Selama Ramadhan tahun 2021, ada kecenderungan kelas menengah-atas mulai berani belanja. Keberadaan layanan perdagangan secara elektronik atau e-dagang mereka pakai untuk berbelanja, selain layanan ritel luring.
Oleh
Mediana
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Meski pandemi Covid-19 masih berlangsung, konsumen kelompok kelas menengah atas sudah mulai aktif berbelanja. Berbelanja melalui platform layanan perdagangan secara elektronik atau e-dagang menjadi cara terbanyak yang digunakan kelompok tersebut.
”Mereka tetap mau melakukan belanja luring dan cenderung lebih memilih toko ritel modern dibandingkan tradisional,” ujar Direktur Nielsen Media Indonesia Cerli Wirsal saat diskusi daring ”Ramadhan di Tahun Kedua Pandemi”, Kamis (6/5/2021), di Jakarta.
Nielsen Indonesia melakukan survei Ramadhan selama 14-21 April 2021 secara daring menyasar 345 orang kelompok kelas menengah atas berusia 20 tahun ke atas, serta berdomisili di 11 kabupaten dan kota. Sebanyak 77 persen responden menjawab berbelanja selama Ramadhan 2021 di platform e-dagang. Mengenai pilihan toko ritel, sebanyak 75 persen responden menjawab berbelanja di minimarket.
Dari sisi bentuk pengeluaran, 92 persen responden mengungkapkan prioritas mereka adalah belanja makanan dan minuman. Sebanyak 55 persen responden menjawab belanja pakaian untuk Idul Fitri. Adapun sebanyak 42 persen responden menyebut mengalokasikan pengeluaran Ramadhan untuk bingkisan Lebaran.
Sebanyak 77 persen responden menjawab berbelanja selama Ramadhan 2021 di platform e-dagang. Mengenai pilihan toko ritel, sebanyak 75 persen responden menjawab berbelanja di minimarket.
Temuan itu, imbuh Cerli, sejalan dengan temuan Nielsen terhadap belanja iklan di televisi selama Ramadhan. Pemilik merek, terutama dari kategori layanan daring (onlineservices), sangat menggunakan momentum ini. Mereka menaikkan belanja iklannya hampir lebih dari dua kali lipat di televisi selama Ramadhan 2021.
”Kepemirsaan televisi untuk kategori warga kelas menengah atas masih tumbuh 14 persen selama Ramadhan 2021. Sementara pemirsa kategori warga kelas atas semakin banyak mempunyai pilihan menonton konten, bukan hanya televisi terestrial,” ucap Cerli.
Head of Offline Business JD.ID Eyvette Tung, secara terpisah, menceritakan bahwa baru-baru ini JD.ID telah mengumumkan bekerja sama dengan PT Matahari Putra Prima Tbk (MPPA). Dari sisi MPPA, kerja sama ini bertujuan memperkuat kanal omni (offline-to-online atau online-to-offline/O2O) mereka sebagai salah satu perusahaan ritel makanan terkemuka di Indonesia.
”Sementara, bagi kami, kemitraan itu memperluas katalog produk makanan dan rumah tangga. Sebab, MPPA bisa menempatkan toko virtual resmi Hypermart, Foodmart, Primo, dan Hyfresh di JD.ID,” ujar Eyvette.
Mulai kemarin, menjelang H-7 Lebaran, Eyvette menyebutkan, sebanyak 30 toko luring di bawah MPPA di Jabodetabek sudah siap mengelola O2O hasil kolaborasi JD.ID-MPPA. Ia menuturkan bahwa MPPA dikabarkan juga menambah akses penjualan melalui aplikasi pesan instan Whatsapp.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Bhima Yudhistira, mengatakan, selama Ramadhan 2021 ada kecenderungan kelas menengah atas mulai berani belanja. Ini terlihat dari ramainya pusat perbelanjaan, restoran, dan sejumlah toko ritel modern. Adanya kepercayaan terhadap vaksinasi menjadi faktor utama.
Situasi tersebut didorong oleh pendapatan yang mulai membaik, khususnya di sektor yang berkaitan dengan komoditas. Namun, perbaikan pendapatan itu masih terkonsentrasi di kota-kota besar, terutamanya di Jawa.
”Momen mudik Lebaran biasanya membuat daerah-daerah tujuan mudik kebagian dampak positif. Akan tetapi, tahun ini terjadi pelarangan mudik sehingga pertumbuhan pendapatan menjadi tidak merata. Pusat belanja di kota lebih cepat pulih dibanding di daerah,” kata Bhima.
Bhima menyampaikan, Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) Bank Indonesia per Maret 2021 untuk kelompok pengeluaran di atas Rp 5 juta meningkat lebih tinggi, yakni level 100,8 atau sudah optimistis. Kelompok ini lebih tinggi IKK-nya dibandingkan dengan pengeluaran terbawah, yakni pengeluaran Rp 1-Rp 2 juta, yang baru di level 90,1.
Situasi itu juga didukung pula dari indeks pembelian barang tahan lama (durable goods). Kelompok pengeluaran teratas mempunyai indeks pembelian barang tahan lama yang mencapai level 84,1 pada Maret 2021. Pencapaian ini paling tinggi dibandingkan dengan kelompok lainnya.
Indeks Keyakinan Konsumen Bank Indonesia per Maret 2021 untuk kelompok pengeluaran di atas Rp 5 juta meningkat lebih tinggi, yakni level 100,8 atau sudah optimistis.
Porsi pengeluaran konsumen paling atas sudah menurun untuk tabungan dari 20,8 persen dari total pengeluaran di November 2020 menjadi 16,2 persen pada Maret 2021. Sebagian uang sudah mulai dibelanjakan atau mencapai 68,4 persen dari total konsumsi.
”Masyarakat yang memiliki pengeluaran berkisar Rp 1 juta sampai Rp 2 juta per bulan menjadi kelompok yang pemulihan IKK-nya lambat,” ucap Bhima.
Terkait e-dagang, meski sejumlah pihak menyebut porsi transaksi e-dagang meningkat, dia memperkirakan kontribusinya terhadap total ritel nasional baru berkisar 5-6 persen. Masih banyak warga berbelanja di ritel modern atau grosir. Artinya, peran pasar, seperti Pasar Tanah Abang, tetap krusial sebagai indikator perbaikan konsumsi masyarakat.
Tidak meratanya akses internet yang stabil di Jawa dan luar Jawa menjadi tantangan terbesar transaksi e-dagang. Situasi itu menyebabkan ketimpangan akses bertransaksi. Dia menyampaikan, sejumlah riset menunjukkan bahwa selama pandemi Covid-19 masyarakat beralih sebagian ke platform e-dagang. Di saat yang sama kecepatan internet di Indonesia menurun karena kapasitas jaringan yang terbatas.
”Mengenai biaya logistik, meskipun sudah gencar promo diskon ongkos kirim, kami mengamati sejumlah konsumen di luar Jawa tetap mengeluhkan harus bayar biaya pengiriman yang mahal,” kata Bhima.