Tentu saja, segelas kopi memiliki makna bagi siapa saja. Tak hanya itu, segelas kopi juga turut menggerakkan ekonomi Indonesia. Segelas kopi terus melintas zaman, mewarnai sejarah Nusantara.
Oleh
hendriyo widi
·4 menit baca
Bagi Andrea Hirata, penulis novel Laskar Pelangi, kopi menjadi pijakan refleksinya terhadap manusia dan beragam aspek hidupnya. Dalam novel Cinta di Dalam Gelas, Andrea Hirata, misalnya, menuliskan, ”Hanya segelas kopi yang tak pernah banyak tingkah!” dan ”Mereka yang takaran gula, kopi, dan susunya proporsional umumnya adalah pegawai kantoran yang bekerja rutin dan berirama hidup itu-itu saja”.
Dee Lestari dalam bukunya, Filosofi Kopi, juga menyampaikan pesan-pesan kehidupan dari kopi. Dua di antaranya adalah ”Dan kopi tak pernah memilih siapa yang layak menikmatinya. Karena di hadapan kopi, kita semua sama” dan ”Cuma segelas kopi yang bercerita kepadaku bahwa yang hitam tak selalu kotor dan yang pahit tak selalu menyedihkan.”
Tentu saja, segelas kopi memiliki makna bagi siapa saja. Tak hanya itu, segelas kopi juga turut menggerakkan ekonomi Indonesia. Pergerakan ini mencakup ekonomi masyarakat kecil, menengah, hingga kelas atas. Skala ekonomi segelas kopi ini juga bukan sekadar ekonomi kerakyatan dan investasi-bisnis, tetapi juga ekonomi kreatif.
Segelas kopi memiliki makna bagi siapa saja. Tak hanya itu, segelas kopi juga turut menggerakkan ekonomi Indonesia.
Sebut saja, segelas kopi tersedia mulai dari rumah tangga, warung desa di pelosok, kedai kaki lima, kedai keliling, kafe, hotel, hingga restoran. Segelas kopi juga menjadi ”napas” industri makanan dan minuman yang menelurkan produk kopi bubuk, biji, olahan, saset, dan kopi siap saji dalam kemasan gelas.
Segelas kopi juga melahirkan profesi, mulai dari petani, pengepul atau pembeli (green buyer), tenaga pemasar, penyangrai biji kopi (coffee roaster), penilai rasa kopi (coffee cupper), dan barista. Bahkan, memunculkan para pedagang kopi keliling yang kerap disebut ”starbuck” keliling atau starling.
Segelas kopi turut melahirkan karya-karya kreatif, mulai dari buku, film, aplikasi, infografis dan video, seni lelet kopi, kerajinan dari ampas dan biji kopi, hingga paket-paket wisata yang mengombinasikan alam dan kuliner. Film-film tentang kopi banyak bermunculan, antara lain Filosofi Kopi (2015), Aroma of Heaven: Biji Kopi Indonesia (2014), Secangkir Kopi Pahit (1985), dan Kopi Muria (2017).
Kopi juga menjadi inspirasi youtuber untuk menyajikan aneka video tentang pelatihan atau tutorial membuat kopi dan memperkenalkan kopi berbagai daerah di Nusantara. Ada juga yang mendokumentasikan peralatan kopi dari masa ke masa, serta mengisahkan budaya kopi dan ngopi di sejumlah daerah.
Sejak benih kopi arabika dibawa pimpinan kapal dagang Belanda, Adrian van Ommen, dari Malabar, India, pada 1696, dan ditanam di Pulau Jawa, perjalanan kopi di Indonesia mengalami jatuh bangun. Hingga 2019 atau selama 323 tahun menapaki jalan hidupnya, kopi mampu membawa Indonesia menjadi negara produsen kopi terbesar keempat di dunia. Kopi Indoensia, antara lain, telah menembus pasar Amerika Serikat, Jerman, Malaysia, Italia, Mesir, dan Jepang.
Organisasi Kopi Internasional (International Coffee Organization/ICO) mencatat, produksi kopi di Indonesia pada 2019 sebanyak 565.000 ton dan konsumsi kopi di dalam negeri menembus 288.000 ton. ICO juga menyebutkan, tingkat konsumsi Indonesia tumbuh 44 persen dalam sepuluh tahun terakhir (Oktober 2008-September 2019). Konsumsi kopi Indonesia per kapita 1,13 kilogram per tahun. Tak heran jika bisnis kopi tumbuh merebak hampir di setiap daerah di Nusantara.
Tingkat konsumsi Indonesia tumbuh 44 persen dalam sepuluh tahun terakhir (Oktober 2008-September 2019). Konsumsi kopi Indonesia per kapita 1,13 kilogram per tahun.
Melintas zaman
Hasil riset Toffin, perusahaan penyedia solusi bisnis berupa barang dan jasa di industri hotel, restoran, dan kafe, menunjukkan, jumlah kedai kopi di Indonesia pada Agustus 2019 sebanyak 2.950 gerai. Jumlah ini meningkat hampir tiga kali lipat dibandingkan pada 2016 yang hanya sekitar 1.000 gerai.
Penjualan produk kopi siap minum atau (ready to drink/RTD) terus meningkat. Data Euromonitor menunjukkan, volume penjualan ritel kopi RTD pada 2013 di Indonesia sekitar 50 juta liter, kemudian pada 2018 meningkat menjadi hampir 120 juta liter.
Toffin memperkirakan, nilai pasar bisnis kedai kopi di Indonesia mencapai Rp 4,8 triliun per tahun. Angka itu didapat dari hitungan jumlah gerai kedai kopi yang terdata saat ini dan asumsi penjualan rata-rata per gerai sebanyak 200 gelas per hari dengan harga rata-rata kopi Rp 22.000 per gelas.
Nilai pasar bisnis kedai kopi di Indonesia mencapai Rp 4,8 triliun per tahun. Angka itu didapat dari hitungan jumlah gerai kedai kopi yang terdata saat ini dan asumsi penjualan rata-rata per gerai sebanyak 200 gelas per hari dengan harga rata-rata kopi Rp 22.000 per gelas.
Hasil riset Toffin itu juga menunjukkan, kopi tak hanya sajian bagi generasi tua, tetapi juga kalangan muda (generasi Y dan Z). Mereka meminati kedai Coffee to Go yang menyediakan kopi RTD berkualitas dengan harga terjangkau. Dalam setahun terakhir, 40 persen generasi ini membeli minuman kopinya dari gerai kopi jenis ini dengan rata-rata alokasi belanja minum kopi Rp 200.000 per bulan.
Segelas kopi terus melintas zaman, mewarnai sejarah Nusantara. Segelas kopi menggeliatkan ekonomi dan produk-produk kreatif yang terinspirasi dari kopi. Ekonomi segelas kopi perlu tetap dijaga dan terus ditumbuhkan.