Pemulihan Sosial dan Ekonomi Masih Jadi Fokus Kebijakan Fiskal 2022
Kebijakan fiskal tahun 2022 memberi penekanan pada pemantapan pemulihan sosial-ekonomi sebagai penguatan fondasi untuk pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan.
Oleh
Dimas Waraditya Nugraha
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kebijakan fiskal pada tahun 2022 tetap memberi penekanan pada pemulihan sosial-ekonomi sebagai fondasi untuk memperkuat stabilitas ekonomi Indonesia. Konsolidasi fiskal juga terus dilakukan, dengan cara mendesain ulang penganggaran dan optimalisasi pendapatan pajak.
”Konsolidasi fiskal dilakukan secara bertahap. Hal ini harus disertai dengan reformasi APBN yang efektif dan konsisten, untuk mengembalikan pengelolaan fiskal ke arah yang lebih sehat, berdaya tahan, dan mampu menjaga stabilitas perekonomian ke depan,” kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati saat memaparkan Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-pokok Kebijakan Fiskal Tahun 2022 dalam Rapat Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat, Kamis (20/5/2021).
”Konsolidasi fiskal merupakan syarat perlu, meskipun sulit dan berat, tetapi harus dilakukan. Ini merupakan bentuk disiplin fiskal yang sangat menantang di tengah begitu banyak kebutuhan pembangunan yang sangat mendesak,” kata Sri Mulyani.
Menurut Sri Mulyani, tahun depan, pemerintah akan memaksimalkan instrumen fiskal untuk melanjutkan upaya pemulihan ekonomi, dengan tetap memprioritaskan sektor kesehatan guna mendorong efektivitas penanganan Covid-19.
Selain itu, kebijakan fiskal juga akan diarahkan untuk menjaga keberlanjutan program perlindungan sosial untuk memperkuat fondasi kesejahteraan sosial serta mencegah kenaikan kemiskinan dan kerentanan akibat dampak Covid-19.
”Hal tersebut termasuk memperkuat daya ungkit UMKM dan dunia usaha agar mampu bangkit dan menjadi lebih kuat serta berdaya tahan,” ujar Sri Mulyani.
Untuk memperbesar ruang fiskal, Kementerian Keuangan akan mengoptimalkan penerimaan negara. Upaya tersebut ditempuh melalui penggalian potensi, perluasan basis perpajakan, peningkatan kepatuhan wajib pajak, optimalisasi pengelolaan aset, dan inovasi layanan. Hal ini akan berdampak pada perbaikan rasio pajak dalam jangka pendek dan menengah.
Di samping itu, pemerintah juga akan melakukan redesain terhadap sistem penganggaran dengan menggunakan pendekatan belanja yang lebih baik. Upaya ini dilakukan melalui pengendalian belanja agar lebih efisien, lebih produktif, dan menghasilkan efek domino yang kuat terhadap perekonomian serta efektif untuk meningkatkan kesejahteraan.
”Pemanfaatan anggaran harus lebih difokuskan untuk mendukung program prioritas, mendorong efisiensi kebutuhan dasar, dan menjaga agar pelaksanaan anggaran berbasis hasil,” kata Sri Mulyani.
Untuk mendukung arah kebijakan fiskal tahun 2022, lanjut Sri Mulyani, pemerintah akan terus melaksanakan reformasi perpajakan. Reformasi dilakukan untuk menciptakan sistem perpajakan yang efektif sebagai instrumen kebijakan, optimal sebagai sumber pendapatan, serta adaptif dengan perubahan struktur dan dinamika perekonomian.
”Pemerintah juga akan memberikan kepastian perlakuan pemajakan, mendorong kepatuhan sukarela wajib pajak, serta menciptakan keseimbangan beban pajak antarkelompok pendapatan dan antarsektor,” ujar Sri Mulyani.
Terkait reformasi perpajakan, dalam kesempatan berbeda, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengungkapkan, pemerintah akan mengatur ulang ketentuan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
Menurut Airlangga, aturan baru mengenai tarif PPN termasuk dalam materi revisi Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP). Revisi UU KUP telah masuk dalam Program Legislasi Nasional 2021.
Ketua Badan Anggaran DPR Said Abdullah mengingatkan, perekonomian domestik ke depan masih akan menghadapi tantangan cukup berat. Oleh karena itu, otoritas fiskal diharapkan membuat langkah-langkah taktis agar ritme pemulihan ekonomi berjalan lancar.
Selain pandemi Covid-19, lanjutnya, tantangan yang akan mengganggu pemulihan ekonomi adalah melambatnya laju sektor riil. Pembatasan gerak sosial akibat penegakan protokol kesehatan menjadi kendala produktivitas sektor riil, khususnya UMKM.
”Perlu ada intervensi khusus terhadap penurunan tingkat pengangguran. Bahkan, untuk sekadar meraih posisi seperti capaian di tahun 2019, tetap dibutuhkan adanya intervensi. Itu pun harus dengan perencanaan yang akurat serta efektif dalam implementasinya,” ujarnya.