Pencurian Ikan di Natuna Utara Semakin Masif
Modus pencurian ikan oleh kapal asing semakin beragam dan memanfaatkan wilayah perbatasan yang menjadi sengketa antarnegara. Kapasitas patroli pengawasan perlu ditingkatkan.
JAKARTA, KOMPAS — Kasus pencurian ikan oleh kapal-kapal ikan asing di Laut Natuna Utara semakin masif. Modus baru penangkapan ikan ilegal terus berkembang, sedangkan kapasitas kapal patroli pengawas masih terbatas.
Pencurian ikan antara lain memanfaatkan wilayah perbatasan yang masih menjadi sengketa dengan negara lain.
Sekretaris Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan (PSDKP-KKP) Suharta menyampaikan, pencurian ikan oleh kapal-kapal asing masih terus marak, terutama di daerah penangkapan ikan terbaik, seperti Laut Natuna Utara dan Laut Arafura.
Tim patroli gabungan aparat penegak hukum, meliputi PSDKP-KKP, TNI, Badan Keamanan Laut (Bakamla), dan Polair, terus mengawasi di Laut Natuna Utara dengan operasional tujuh kapal pengawas secara bergantian. Akan tetapi, praktik penangkapan ikan ilegal, tidak dilaporkan, dan tidak diatur (IUU Fishing) ditengarai masih marak, melebihi kemampuan patroli pengawasan.
”IUU Fishing seperti tidak ada habis-habisnya. Meskipun kapal ikan asing ilegal ditangkap setiap tahun dan sudah ada koordinasi secara regional, kasus pencurian ikan oleh kapal asing masih terus ada,” katanya dalam Konferensi Pers Intrusi Kapal Ikan Asing Vietnam Pelaku IUU Fishing: Laut Natuna Utara dalam Kondisi Kritis,” yang diselenggarakan Indonesian Ocean Justice Initiative (IOJI), Kamis (29/4/2021).
Berdasarkan data KKP, pada Januari-April 2021, kapal ikan asing ilegal yang ditangkap PSDKP-KKP berjumlah 14 kapal, yang terdiri dari 7 kapal Vietnam dan 7 kapal Malaysia. Adapun jumlah kapal ikan Indonesia yang ditangkap karena pelanggaran sebanyak 68 kapal.
Baca Juga: Kapal Ikan Ilegal Masih Mengancam Perairan Indonesia
Suharta mengungkapkan, modus kapal-kapal asal Vietnam semakin beragam. Terkini, modus pencurian ikan dengan cara kapal-kapal menyebar untuk menyulitkan pengejaran aparat pengawasan RI. Pencurian ikan banyak dilakukan di perairan perbatasan yang merupakan area tumpang tindih klaim zona ekonomi eksklusif Indonesia-Vietnam. Alat tangkap yang digunakan umumnya pukat harimau ganda yang mengeruk lebih banyak.
”Dulu, kapal Vietnam bergerombol untuk mencuri ikan. Akan tetapi, sekarang berpencar dan menunggu kelengahan deteksi kapal pengawas agar bisa masuk ke perairan Indonesia. Ketika dikejar aparat, kapal asing itu masuk lagi ke wilayah mereka. Ini modus operasi baru,” katanya.
Meskipun kapal ikan asing ilegal ditangkap setiap tahun dan sudah ada koordinasi secara regional, kasus pencurian ikan oleh kapal asing masih terus ada.
Kapal-kapal pencuri ikan itu juga kerap dikawal kapal pengawas dan kapal patroli perikanan Vietnam di sepanjang garis landas kontinen Indonesia-Vietnam. Sementara kapasitas kapal patroli pengawasan RI sangat terbatas untuk menjangkau perbatasan, yakni butuh waktu 10-12 jam dari Batam untuk mengejar kapal ilegal ke Laut Natuna Utara. Pihaknya telah mengusulkan pembangunan pangkalan pengawasan PSDKP-KKP di Natuna Utara untuk mempercepat gerak patroli pengawasan.
Upaya pemerintah mendorong kapal-kapal ikan Indonesia mengisi Laut Natuna Utara dinilai belum mampu menekan aksi pencurian ikan. Kapal-kapal ikan asal Vietnam lebih jorjoran beroperasi di Natuna Utara ketimbang kapal lokal. Saat ini masih ada 500 anak buah kapal (ABK) Vietnam yang ditampung KKP dari kapal-kapal yang ditangkap. ”Penumpukan ABK asing itu menjadi persoalan tersendiri. Kami sudah berkoordinasi agar ABK itu segera dideportasi,” kata Suharta.
Baca Juga: Nelayan Natuna Puluhan Tahun Dihantui Kapal Ikan Asing
Kepala Subdirektorat Penegakan Hukum Ditpolair Korpolair Baharkam Polri Ajun Komisaris Besar Yuldi Yusman mengemukakan, pengawalan kapal-kapal asing pencuri ikan oleh kapal pengawas negara tersebut merupakan salah satu kendala utama dalam mengejar kapal ikan asing. Kapal pengawas negara asal kapal pencuri ikan akan mendeteksi kehadiran kapal patroli pengawas RI dan meminta kapal-kapal pencuri ikan untuk mundur guna menghindari pengejaran. Selain itu, operasional kapal patroli pengawas Polair terbatas, yakni hanya 3 dari 6 kapal patroli yang memungkinkan ke Laut Natuna Utara.
Jauh lebih banyak
Peneliti IOJI, Andreas Aditya Salim, mengemukakan, dari pantauan citra satelit, jumlah kapal ikan asal Vietnam yang terdeteksi masuk ke perairan Indonesia jauh lebih banyak dari jumlah kapal patroli pengawasan. Intensitas pergerakan kapal Vietnam semakin jauh masuk ke perairan RI. Pada 2 April 2021, setidaknya terdeteksi 100 kapal ikan asal Vietnam, yang 90 persen di antaranya berada di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia dan masuk hingga 120 kilometer dari garis batas landas kontinen.
Dari pantauan citra satelit, jumlah kapal ikan asal Vietnam yang terdeteksi masuk ke perairan Indonesia jauh lebih banyak dari jumlah kapal patroli pengawasan.
Tren peningkatan jumlah kapal ikan asal Vietnam yang masuk ke Laut Natuna Utara patut diwaspadai sebagai salah satu upaya eksistensi Vietnam di wilayah sengketa perairan perbatasan dengan RI. ”Diperlukan tambahan kekuatan kapal pengawasan untuk menghalau kapal asing yang tiap tahun terus hadir dan menangkap ikan secara ilegal,” katanya.
Chief Executive Officer IOJI Mas Achmad Santosa menambahkan, penguatan patroli pengawasan di daerah rawan pencurian ikan sangat penting. Oleh karena itu, pembangunan pangkalan logistik pengawasan di Laut Natuna Utara perlu dipercepat agar patroli bisa lebih efektif. Di sisi lain, sanksi pidana perlu tetap diutamakan bagi kapal-kapal ikan asing ilegal untuk memberi efek jera bagi pelaku hingga pemilik kapal.
Ia menambahkan, kasus perikanan ilegal marak dialami negara-negara ASEAN. ASEAN telah memiliki jaringan untuk penanganan IUU Fishing, tetapi belum ada aksi konkret lintas negara untuk berkoalisi memberantas praktik pencurian ikan yang kian meresahkan. Indonesia harus berperan menjadi inisiator.
Belum ada aksi konkret lintas negara untuk berkoalisi memberantas praktik pencurian ikan yang kian meresahkan.
”Penguatan diplomasi internasional di level ASEAN harus lebih agresif dalam upaya pemberantasan IUU Fishing. Kalau tidak ada upaya cepat, kasus pencurian ikan akan terus berlangsung dan paling terdampak adalah nelayan lokal,” katanya.
Baca Juga: KKP Tangkap Lima Kapal Vietnam Pencuri Cumi-cumi di Laut Natuna
Ketua Aliansi Nelayan Natuna Hendri mengatakan, keberadaan kapal ikan ilegal yang kian marak di Laut Natuna Utara semakin meresahkan dan merugikan nelayan lokal. Daerah penangkapan ikan nelayan Natuna habis disapu pukat harimau yang umumnya dipakai kapal-kapal asing ilegal. ”Penghasilan nelayan terus menurun karena banyak sekali kapal ikan asing ilegal yang masuk,” katanya.