Pengaturan terkait perpanjangan hak atas tanah untuk rumah susun diharapkan tidak merugikan konsumen. Pasar apartemen diharapkan memperoleh kepastian terkait jangka kepemilikan satuan rumah susun.
Oleh
BM Lukita Grahadyarini
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Lahan rumah susun milik atau strata title dapat dikuasai negara apabila tidak ada perpanjangan status tanah hak guna bangunan atau HGB. Dengan penguasaan lahan itu, negara dapat menata dan mengatur ulang peruntukannya.
Pemerintah tengah menyusun Rancangan Peraturan Menteri terkait Hak Atas Tanah, sebagai bagian dari aturan pelaksana Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Draf aturan itu, antara lain, mengatur hak guna bangunan diberikan untuk jangka waktu paling lama 30 tahun, diperpanjang untuk jangka waktu 20 tahun, dan diperbarui untuk jangka waktu paling lama 30 tahun.
Setelah jangka waktu pemberian, perpanjangan, dan pembaruan berakhir atau tidak dimohonkan perpanjangan dan/atau pembaruan hak paling lama dua tahun setelah berakhir hak atau perpanjangannya berakhir, tanah hak guna bangunan dapat kembali menjadi tanah yang dikuasai langsung oleh negara, tanah hak pengelolaan atau tanah hak milik.
Sekretaris Jenderal Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional Himawan Arief Sugoto menyatakan, siklus kepemilikan rumah susun di atas alas hak guna bangunan (HGB) mencapai 80 tahun. Sewaktu status tanah HGB itu berakhir, kondisi tata ruang dan perkotaan pada saat itu kemungkinan juga sudah berubah.
Ia menambahkan, negara tetap membuka opsi perpanjangan bagi masa HGB yang sudah habis. Prosedur dan biaya perpanjangan HGB rusun masih sama dengan mekanisme perpanjangan yang saat ini telah berjalan. Akan tetapi, jika perpanjangan HGB tidak dilakukan, tanah HGB rusun dapat dikuasai negara untuk dikelola, sedangkan pemegang hak satuan rusun akan ditata.
Tanah HGB rumah susun yang dikuasai negara dapat beralih status menjadi tanah hak pengelolaan (HPL) melalui mekanisme bank tanah. Peruntukan lahan HPL yang dikelola negara itu akan diatur ulang sesuai kebutuhan dan perkembangan kondisi tata ruang wilayah.
”Pemerintah akan mengatur peruntukan lahan HPL. Apabila tidak ada perubahan dalam tata ruang wilayah dan kondisi bangunan masih baik, maka para pemegang hak satuan rusun bisa mendapatkan prioritas (kepemilikan) lagi,” kata Himawan, Kamis (22/4/2021).
Ia menambahkan, pengaturan perpanjangan lahan HGB, atau pengalihan HGB menjadi HPL merupakan bagian dari upaya pemerintah menata pertanahan nasional. Di sisi lain, pemerintah memberikan kemudahan perpanjangan HGB langsung hingga 50 tahun dengan persyaratan sudah mengantongi sertifikat laik fungsi bangunan gedung. Peralihan HGB ke HPL juga akan dimudahkan dari sisi tarif. Pengaturan dan penataan tanah itu diharapkan mendorong iklim investasi.
Wakil Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Real Estat Indonesia Gede Widiade mengemukakan, peraturan pelaksanaan UU Cipta Kerja harus bisa diterima pasar dan dapat dieksekusi oleh pelaku pasar, yakni pemerintah daerah dan investor. Apabila masa perpanjangan HGB selesai, opsi peruntukan lahan jangan sampai merugikan konsumen pemegang hak satuan rumah susun.
Gede mengingatkan, segmentasi pasar apartemen di Indonesia beragam, yakni terbagi atas rumah susun bersubsidi bagi masyarakat berpenghasilan rendah, apartemen komersial segmen kelas menengah bawah, dan apartemen segmen menengah ke atas.
Tata cara perpanjangan setelah habis masa HGB diharapkan tidak menimbulkan biaya tinggi seperti halnya membeli unit rusun baru, sehingga menyulitkan konsumen. Prosedur panjang dan biaya tinggi dalam perpanjangan status tanah HGB rusun dinilai menjadi bumerang bagi pasar apartemen di tanah air. ”Pasar apartemen akan sulit menerima sehingga dikhawatirkan pasar apartemen tidak akan menarik lagi,” katanya.