Pariwara bisa mengisahkan Nusantara dan menandakan ekspansi produk-produk Indonesia. Pariwara sirup Marjan populer dengan dongeng rakyat, Sido Muncul dengan Rawa Pening, dan permen Kopiko dengan ”Vincenzo”.
Oleh
hendriyo widi
·4 menit baca
Banyak cara memperkenalkan Indonesia melalui industri pariwara. Di era 1980-an, jingle Indomie ”Indomie Seleraku”, karya A Riyanto, memperkenalkan produk mi instan dan Indonesia dalam sebuah iklannya. Di era 90-an, sebuah produk rokok Bentoel juga memiliki jingle yang dinyanyikan Andy Williams, ”I Love The Blue of Indonesia”, turut mengusung kekayaan Nusantara.
Dalam alunan ”dari Sabang sampai Merauke”, Indomie, wajah potret sosial masyarakat (nelayan, petani, perkotaan, dan perdesaan), keindahan alam (sawah, laut, danau, pegunungan, dan sejumlah produk khas Nusantara (batik), ditampilkan. Begitu pula dalam video pariwara berdurasi sekitar 30 detik, Bentoel menghadirkan potensi alam wisata dan sejumlah budaya Nusantara, di antaranya keindahan ”Pulau Dewata”, pengukir patung, karapan sapi, rumah adat, wayang, dan nelayan.
Ada juga sirup Marjan yang setiap Ramadhan menggulirkan iklan-iklan kreatif berbalut ke-Indonesiaan. Pada 2011, pariwara sirup Marjan dikemas dengan pencak silat yang disandingkan dengan breakdance. Pada tahun-tahun setelahnya, iklan sirup itu dikemas dengan tradisi mendayung di sungai (2012), karapan sapi (2013), ketapel dan balon udara (2014), sepak takraw (2015), tabuh beduk (2016), pertunjukan tari betawi dan ondel-ondel bersanding dengan roller skate (2017), dan wayang golek (2018).
Kemudian dalam tiga tahun terakhir ini, pariwara sirup Marjan mengadopsi sastra pariwara dengan mengemas dongeng rakyat, seperti timun mas dan buto ijo (2019), lutung kasarung dan purbasari (2020), serta singa barong dan kelana (2021), untuk memopulerkan produknya. Pariwara tersebut tak sekadar menampilkan dongeng rakyat secara kekinian, tetapi juga pesan-pesan moral tentang saling menolong, mempersatukan dan merayakan kebaikan, serta sikap optimisme selalu ada harapan.
Pariwara sejumlah produk lain juga menerapkan nuansa serupa, misalnya iklan produk minuman segar Sido Muncul, kopi Kapal Api, dan Pertamax. Kapal Api pernah mengangkat wayang kulit dan wayang golek di beberapa daerah Jawa Barat dan Jawa Tengah dalam pariwaranya. Sementara Pertamina, dalam iklan Pertamax Ecosave versi Dancing Formula, menampilkan beberapa gerak tarian Indonesia, seperti tari saman, dayak, dan kipas.
Pariwara tersebut tak sekadar menampilkan dongeng rakyat secara kekinian, tetapi juga pesan-pesan moral tentang saling menolong, mempersatukan dan merayakan kebaikan, serta sikap optimisme selalu ada harapan.
Adapun Sido Muncul membawa nuansa dan pesan berbeda, yaitu mengampanyekan penyelamatan lingkungan hidup dengan mengambil lokasi iklan di Rawa Pening, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah. Sekitar 75 persen dari 2.667 hektar luas Rawa Pening tertutup gulma eceng gondok. Sedimentasi di Rawa Pening juga cukup tinggi dengan laju pendangkalan per tahun rata-rata 42 cm dan berpotensi kehilangan airnya 15 juta kubik air per tiga bulan.
Terlepas dari kritik mendorong konsumerisme dan terkadang dinilai berlebihan atau kurang pas dalam pengemasannya, metode-metode mengemas pariwara ini cukup efisien dan diminati. Apalagi di tengah tren terus digaungkannya storynomics berwajah sastra pariwisata dan sastra pariwara di Indonesia. Esensi pariwara yang seperti itu menjadi kontra siklus berkembangnya iklan-iklan komersial yang masih mengandalkan sensualitas dan iming-iming hedonisme.
Pariwara, iklan, atau advertising berasal dari bahasa Latin advertere, yang berarti menyampaikan pikiran atau gagasan untuk mendapatkan perhatian. Dalam konteks ini, menyampaikan gagasan, memperkenalkan produk, bahkan menyampaikan nilai-nilai moral dan kearifan lokal masih menjadi napas industri pariwara hingga kini.
Ekspansi produk
Bahkan, di era perdagangan bebas ini, iklan dapat menunjukkan ekspansi sebuah perusahaan bahkan negara di negara lain. Hal ini bisa terjadi, baik dalam bentuk an sich iklan maupun merupa dalam bentuk lain, seperti penempatan produk (product placement) dalam film. Indomie yang sudah melanglang buana di sejumlah negara, seperti Filipina, China, Etiopia, Kenya, India, Maroko, Mesir, Selandia Baru, Serbia, Jordania, dan Turki, juga memproduksi iklan produknya di negara-negara itu.
Belakangan ini, permen Kopiko dipopulerkan dalam drama korea Vincenzo yang dibintangi aktor Song Joong-Ki menjadi perbincangan hangat warganet. Bahkan, adegan Song Joong-ki menggigit sebuah brosur bergambar peta Indonesia dan keberadaan kopi luwak dalam film tersebut juga disinggung. Kopiko sebenarnya sudah lama masuk Korea Selatan. Produk tersebut dijual di 100 negara, di antaranya ke Singapura, Filipina, Taiwan, Australia, Italia, Portugal, Spanyol, dan Jerman.
Industri pariwara dapat meramu isu-isu tersebut dalam kemasan iklan, baik untuk memperkuat brand, menyampaikan pesan atau nilai hidup kepada masyarakat, maupun memperkenalkan kekayaan Indonesia.
Cara-cara kreatif ”menyusupkan” produk ini juga kerap dijumpai dalam film James Bond untuk memperkenalkan produk otomotif dan jam tangan. Cara yang sama juga pernah dilakukan Coca-Cola yang menampilkan botol produknya yang dibawa N!xau Toma, anggota suku San atau Bushmen Afrika di sepanjang film The Gods Must Be Crazy pada 1980-an.
Di tengah tren budaya populer, ekonomi berkelanjutan yang mengedepankan lingkungan hidup dan antisipasi perubahan iklim, serta tergerusnya nilai-nilai hidup dan kearifan lokal, industri pariwara juga memilki peran penting. Industri pariwara dapat meramu isu-isu tersebut dalam kemasan iklan, baik untuk memperkuat brand, menyampaikan pesan atau nilai hidup kepada masyarakat, maupun memperkenalkan kekayaan Indonesia. Advertere Nusantara….