jumlah angkutan barang terbesar terjadi di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, yang mencapai 11,55 persen.
Yang perlu diwaspadai, lanjut Leny, lonjakan penumpang mencapai ratusan persen seusai peniadaan mudik Lebaran 2021. Peningkatan jumlah penumpang terbanyak adalah angkutan udara naik mencapai 721 persen, diikuti angkutan kereta api sebesar 454 persen, angkutan jalan 175 persen, angkutan penyeberangan 52,6 persen, dan angkutan laut 1,73 persen.
Lonjakan penumpang mencapai ratusan persen seusai peniadaan mudik Lebaran 2021. Peningkatan jumlah penumpang terbanyak adalah angkutan udara, naik mencapai 721 persen.
Leny mencontohkan, di daerah Lampung dan Pelabuhan Bakauheni, ada tujuh titik pengecekan tes antigen, yakni di Pos Rest Area Km 172B, Km 82B, Km 20B, Pelabuhan Bandar Bakau, Bandar Bakau Jaya, Simpang Hatta, dan Begadang IV. Dari tujuh titik tersebut, sebanyak 9.295 orang melakukan tes antigen. Hasilnya, 9.226 orang dinyatakan negatif, sedangkan 69 orang atau 0,7 persen dinyatakan positif Covid-19.
Kurnia Lesani Adnan dari DPP Organda mengatakan, situasi angkutan darat sangat memprihatinkan. Saat pengetatan pasca-pelarangan mudik (18-24 Mei 2021), aturan persyaratan perjalanan dianggap memberatkan. Di wilayah Sumatera, biaya tes antigen sebagai persyaratan perjalanan mencapai Rp 200.000-Rp 400.000.
”Pemerintah memang melakukan terobosan berupa tes antigen di Pelabuhan Bakauheni, tetapi proses pengecekan ini pun sempat menimbulkan kerumunan penumpang,” ujar Kurnia.