Membaca Optimisme Konsumsi pada Masa Pandemi
Optimisme masyarakat konsumen akan mendorong pemulihan konsumsi sebagai motor utama pemulihan ekonomi.
Pandemi Covid-19 telah menekan daya beli hingga menekan perekonomian. Namun, ekspektasi masyarakat yang tetap optimistis melihat perekonomian ke depan, membawa sinyal positif yang selayaknya dijawab oleh pemerintah dengan kebijakan tepat sasaran.
Masyarakat sebagai konsumen memegang andil penting dalam perekonomian. Selama ini, komponen konsumsi masyarakat memberikan kontribusi hingga lebih dari separuh perekonomian nasional.
Sementara itu, pandemi Covid-19 mengakibatkan pertumbuhan pengeluaran konsumsi rumah tangga tahun 2020 turun sebesar -2,63 persen dibandingkan dengan 2019. Sepanjang 2020, konsumsi mengalami kontraksi terdalam di triwulan ke-2, yakni -6,53 persen.
Hilangnya mata pencarian jutaan pekerja setelah masuknya virus korona ke Indonesia menimbulkan efek kejut bagi masyarakat. Pendapatan menjadi berkurang dan pengeluaran pun terganggu.
Memasuki triwulan III-2020, konsumsi masyarakat mulai tumbuh positif sebesar 4,69 persen. Sementara pada pengujung tahun, meski menunjukkan laju pertumbuhan yang positif, tetapi melambat, yakni 0,49 persen.
Pertumbuhan ini tak lepas dari peran pemerintah dalam menyalurkan bantuan dan upaya perlindungan sosial bagi masyarakat. Sebagai informasi, pemerintah mengeluarkan dana lebih dari Rp 200 triliun khusus untuk perlindungan sosial.
Namun, kucuran dana besar pemerintah agaknya belum mampu menahan guncangan ekonomi yang tak kalah hebat. Konsumsi masyarakat belum cukup kuat untuk mendukung pemulihan ekonomi Indonesia.
Meski mengalami perbaikan secara triwulanan, sektor konsumsi rumah tangga sebagai penyumbang terbesar perekonomian nasional masih tetap terkontraksi secara kumulatif pada 2020. Kondisi ini mengakibatkan pertumbuhan ekonomi tahun lalu tercatat -2,07 persen.
Baca juga: Tantangan Menjaga Tren Pemulihan
Keyakinan Konsumen
Menyusutnya konsumsi masyarakat juga tergambar survei konsumen yang rutin dipublikasikan setiap bulan oleh Bank Indonesia.
Selama masa pandemi, besara Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) selalu tercatat berada di bawah angka 100. Besaran indeks di bawah 100 menunjukkan bahwa konsumen, dalam hal ini masyarakat, berada pada kategori pesimistis.
Pada Maret 2020, besaranan IKK masih berada kategori optimistis, yakni sebesar 113,8. Namun, bulan berikutnya keyakinan konsumen mulai melemah menjadi 84,8. Kemudian merosot menjadi 77,8 pada bulan Mei. Bahkan, nilai IKK bulan Mei menjadi yang terendah selama 12 bulan masa pandemi.
Merosotnya IKK disebabkan penurunan nilai indeks komponen-komponen pembentuknya. Komponen indeks kondisi ekonomi saat ini (IKE) dibandingkan dengan enam bulan sebelumnya, merosot tajam menjadi 50,7.
Komponen Indeks ketersediaan lapangan kerja bahkan hanya tercatat 28,2, sejalan dengan dampak banyaknya pekerja yang di-PHK atau dirumahkan sementara sejak pandemi.
Sejak pandemi, terjadi pembatasan aktivitas bisnis secara global yang diikuti dengan kehati-hatian kelompok masyarakat menengah-atas dalam berkonsumsi. Kedua variabel tersebut mengakibatkan banyak perusahaan mengalami kerugian, atau kesulitan melanjutkan bisnis hingga terpaksa menutup usahanya.
Sinyal Pemulihan
Memasuki awal tahun, optimisme konsumen kembali surut ke level 84,9, bersamaan dengan kembali dilakukannya kebijakan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM). Kebijakan tersebut berlaku di wilayah Jawa-Bali. Sementara, Jawa merupakan wilayah dominan aktivitas ekonomi dan kontribusi kedua wilayah tersebut pada PDB mencapai 60 persen.
Meski demikian, data termutakhir menunjukkan bahwa IKK Februari 2021 kembali meningkat menjadi 85,8. Hal ini paling tidak menunjukkan sinyal harapan yang lebih positif dari masyarakat, kendati besaran itu masih ada pada kategori pesimistis.
Keyakinan konsumen pada kondisi ekonomi saat ini juga mulai menunjukkan adanya perbaikan di bulan Februari. Indeks keyakinan terhadap ketersediaan lapangan kerja saat ini membaik sebesar 4,6 poin pada bulan yang sama. Indeks keyakinan berkaitan dengan penghasilan saat ini dan pembelian barang tahan lama pada bulan Februari juga membaik jika dibandingkan dengan bulan sebelumnya.
Pelaksanaan program vaksinasi semakin meluas cakupannya, agaknya menjadi salah satu faktor yang mendukung perbaikan keyakinan konsumen tersebut. Menurut catatan Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional, hingga 28 Februari 2021 sudah terdapat 1,69 juta orang yang menerima vaksinasi dosis pertama. Sementara penerima vaksinasi dosis kedua telah mencapai 998.439 orang.
Jumlah tersebut terus bertambah hingga mencapai 3,57 juta orang penerima vaksinasi dosis pertama pada 10 Maret 2021. Sebanyak 1,26 juta di antaranya telah menerima vaksinasi dosis kedua. Peningkatan jumlah penerima vaksinasi akan terus terjadi hingga mencapai target sebaran vaksinasi, yakni 181,55 juta penerima di seluruh Nusantara.
Survei dari organisasi riset, The Conference Board yang bekerja sama dengan Nielsen menunjukkan, ketersediaan dan distribusi vaksin Covid-19 menjadi salah satu dimensi penting dari krisis Covid-19 yang akan membentuk kepercayaan konsumen bahkan hingga level global.
Baca juga: Airlangga Hartanto: Tren Perbaikan Ekonomi Dijaga
Menurut penelitian tersebut, paket stimulus fiskal di negara-negara Asia Pasifik, termasuk Indonesia, juga membantu menjaga keuangan rumah tangga dan meningkatkan kepercayaan konsumen.
Indonesia, menurut riset tersebut, mencatat indeks kepercayaan konsumen cukup tinggi di triwulan IV-2020, yakni sebesar 110. Indonesia menduduki posisi terbesar ke-7 setelah India, Filipina, Vietnam, AS, Arab Saudi, dan Australia. Sementara nilai IKK secara global dari riset tersebut sebesar 98.
Sejumlah fakta tersebut menunjukkan bahwa masih ada harapan bagi ekonomi Indonesia untuk pulih. Pada akhirnya, konsumen pun tetap memberikan sinyal optimistis melihat kondisi ekonomi 6 bulan ke depan. Indeks ekspektasi penghasilan, lapangan kerja, dan dunia usaha di bulan Februari masih menunjukkan besaran di atas 100.
Optimisme konsumen tersebut seyogianya juga diikuti dengan upaya pemerintah menjaga kepercayaan masyarakat dalam berbagai aspek, termasuk kesehatan. Mutasi virus korona B.1.1.7, perolehan dan distribusi vaksin Covid-19, serta akseptasi masyarakat terhadap vaksinasi masih menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah.
Sebab, jika semua hal tersebut diabaikan akan berdampak pada persoalan kesehatan yang tak kunjung usai. Bukan tidak mungkin kondisi ekonomi akan terdampak dan keyakinan konsumen berpotensi kembali melemah. (LITBANG KOMPAS)