Para pengusaha diingatkan untuk membayar tunjangan hari raya karyawannya secara penuh dan tepat waktu. Pembayaran THR diharapkan mendorong belanja masyarakat dan pertumbuhan ekonomi nasional triwulan II-2021.
Oleh
Agnes Theodora
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah mengingatkan pengusaha untuk membayar tunjangan hari raya atau THR keagamaan karyawannya tepat waktu sesuai edaran. Selain konsumsi masyarakat, pembayaran THR diyakini dapat mendorong pertumbuhan ekonomi nasional triwulan II-2021.
Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah, Senin (26/4/2021), menyatakan, melalui kebijakan pembayaran THR yang tidak bisa dicicil atau ditunda tahun ini, pemerintah berharap THR dapat mendorong konsumsi masyarakat dan mencapai target pertumbuhan ekonomi 7 persen pada triwulan II-2021.
Pembayaran THR diharapkan mendorong peredaran uang sampai Rp 200 triliun selama Ramadhan. ”Harapannya, karena pemerintah sudah memberi banyak insentif, ada kepatuhan (pengusaha) untuk membayar THR tahun ini,” ujarnya.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto memproyeksikan, pembayaran THR bisa mendongkrak produk domestik bruto (PDB) hingga 1 persen pada triwulan II-2021. Beberapa indikator ekonomi menunjukkan perbaikan kondisi usaha, seperti kenaikan indeks manajer pembelian (PMI) manufaktur yang sudah memasuki zona ekspansi pada level 53,2 per Maret 2021. Kenaikan itu menjadi yang tertinggi dalam 10 tahun terakhir sejak survei indeks manufaktur dimulai pada April 2011.
Pengusaha diberi waktu untuk membayar THR sampai tujuh hari sebelum Lebaran atau pada 7 Mei 2021. Perusahaan yang tidak mampu dipersilakan berdialog dengan pekerjanya untuk mencapai kesepakatan. Namun, pembayaran THR hanya ditoleransi sampai satu hari sebelum Lebaran atau 12 Mei 2021.
Ida meminta kepala daerah untuk menegakkan sanksi kepada perusahaan yang tidak membayar THR sesuai ketentuan. ”Saya minta semua gubernur membuat posko THR dan melaporkannya ke Kementerian Ketenagakerjaan. Perhatikan juga rekomendasi pemeriksaan pengawas,” ujarnya.
Ketua Dewan Pimpinan Nasional Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Bidang Organisasi, Keanggotaan, dan Pemberdayaan Daerah Adi Mahfudz ikut mengingatkan pengusaha. Ia menilai kebijakan pemerintah sudah pada porsinya dan pengusaha yang mampu pun tidak keberatan. Sebab, pada intinya, membayar THR pekerja merupakan tanggung jawab pengusaha.
Meski demikian, per 23 April 2021, Posko Tunjangan Hari Raya (THR) Keagamaan 2021 Kemenaker mencatat, ada 194 laporan pembayaran THR yang masuk dalam waktu 20-23 April 2021. Jumlah itu terbagi atas 119 konsultasi THR dan 75 pengaduan THR.
Adi mengatakan, beberapa pengusaha masih kesulitan membayar THR karena kondisi usahanya belum pulih akibat pandemi. Meski pemerintah sudah menyediakan stimulus dan relaksasi, kenyataannya tidak semua stimulus dapat diakses dengan mudah.
”Misalnya, stimulus kredit perbankan, kami mengajukan kredit untuk modal kerja, tetapi syarat yang harus dipenuhi terhitung kaku di tengah kondisi pandemi seperti ini. Maka, kita harus realistis juga dalam memandang hal ini. Serahkan keputusan pada perusahaan dan pekerja yang paling memahami kondisi perusahaan,” kata Adi.
Belum signifikan
Menurut ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Aviliani, meski kenyataannya masih ada perusahaan yang terdampak pandemi, imbauan pemerintah agar pengusaha wajib membayar THR sudah tepat. ”Imbauan itu wajib hukumnya agar tidak ada lagi perusahaan yang menunggangi, yang seharusnya mampu membayar, tetapi tidak membayar karena alasan ekonomi,” ujarnya.
Terkait kontribusi THR terhadap pertumbuhan ekonomi, Aviliani menilai, pada dasarnya konsumsi masyarakat pada Lebaran memang meningkat dua kali lipat dibandingkan hari-hari biasa. Apalagi, per Maret 2021, keyakinan konsumen untuk berbelanja kembali meningkat meski belum signifikan.
Akan tetapi, target pemerintah mendongkrak pertumbuhan PDB hingga 1 persen melalui THR tetap sulit dicapai. ”THR diharapkan bisa meningkatkan belanja, tetapi dengan larangan mudik, ada kemungkinan masyarakat tetap memilih menyimpan uangnya,” ujarnya.
Faktor yang bisa mendorong permintaan dan pertumbuhan ekonomi triwulan II-2021 adalah belanja pemerintah. Belanja pemerintah pun harus diarahkan untuk menyerap produk domestik, bukan barang-barang impor. ”Kalau pemerintah belanja, sektor swasta berjalan, dan permintaan kembali bergerak,” katanya.
Kementerian Keuangan mencatat, belanja pemerintah hingga akhir triwulan I-2021 tercatat sebesar Rp 523 triliun atau tumbuh 15,6 persen secara tahunan (year on year) dibandingkan triwulan I-2020. Belanja pemerintah yang meningkat itu ditopang oleh komponen belanja modal kementerian/lembaga yang tumbuh 41,2 persen pada triwulan I-2021.