Pemerintah Mesti Responsif Sikapi Laporan Pengaduan Buruh dan Pekerja
Pemerintah perlu turut menjamin pekerja dan buruh memperoleh hak mereka atas tunjangan hari raya keagamaan 2021. Laporan pengaduan yang masuk mesti ditindaklanjuti secara cepat.
Oleh
Mediana
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Ombudsman Republik Indonesia mendorong pemerintah pusat dan daerah bisa menjamin kepastian hak pekerja dan buruh memperoleh tunjangan hari raya keagamaan. Caranya, pemerintah melalui dinas ketenagakerjaan di daerah harus aktif merespons serta menindak laporan pelanggaran yang masuk ke internal ataupun eksternal.
Sebelumnya, pengusaha diberi waktu untuk membayar tunjangan hari raya (THR) sampai tujuh hari sebelum Lebaran atau 7 Mei 2021. Perusahaan yang tidak mampu dipersilakan berdialog dengan pekerjanya untuk mencapai kesepakatan. Namun, pembayaran THR hanya ditoleransi sampai sehari sebelum Lebaran atau 12 Mei 2021. Ketentuan ini terangkum dalam Surat Edaran Menteri Ketenagakerjaan (SE Menaker) Nomor M/6/HK.04/IV/2021 tentang Pelaksanaan Pemberian Tunjangan Hari Raya Keagamaan Tahun 2021 bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan.
Anggota Ombudsman Republik Indonesia (ORI), Robert Na Endi Jaweng, Rabu (5/5/2021), di Jakarta mengatakan, jika pemerintah tidak mampu melaksanakan ketentuan SE Menaker itu, ada potensi malaadministrasi, seperti pengabaian kewajiban hukum, penundaan berlarut, serta penyimpangan prosedur dalam pelaksanaan dan pengawasan THR 2021.
Perusahaan yang masih terdampak pandemi Covid-19 sehingga tidak mampu memberikan THR keagamaan tepat waktu diharuskan membuktikan laporan keuangan secara transparan.
”Realitas yang biasa terjadi menunjukkan permasalahan pembayaran THR keagamaan berlarut-larut. Masih ada sekitar 100 perusahaan yang belum membayar dan mencicil THR keagamaan tahun 2020,” ujarnya.
Perusahaan yang masih terdampak pandemi Covid-19 sehingga tidak mampu memberikan THR keagamaan tepat waktu diharuskan membuktikan laporan keuangan secara transparan. Lalu, perusahaan berunding dengan pekerja atau buruh serta melaporkan hasil kesepakatan kepada dinas ketenagakerjaan setempat. Dinas ketenagakerjaan diharapkan bisa berperan mendorong perusahaan bersikap setransparan mungkin.
Pekerja atau buruh dapat pula melapor ke ORI pusat dan 34 kantor perwakilan ORI di tingkat provinsi jika terjadi pelanggaran ataupun dugaan malaadministrasi dalam pemberian THR 2021 bagi pekerja dan buruh. ORI menerima dan menindaklanjuti setiap laporan yang ada, termasuk melalui mekanisme respons cepat.
Direktur Bina Pemeriksaan Norma Ketenagakerjaan, Direktorat Jenderal Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan dan Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Kementerian Ketenagakerjaan Yuli Adiratna mengatakan, hingga 30 April 2021 terdapat laporan menyangkut konsultasi. Posko THR Kemenaker masih dibuka hingga 21 Mei 2021.
”Kami masih mempunyai waktu cukup menghimpun pengaduan,” ujar Yuli.
Yuli mengakui, pihaknya tidak memungkiri masih ada sisa persoalan pembayaran THR tahun 2020 yang belum selesai. Permasalahan tersebut membutuhkan dialog bersama agar ada jalan keluar. Laporan-laporan malaadministrasi THR yang akan bersumber dari posko pengaduan Ombudsman RI juga akan ditindaklanjuti oleh Kemenaker.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi B Sukamdani, secara terpisah, mengatakan, mekanisme pembayaran THR keagamaan diperkirakan berjalan lancar. Di kalangan anggota Apindo sampai sekarang belum ada keluhan ataupun cerita konflik.
Perusahaan-perusahaan anggota Apindo berusaha memaksimalkan dialog bipartit. Hasilnya bisa disampaikan kepada dinas ketenagakerjaan jika diperlukan.
”Memang, ada sejumlah pengusaha tidak akan membayar penuh THR keagamaan. Dampak negatif pandemi Covid-19 terhadap perekonomian masih dirasakan pengusaha sampai tahun ini,” ucap Hariyadi.
Wakil Ketua Umum Bidang Perdagangan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Benny Soetrisno menyampaikan hal senada. Dia mengklaim, kalangan pengusaha sepakat menggelar musyawarah dengan pekerja. Musyawarah akan diisi dengan pembahasan realisasi kemampuan keuangan perusahaan.
”Setiap perusahaan seharusnya sudah melakukannya sejak 14 hari sebelum Lebaran,” kata Benny.
Di tengah kondisi pandemi Covid-19, banyak tenaga kerja takut melapor THR belum dibayar karena takut dipecat oleh perusahaan. (Timboel Siregar)
Sementara itu, Sekretaris Jenderal Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (OPSI) Timboel Siregar mengatakan, data laporan terkait THR yang masuk ke posko pengaduan Kemenaker mencapai ratusan per akhir April 2021. Kemenaker semestinya segera mengkaji dan bertindak bersama dinas ketenagakerjaan, tidak perlu menunggu sampai posko tutup.
Menurut dia, kondisi perekonomian tahun 2021 lebih baik dibandingkan setahun sebelumnya. Meski demikian, masih ada sejumlah perusahaan belum pulih. Mereka masih mengalami kesulitan cashflow sehingga berpengaruh ke pembayaran THR keagamaan. Ada pula perusahaan-perusahaan yang sudah pulih, tetapi sengaja tidak mau membayar THR keagamaan ke pekerja.
”Laporan pengaduan yang masuk semestinya dijaga data privasi. Pemerintah perlu melindungi nama buruh atau pekerja yang melapor. Sebab, di tengah kondisi pandemi Covid-19, banyak tenaga kerja takut melapor THR belum dibayar karena takut dipecat oleh perusahaan,” tutur Timboel.