Hari Kopi Internasional diharapkan menjadi momentum bagi kelanjutan gerakan-gerakan menyelamatkan kopi. Kopi tetap harus melawan imbas pandemi. Kopi melawan sepi.
Oleh
Hendriyo Widi
·4 menit baca
Kala pandemi, kopi melawan sepi. Kopi tak hidup sendiri, bahkan pada peringatan Hari Kopi Internasional yang jatuh pada 1 Oktober 2020 ini. Ketika kopi tak terserap pasar dan terkonsumsi, gerakan-gerakan sosial dan kebijakan mengangkat ekonomi segelas atau secangkir kopi banyak digulirkan. Tujuannya mengangkat ekonomi manusia-manusia di balik ”dapur” kopi.
Pandemi Covid-19 memukul rantai pasok dan penggerak kopi global dan Nusantara. Imbasnya tak hanya dirasakan pemilik kedai atau kafe, pelaku usaha, dan industri kopi, tetapi juga pedagang kecil informal dan petani kopi.
Bisnis kopi global dan di dalam negeri diperkirakan anjlok 50-90 persen pada tahun ini. Hingga Juni 2020, utilitas industri kopi olahan, mulai dari pengeringan, sangrai, penggilingan, hingga kemasan, turun 35 persen.
Apalagi sejak 2010 harga kopi global terus turun dari 4,68 dollar AS per kg menjadi di bawah 2,5 dollar AS per kg selama pandemi. Tiap peningkatan 1 persen harga kopi dunia, pendapatan produsen dan pekerja kopi kelas bawah meningkat 3 persen.
Kementerian Pertanian memperkirakan, produksi kopi nasional pada tahun ini akan turun 35 persen dari produksi kopi pada 2019 yang sebanyak 760.963 ton. Petani kopi di sejumlah daerah di Nusantara juga berkali-kali mengeluhkan rendahnya harga dan serapan kopi baik dari dalam negeri maupun luar negeri.
Di Aceh, Asosiasi Produser Fairtrade Indonesia (APFI) menyatakan, pandemi Covid-19 membuat pasar ekspor kopi terganggu. Selama pandemi, kopi yang terserap pasar ekspor hanya 20 persen dari total volume ekspor sebanyak 45.000 ton pada tahun-tahun sebelum pandemi. Di Lampung dan Sumatera Selatan, harga kopi di tingkat petani Rp 17.000-Rp 18.000 per kg, lebih rendah dibandingkan dengan harga pada masa panen tahun lalu pada kisaran Rp 20.000-Rp 22.000 per kg.
Pandemi juga berimbas pada anjloknya penjualan kopi pelaku industri kecil dan menengah (IKM), termasuk kopi olahan, sebesar 50-90 persen. Pada 2019, tercatat ada 1.204 IKM kopi olahan dan 2.950 kedai/gerai kopi yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia.
Berbagai gerakan sosial dan kebijakan pun bergulir. Para barista menginisiasi gerakan Barista Asuh. Gerakan ini mengajak pengusaha kedai kopi yang masih bertahan di tengah pandemi untuk mau ”mengadopsi” barista yang diberhentikan kerja atau menganggur. Caranya adalah memberi kesempatan satu sif kerja per minggu bagi para barista tersebut.
Di Papua, muncul Belift Dogiyai yang merupakan gerakan sosial menjual biji kopi sangrai (roasted coffee) dari Dogiyai melalui penjualan langsung dan e-dagang. Gerakan ini berupa penjualan 500 kg green beans hasil petani Dogiyai tahun ini yang tak terserap pasar karena imbas pandemi.
Di Papua, muncul Belift Dogiyai yang merupakan gerakan sosial menjual biji kopi sangrai (roasted coffee) dari Dogiyai melalui penjualan langsung dan e-dagang. Gerakan ini berupa penjualan 500 kg green beans hasil petani Dogiyai tahun ini yang tak terserap pasar karena imbas pandemi.
Produk yang dijual nanti berupa biji kopi sangrai dalam kemasan ukuran 200 gram sebanyak 2.000 kemasan. Hasil keuntungan penjualan yang diperkirakan Rp 75 juta akan diberikan seluruhnya kepada komunitas petani di Dogiyai.
Menariknya, gerakan ini dipromosikan melalui #KawanDogiyai dan narasi Meekabo di akun Instagram @belift.dogiyai. Meekabo adalah sosok perempuan berambut keriting dan berkulit hitam yang merupakan representasi dari komunitas petani kopi Dogiyai. Meekabo diambil dari nama suku setempat Mee (Meuwodide).
Ada juga gerakan #kopiuntuksesama. Gerakan yang diinisiasi sejumlah pekerja di industri kopi ini berupa pemberian segelas kopi gratis terutama bagi petugas medis, kebersihan, dan keamanan di institusi kesehatan, serta bagi masyarakat yang membutuhkan. Gerakan sosial ini juga berupa pemberian bahan kebutuhan pokok bagi para barista yang dirumahkan atau diberhentikan bekerja.
Dari sisi kebijakan, Kementerian Perindustrian telah meluncurkan gerakan #SatuDalamKopi sejak April 2020. Salah satunya melalui Tokopedia yang melibatkan hampir 1.200 pelaku industri kopi dari berbagai wilayah Nusantara. Baru-baru ini, Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah juga berjanji akan menyerap kopi melalui koperasi yang akan bekerja sama dengan badan usaha milik negara atau swasta.
Hari Kopi Internasional diharapkan menjadi momentum bagi kelanjutan gerakan-gerakan menyelamatkan kopi. Kopi tetap harus melawan imbas pandemi. Kopi melawan sepi.
Jika upaya itu masih kurang maksimal, pemerintah akan menyerapnya melalui sistem resi gudang (SRG). Skema subsidi bunga SRG pun dilakukan agar petani tidak terlalu berat menanggung bunga. Melalui skema subsidi bunga itu, petani hanya menanggung bunga 6 persen.
Hari Kopi Internasional diharapkan menjadi momentum bagi kelanjutan gerakan-gerakan menyelamatkan kopi. Kopi tetap harus melawan imbas pandemi. Kopi melawan sepi.