Kelanjutan Merger Indosat Ooredoo-Tri Indonesia Masih Dimatangkan
Merger Indosat Ooredoo-Hutchison Tri Indonesia belum menunjukkan kejelasan. Sementara batas waktu nota kesepahaman pembahasan penggabungan akan berakhir Juni 2021.
Oleh
Mediana
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kelanjutan merger dua operator telekomunikasi seluler, Indosat Ooredoo dan Hutchison Tri Indonesia, masih dibahas. Pembahasan tersebut dipastikan tidak mengganggu kelangsungan usaha setiap perusahaan dan layanan kepada konsumen.
Direktur Utama dan CEO Indosat Ooredoo Ahmad Abdulaziz A A Al-Neama, usai Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST), Kamis (6/5/2021), di Jakarta, mengatakan, pihaknya tetap mengacu kepada kesepakatan memperpanjang waktu nota kesepahaman yang tidak mengikat hukum antara Ooredoo dan CK Hutchison Holdings Limited sampai Juni 2021.
Sebelumnya, mengutip Investor Memo Indosat Ooredoo tanggal 19 Februari 2021, Ooredoo mengumumkan telah menandatangani nota kesepahaman yang eksklusif dan tidak mengikat secara hukum dengan CK Hutchison Holdings Limited pada 28 Desember 2020. Nota kesepahaman itu terkait dengan potensi transaksi untuk menggabungkan bisnis telekomunikasi masing-masing di Indonesia, yaitu PT Indosat Tbk (Indosat Ooredoo) dan PT Hutchison Tri Indonesia.
Nota kesepahaman itu terkait dengan potensi transaksi untuk menggabungkan bisnis telekomunikasi masing-masing di Indonesia, yaitu PT Indosat Tbk (Indosat Ooredoo) dan PT Hutchison Tri Indonesia.
Dalam investor memo tersebut turut dijelaskan, periode eksklusivitas nota kesepahaman berlaku hingga 30 April 2021. Sampai dengan tanggal penerbitan laporan keuangan konsolidasian, tidak terdapat pengaruh material terhadap operasional, hukum, kondisi keuangan, ataupun kelangsungan usaha perusahaan.
Kemudian, dalam keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia pada 28 April 2021, Indosat Ooredoo mengumumkan surat nota kesepakatan bersama yang tidak mengikat tersebut diperpanjang hingga 30 Juni 2021. Perpanjangan ini bertujuan memberikan waktu bagi para pihak yang terlibat untuk menyelesaikan proses uji tuntas yang sedang berlangsung.
”Kami sekarang fokus menjaga pertumbuhan kinerja perusahaan ke arah layanan digital serta meningkatkan kapasitas infrastruktur,” ujar Ahmad.
Pada tutup tahun 2020, pendapatan Indosat Ooredoo tercatat sebesar Rp 27,92 triliun atau naik 6,9 persen dibanding tahun 2019. Beban perusahaan tercatat sebesar Rp 25,52 triliun pada 2020 atau 16,6 persen lebih tinggi dari tahun 2019. Peningkatan ini terutama disebabkan oleh beban pegawai, depresiasi dan amortisasi, diimbangi dengan penurunan beban umum dan administrasi, beban pemasaran, serta biaya layanan.
Pada 31 Desember 2020, Indosat Ooredoo memiliki total utang bruto sebesar Rp 16,03 triliun. Posisi kas perseroan per 31 Desember 2020 sebesar Rp 1,78 triliun dengan utang bersih sebesar Rp 14,24 triliun.
Research Analyst BRI Danareksa Sekuritas Niko Margaronis, secara terpisah, berpendapat, merger bukan proyek sederhana. Perpanjangan waktu nota kesepahaman tidak mengikat di antara Indosat-CK Hutchison Holdings Limited itu menunjukkan banyak aspek maupun konsekuensi merger harus dibahas dengan matang.
Salah satu tantangan merger antaroperator telekomunikasi seluler adalah penilaian valuasi perusahaan. Valuasi merupakan hal mendasar. Hal lainnya adalah tantangan berupa alokasi spektrum frekuensi. Terkait saham pemerintah di Indosat Ooredoo, porsinya sekarang hanya 14,29 persen. Ini berarti pemerintah bukan investor mayoritas. Secara nilai, porsi seperti itu kecil.
”Hal terpenting ada golden share. Dengan kata lain, meski porsi saham pemerintah kecil, tetap bisa memberikan suara iya atau tidak dalam aksi korporasi,” ujar Niko.
Niko berpendapat, jika pemerintah mau membeli perusahaan telekomunikasi lagi, hal itu tidak masuk akal. Sebab, Pemerintah Indonesia telah mempunyai satu perusahaan telekomunikasi plat merah, yaitu Telkom Indonesia.
”Salah satu masalah di industri telekomunikasi adalah terlalu banyak pemain. Pelaku di pasar (operator telekomunikasi seluler) sudah mengetahui kemampuan operasional beserta keterbatasan masing-masing,” imbuh dia.
Salah satu tujuan merger untuk efisiensi. Dengan demikian, industri telekomunikasi bisa memberikan layanan dengan lebih baik. (M Ridwan Effendi)
Ketua Laboratorium Telekomunikasi Radio dan Gelombang Mikro Sekolah Teknik Elektro dan Informatika Institut Teknologi Bandung (ITB) Mohammad Ridwan Effendi mengatakan, salah satu tujuan merger adalah untuk efisiensi. Dengan demikian, industri telekomunikasi bisa memberikan layanan yang lebih baik.
”Harapan pemerintah, kan, sejak lama adalah supaya operator telekomunikasi seluler berinisiatif untuk melakukan merger atau akuisisi dalam rangka mengurangi jumlah operator di Indonesia. Cara itu juga bisa mencegah predatory pricing layanan seluler,” kata Ridwan.