Kinerja impor bahan baku dan barang modal serta ekspor menunjukkan adanya geliat beragam sektor dan pergerakan investasi. Aktivitas ini berjalan seiring dengan program vaksinasi.
Oleh
M Paschalia Judith J
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pertumbuhan ekspor nonmigas serta impor bahan baku dan barang modal menunjukkan industri manufaktur mulai menggeliat. Aktivitas itu menandakan adanya pemulihan perekonomian seiring dengan vaksinasi yang tengah digencarkan pemerintah.
Badan Pusat Statistik (BPS) merilis, Senin (15/3/2021), surplus neraca perdagangan pada Februari 2021 mencapai 2 miliar dollar Amerika Serikat (AS). Surplus ini terbentuk dari total ekspor yang senilai 15,26 miliar dollar AS dan impor 13,26 miliar dollar AS.
Sepanjang Januari-Februari 2021, neraca perdagangan mencatatkan surplus sebesar 3,96 miliar dollar AS dengan nilai total ekspor 30,55 miliar dollar AS dan impor 26,59 miliar dollar AS. Surplus tersebut lebih tinggi dua kali lipat dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya senilai 1,88 miliar dollar AS.
Kepala BPS Suhariyanto mengatakan, kinerja neraca perdagangan tersebut memberikan sinyal pemulihan perekonomian nasional. ”Kinerja impor bahan baku dan barang modal serta ekspor menunjukkan adanya geliat beragam sektor dan pergerakan investasi. Aktivitas ini berjalan seiring dengan program vaksinasi,” ujarnya dalam telekonferensi pers di Jakarta.
Kinerja impor bahan baku dan barang modal serta ekspor menunjukkan adanya geliat beragam sektor dan pergerakan investasi. Aktivitas ini berjalan seiring dengan program vaksinasi.
Ekspor nonmigas sepanjang Januari-Februari 2021 tumbuh 10,52 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya menjadi 28,81 miliar dollar AS. Industri pengolahan, penyokong utamanya, mencatatkan pertumbuhan sebesar 10,29 persen menjadi 24,12 miliar dollar AS.
Berdasarkan penggunaan barang, nilai impor bahan baku/penolong sepanjang Januari-Februari sebesar 19,83 miliar dollar AS atau tumbuh 1,87 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Impor barang modal juga meningkat 1,6 persen menjadi 4,12 miliar dollar AS.
Suhariyanto menilai, kinerja tersebut selaras dengan Purchasing Managers’ Index (PMI) manufaktur Indonesia yang dirilis IHS Markit. Indeks itu menunjukkan, manufaktur Indonesia berada di tingkat yang ekspansif. Berdasarkan data IHS Markit, PMI manufaktur Indonesia pada Februari 2021 berada di posisi 50,9.
Sementara itu, Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi menyatakan, kinerja neraca perdagangan tersebut menunjukkan tren yang positif. ”Salah satu penyebabnya ialah insentif fiskal bagi industri otomotif. Insentif ini mendorong impor bahan baku dan barang modal untuk memenuhi konsumsi dalam negeri yang diharapkan dapat mencapai 800.000-1 juta unit pada tahun ini serta kebutuhan ekspor,” tuturnya dalam konferensi pers terpisah.
Kelompok barang yang berkontribusi paling besar pada impor sepanjang Januari-Februari 2021 ialah mesin dan perlengkapan elektrik dengan nilai 3,62 miliar dollar AS atau 15,24 persen terhadap nilai keseluruhan. Kelompok mesin dan perlengkapan mekanis menyusul setelahnya dengan kontribusi sebesar 14,88 persen atau setara dengan 3,53 miliar dollar AS.
Kinerja impor permesinan itu, menurut Wakil Ketua Umum Bidang Hubungan Internasional Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Shinta Widjaja Kamdani, umumnya berasosiasi dengan ekspansi investasi di sektor manufaktur dalam bentuk adopsi teknologi produksi baru. Apabila realisasi investasi pada triwulan-I 2021 menunjukkan tren serupa, kinerja tersebut menjadi sinyal positif pemulihan ekonomi jangka menengah dan panjang.
Meskipun demikian, belum semua sektor industri pulih sepenuhnya. Sektor-sektor yang sudah pulih terdiri dari makanan-minuman, agrobisnis, teknologi informasi, dan kesehatan. Ada ekspansi produktivitas di sektor-sektor tersebut karena tidak terlalu tertekan selama pandemi Covid-19.
Sektor-sektor industri lain, lanjut Shinta, cenderung berhati-hati dalam berekspansi ataupun mengimpor bahan baku. ”Daya beli dan keyakinan konsumsi pasar dalam negeri selama pandemi masih menjadi tantangan. Mayoritas industri manufaktur nasional berorientasi pasar domestik sehingga apabila pasar domestik tidak memiliki selera konsumsi seperti kondisi sebelum pandemi, pelaku industi enggan berekspansi,” tuturnya saat dihubungi.