Kesiapan Pengawasan Perikanan di Daerah Belum Merata
Kesiapan pemerintah daerah perlu didorong untuk mengawasi sumber daya kelautan dan perikanan. Sinergi pusat dan daerah menjadi upaya meningkatkan pengawasan.
Oleh
Brigita Maria Lukita
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sinergi pengawasan perikanan diperlukan untuk menekan pelanggaran dan praktik perikanan ilegal. Kondisi dan kesiapan daerah belum merata untuk mengawasi perikanan di setiap wilayah.
Direktur Pemantauan dan Operasi Armada Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan (PSDKP-KKP) Pung Nugroho Saksono mengemukakan, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Kelautan mengamanatkan pemerintah daerah yang memiliki sumber daya kelautan dan perikanan untuk mengawasi perikanan. Namun, kesiapan pemda dalam sumber daya manusia dan sarana pengawasan belum merata.
”Diperlukan sinergi dan kerja sama pemerintah pusat dan provinsi untuk pengawasan perikanan,” katanya, Senin (3/5/2021).
KKP kini tengah mengisiniasi kerja sama dengan pemerintah daerah untuk saling membantu terkait pengawasan sumber daya kelautan dan perikanan, khususnya di wilayah perairan 12 mil. Kesepakatan tersebut dituangkan dalam perjanjian kerja sama.
Menurut Sekretaris Direktorat Jenderal PSDKP Suharta, kondisi dan kesiapan daerah yang belum merata memerlukan sinergi dan pendampingan guna mencegah kekosongan hukum yang dapat mengancam kelestarian sumber daya kelautan dan perikanan. Dinamika regulasi di bidang pengawasan menuntut kesiapan pemerintah daerah, termasuk dalam pengenaan sanksi administratif terhadap pelanggar izin.
Perjanjian kerja sama antara lain telah dilakukan Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sulawesi Barat dengan Pangkalan PSDKP Bitung, Provinsi Sulawesi Barat.
”Fokus utama kita tentunya adalah agar kelestarian sumber daya kelautan dan perikanan tetap terjaga,” ujar Suharta melalui siaran pers.
Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sulawesi Barat Fadli Syamsuddin menilai, kerja sama pemerintah pusat dan daerah dalam peningkatan pengawasan di wilayah perairan Sulawesi Barat diharapkan semakin membantu penyelesaian berbagai kasus pelanggaran di wilayah itu.
Dari data KKP, sejak Januari-April 2021, kapal ikan asing ilegal yang ditangkap berjumlah 14 kapal, terdiri atas 7 kapal Vietnam dan 7 kapal Malaysia. Adapun jumlah kapal ikan Indonesia yang ditangkap karena pelanggaran berjumlah 68 kapal.
Sebelumnya, Chief Executive Officer IOJI Mas Achmad Santosa berpendapat, penguatan patroli pengawasan di daerah rawan pencurian ikan sangat penting. Oleh karena itu, pembangunan pangkalan logistik perlu dipercepat agar patroli di Laut Natuna Utara bisa lebih efektif. Di sisi lain, pemberian sanksi pidana perlu tetap dikedepankan bagi kapal-kapal ikan asing ilegal untuk memberikan efek jera bagi pelaku.
Ia menambahkan, kasus penangkapan ikan ilegal, tidak dilaporkan dan tidak diatur (IUUF), juga masih marak dialami negara-negara ASEAN. ASEAN telah memiliki jaringan untuk penanganan IUUF, tetapi hingga kini belum ada aksi konkret lintas negara untuk berkoalisi memberantas praktik pencurian ikan yang kian meresahkan itu.
”Penguatan diplomasi internasional di level ASEAN harus lebih agresif dalam upaya pemberantasan IUUF. Kalau tidak ada upaya cepat, kasus pencurian ikan akan terus berlangsung dan (pihak) paling terdampak adalah nelayan lokal,” kata Mas Achmad, akhir pekan lalu.