Walaupun Aduan Naik, Pencairan THR Tetap Diharapkan Berdampak
Kondisi ekonomi yang membaik diharapkan berdampak pada pencairan THR keagamaan. Pemerintah dituntut tegas menegakkan aturan terkait pencairan THR yang menjadi hak pekerja dan buruh.
Oleh
M Paschalia Judith J
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pengaduan mengenai tunjangan hari raya atau THR keagamaan tahun ini meningkat dibandingkan tahun sebelumnya. Meskipun demikian, pemerintah berharap THR tetap dapat berdampak pada pemulihan ekonomi nasional.
Sepanjang 20 April-12 Mei 2021, Kementerian Ketenagakerjaan mencatat ada 2.897 laporan yang diterima Pos Komando THR. Laporan itu terdiri dari 692 konsultasi THR dan 2.205 pengaduan THR. Setelah verifikasi dan validasi, pengaduan THR yang diterima menjadi 977 aduan.
Jika dibandingkan tahun sebelumnya, Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah menyebutkan, pengaduan THR yang telah diverifikasi dan validasi mencapai 683 aduan. Tingkat penyelesaian yang berupa pembayaran THR mencapai 75 persen pada 2020.
”Meskipun kasusnya lebih besar, saya optimistis penyelesaiannya akan jauh lebih baik seiring dengan kondisi ekonomi yang membaik. Pembayaran THR penuh dan tepat waktu juga akan berdampak terhadap pemulihan ekonomi nasional,” kata Ida saat konferensi pers secara virtual, Rabu (12/5/2021).
Ada juga THR yang tidak dibayarkan sebesar sebulan gaji, serta THR tak diberikan lantaran dampak yang ditimbulkan pandemi Covid-19.
Topik-topik pengaduan THR terdiri dari THR dibayar dengan mekanisme cicilan oleh perusahaan, korporasi membayarkan THR sebesar 50 persen, dan THR dibayar tidak penuh karena ada pemotongan gaji. Ada juga THR yang tidak dibayarkan sebesar sebulan gaji, serta THR tak diberikan lantaran dampak yang ditimbulkan pandemi Covid-19.
Dalam pekan pertama setelah Idul Fitri 2021, Ida menambahkan, Kementerian Ketenagakerjaan akan mengadakan rapat koordinasi dengan dinas ketenagakerjaan daerah dan Tim Posko THR untuk mengevaluasi tindak lanjut pengaduan THR. Rapat ini turut merumuskan rekomendasi sanksi yang akan dikenakan.
Dalam kesempatan yang sama, Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Jawa Tengah Sakina Rosellasari menyebutkan, terdapat 119 aduan THR yang diterima Posko THR Jawa Tengah. Sebanyak 13 aduan di antaranya ditindaklanjuti dengan kesepakatan pembayaran sesuai aturan serta 46 aduan berakhir dengan kesepakatan pembayaran THR melalui sistem cicilan.
Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Jawa Timur Himawan Estu Bagijo menambahkan, pengaduan THR yang diterima mencapai 141 aduan. Pengaduan terbanyak berasal dari Kabupaten Sidoarjo. Dari segi lapangan usaha, jumlah aduan tertinggi disumbang sektor perdagangan dan jasa.
Tuntut transparansi
Sementara itu, Ketua Federasi Serikat Buruh Persatuan Indonesia (FSPBI) Dian Septi Trisnanti mengatakan, survei di kalangan buruh mengenai pembayaran THR menunjukkan, terdapat 52 responden yang menyatakan pembayaran THR tidak sesuai dengan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 6 Tahun 2016 terkait Tunjangan Hari Raya Keagamaan bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan. Sebanyak 93,75 persen di antaranya tidak mendapatkan persetujuan atas pelanggaran THR yang terjadi.
Mengenai hasil survei tersebut, Dian menyatakan, asosiasi telah meminta audiensi. Asosiasi meminta pemerintah mendorong perusahaan lebih transparan dalam memaparkan laporan keuangan.
”Ada relasi tidak seimbang sehingga perusahaan kerap membuat keputusan yang sepihak. Kami harap, pemerintah dapat menalangi THR untuk buruh yang perusahaannya tidak mampu membayar. Sayangnya, pemerintah belum menanggapi permohonan audiensi kami. Kami juga berencana mengadakan unjuk rasa di kantor Kementerian Ketenagakerjaan,” kata Dian.
Pemerintah mesti menunjukkan penegakan hukum yang tegas serta prosedur penanganan aduan secara terbuka agar aduan mengenai THR tak berulang.
Kepala Advokasi Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta Nelson Nikodemus Simamora mempertanyakan efektivitas Posko THR yang dihadirkan pemerintah. Dia menilai pemerintah mesti menunjukkan penegakan hukum yang tegas serta prosedur penanganan aduan secara terbuka agar aduan mengenai THR tak berulang.
Ketua Umum Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (KPBI) Ilhamsyah Boing menyatakan, THR menjadi mekanisme distribusi kekayaan dari pengusaha ke masyarakat. ”Mengingat pertumbuhan ekonomi Indonesia ditopang konsumsi rumah tangga, THR menjadi wajib hukumnya untuk diberikan (kepada buruh) untuk mendongkrak perekonomian negara,” katanya.