RI Ambil Peluang di Tengah Tensi Perseteruan AS-China
Relasi perdagangan Amerika Serikat dan China masih panas. Di tengah tensi tersebut, ada peluang yang bisa dimanfaatkan Indonesia untuk menjaga pertumbuhan ekspor secara berkelanjutan dan berhati-hati.
Oleh
M Paschalia Judith J
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Neraca perdagangan pada triwulan-I 2021 mencatatkan kinerja positif. Untuk menjaga pertumbuhan tersebut, pemerintah berencana memanfaatkan peluang ekspor yang muncul seiring meningkatnya kembali tensi perseteruan Amerika Serikat dan China.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, neraca perdagangan RI pada triwulan-I 2021 surplus 5,52 miliar dollar AS. Nilai ekspornya 48,9 miliar dollar AS atau melejit 17,11 persen dibandingkan dengan periode sama 2020 dan nilai impornya 43,38 miliar dollar AS atau meningkat 10,76 persen.
Kinerja ekspor industri pengolahan meroket 18,06 persen menjadi 38,95 miliar dollar AS. Adapun impor bahan baku/penolong, sebagai penopang industri dalam negeri, tumbuh 10,16 persen menjadi 32,8 miliar dollar AS. Sementara barang modal, pendorong investasi, naik 11,47 persen menjadi 6,53 miliar dollar AS.
Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi, Jumat (16/4/2021), mengatakan, kinerja tersebut menjadi sinyal pertumbuhan ekonomi Indonesia dengan struktur yang lebih baik. Pertumbuhan impor bahan baku/penolong dan barang modal menjadi landasan pacunya.
”Pada saat yang sama, ketegangan perseteruan AS dan China kembali menguat. Namun, permintaan AS ke Indonesia, khususnya terhadap produk-produk yang menjadi substitusi (dari China), tergolong tinggi. Contohnya, alat elektronik dan komunikasi, pakaian jadi, dan alas kaki,” tuturnya dalam telekonferensi di Jakarta.
AS dan China merupakan negara tujuan ekspor utama RI. Pangsa pasar ekspor Indonesia ke China dan AS pada Januari-Maret 2021 masing-masing sebesar 21,36 persen dan 11,86 persen. Pada periode tersebut, nilai ekspor Indonesia ke China melonjak 62,98 persen, sedangkan ke AS naik 15,94 persen dibandingkan dengan periode sama tahun sebelumnya.
Selain memanfaatkan peluang ketegangan itu, lanjut Lutfi, Kementerian Perdagangan (Kemendag) juga berencana menyasar negara-negara di Afrika bagian barat, utara, dan selatan dengan membuka kantor perwakilan perdagangan. Kemendag juga akan menambah kantor perwakilan perdagangan di China.
Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita berpendapat, pertumbuhan ekspor tersebut tak lepas dari perbaikan kinerja sektor industri sepanjang triwulan-I 2021. Perbaikan itu turut tecermin dari capaian Indeks Manajer Pembelian (PMI) Manufaktur Indonesia yang berada di posisi 53,2 pada Maret 2021.
Sementara itu, ekonom Bahana Sekuritas Satria Sambijantoro menilai, kinerja neraca perdagangan pada Maret 2021 perlu disikapi dengan hati-hati, salah satunya lantaran tren ekspor-impor yang cenderung tumbuh menjelang Ramadhan-Lebaran. Ke depan, ekspor Indonesia diuntungkan dengan harga komoditas yang cenderung naik dan pemulihan ekonomi negara-negara mitra.
Kinerja neraca perdagangan pada Maret 2021 perlu disikapi dengan hati-hati, salah satunya lantaran tren ekspor-impor yang cenderung tumbuh menjelang Ramadhan-Lebaran.
Prospek sawit
Kelompok produk lemak dan minyak hewan/nabati menempati peringkat pertama dalam golongan barang ekspor utama Indonesia sepanjang Januari-Maret 2021. Data BPS menunjukkan, nilai ekspor kelompok tersebut sebesar 6,96 miliar dollar AS atau tumbuh 45,35 persen dibandingkan dengan periode sama tahun sebelumnya.
Menurut Lutfi, hal itu dipengaruhi oleh terganggunya panen kedelai dunia sehingga harganya menjadi sekitar 120 dollar AS lebih mahal dibandingkan minyak kelapa sawit dalam satuan yang sama. ”Saat ini harga minyak kelapa sawit hampir menyentuh 1.100 dollar AS per ton. Saya perkirakan, keadaan ini tidak akan melandai hingga Juni 2021,” ujarnya.
Saat ini harga minyak kelapa sawit hampir menyentuh 1.100 dollar AS per ton. Saya perkirakan, keadaan ini tidak akan melandai hingga Juni 2021.
Direktur Eksekutif Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Mukti Sardjono mengatakan, harga rata-rata minyak kelapa sawit mentah (CPO) pada Februari 2021 sebesar 1.085 dollar AS per ton, lebih tinggi 60 dollar AS per ton dibandingkan bulan sebelumnya. Ini merupakan harga tertinggi dalam enam tahun terakhir.
”Harga tinggi itu disebabkan oleh produksi minyak nabati yang rendah sekaligus produksi biodiesel yang meningkat. Peningkatan itu seiring dengan komitmen Indonesia, AS, Brasil, dan Jerman untuk mengimplementasikan program biodiesel,” tuturnya melalui siaran pers, Jumat.