Kondisi keuangan BUMN Karya bisa membaik tahun ini asal pemerintah dan perseroan cepat menempuh beberapa langkah strategis untuk memperbaiki manajemen arus kas.
Oleh
Agnes Theodora
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kinerja keuangan badan usaha milik negara sektor konstruksi menurun tajam pada 2020 akibat pandemi. Kondisi tahun ini diharapkan dapat membaik dengan kembali bergeraknya roda pembangunan infrastruktur dan berbagai aksi korporasi, seperti penerbitan obligasi dan divestasi aset.
Dampak pandemi yang berimbas pada berhentinya kegiatan konstruksi dan pembangunan proyek membuat perseroan karya menderita kerugian signifikan. Mereka dibayangi beban utang yang tinggi, sementara capaian pendapatan dan laba bersih selama 2020 anjlok akibat pandemi.
PT Waskita Karya (Persero) Tbk, misalnya, mencatat kerugian bersih Rp 7,38 triliun. Sebelumnya, pada 2019, perseroan masih mencatat laba bersih Rp 938,14 miliar. Waskita Karya pada 2020 juga membukukan pendapatan Rp 16,19 triliun, menurun 48,42 persen dibandingkan capaian tahun 2019 sebesar Rp 31,38 triliun.
Adapun PT Wijaya Karya (Persero) Tbk (Wika) mengalami penurunan penjualan 39 persen, dari Rp 27,2 triliun pada 2019 menjadi Rp 16,53 triliun pada 2020. Dengan pendapatan yang anjlok itu, laba bersih yang dibukukan perseroan pun menurun tajam 88 persen, dari Rp 2,63 triliun pada 2019 menjadi Rp 322 miliar pada 2020.
Peneliti BUMN Research Group Lembaga Manajemen Fakultas Ekonomi Bisnis Universitas Indonesia (LMFEB-UI) Toto Pranoto, Kamis (15/4/2021), mengatakan, kerugian yang saat ini dialami BUMN sektor karya tidak terelakkan. Hal ini disebabkan pandemi Covid-19 menghentikan kegiatan konstruksi dan menunda berbagai proyek pembangunan.
Kendati demikian, kondisi keuangan BUMN Karya bisa membaik tahun ini asal pemerintah dan perseroan cepat menempuh beberapa langkah strategis untuk memperbaiki manajemen arus kas. ”Salah satunya, merestrukturisasi utang BUMN Karya, baik lewat penerbitan obligasi maupun restrukturisasi kredit perbankan,” katanya.
Kondisi keuangan BUMN Karya bisa membaik tahun ini asal pemerintah dan perseroan cepat menempuh beberapa langkah strategis untuk memperbaiki manajemen arus kas.
Menurut Toto, saat ini, beberapa BUMN Karya mulai merestrukturisasi pembiayaannya lewat menerbitkan obligasi baru yang dijamin pemerintah, seperti Waskita Karya. ”Salah satu alasan kenapa Waskita Karya rugi besar, karena mereka harus membayar beban biaya bunga pinjaman tahun lalu hingga Rp 4,5 triliun. Kini, dengan obligasi yang dijamin pemerintah, otomatis kupon bunganya lebih rendah,” kata Toto.
Selain restrukturisasi utang, langkah lain yang dapat ditempuh BUMN Karya adalah mempercepat proses divestasi aset atau kepemilikan saham ruas jalan tol. Menurut Toto, selama pandemi, upaya divestasi sulit dilakukan karena investor enggan mengambil risiko dan tidak ada yang mengakuisisi ruas jalan tol BUMN karya.
Namun, tahun ini, sejumlah perseroan karya mulai mendivestasikan ruas jalan tolnya. ”Waskita Karya sudah memulai divestasi. BUMN karya lain juga harus segera mendivestasikan proyek jalan tol mereka untuk membantu memulihkan arus kas,” kata Toto.
Ia meyakini kondisi tahun ini akan membaik dengan mulai bergulirnya proyek pembangunan infrastruktur dan proyek-proyek strategis nasional pemerintah maupun BUMN lain.
”Belanja pemerintah harus menjadi motor utama untuk menggerakkan kembali ekonomi. Jika vaksinasi berhasil, seharusnya tahun ini, sebagian proyek yang sempat berhenti bisa lanjut,” kata Toto.
Kondisi keuangan BUMN karya semakin tertekan saat pandemi akibat beratnya beban utang perseroan. Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Deniey A Purwanto mengatakan, kenaikan utang BUMN Karya sebenarnya sudah terlihat sejak 5-6 tahun terakhir, bukan hanya karena dampak pandemi. Namun, pandemi ini memperparah situasi.
Sebelum pandemi, BUMN Karya telah menunjukkan solvabilitas yang mendekati atau melewati batas wajar. Rasio utang terhadap aset (debt to asset ratio) BUMN karya tercatat selalu di atas 65 persen selama lima tahun terakhir. Rasio utang terhadap ekuitas (debt to equity ratio) BUMN Karya juga mulai mendekati, bahkan melewati batas wajar.
Data Kementerian Keuangan, rasio utang terhadap ekuitas PT Adhi Karya (Persero) Tbk sebanyak 5,76 kali, Waskita Karya 3,42 kali, PT PP Properti Tbk 2,9 kali, dan Wika 2,7 kali. ”Perlu ada solusi kebijakan untuk mengupayakan cara meminimalkan utang-utang ini ke depan,” kata Deniey.
Kenaikan utang BUMN Karya sebenarnya sudah terlihat sejak 5-6 tahun terakhir, bukan hanya karena dampak pandemi. Namun, pandemi ini memperparah situasi.
Direktur Utama PT Wika Agung Budi Waskito mengatakan, pihaknya telah menyiapkan sejumlah rencana strategis tahun ini untuk memperbaiki kondisi keuangan perseroan. Salah satunya, menerbitkan obligasi berkelanjutan tahap II sebesar Rp 3 triliun untuk membantu likuiditas perseroan.
Pada tahun 2021, Agung optimistis perseroan bisa meningkatkan penjualan Rp 26,24 triliun dan laba bersih senilai Rp 1,05 triliun. ”Kami optimistis, tahun ini, dengan adanya beberapa proyek pemerintahan, serta proyek-proyek sejumlah BUMN yang mulai dilelang, kinerja BUMN Karya bisa naik lagi,” katanya.
Lebih lanjut, ke depan, Wika akan melakukan transformasi bisnis. Wika, yang memiliki sejumlah lini bisnis terkait industri pertambangan, akan lebih selektif mengarahkan investasinya ke sektor energi baru terbarukan, air, dan pertambangan.
Menurut Agung, sektor-sektor itu akan menjanjikan di masa depan serta saat ini belum banyak dilirik perusahaan lain. WIKA tidak memiliki rencana untuk berinvestasi di proyek jalan tol lagi.
”Kami tidak akan investasi di jalan tol, karena kami akan memimpin di bidang industri tambang dan mineral. Kami akan cari investasi yang quick win, yang berisiko rendah meski pendapatannya tidak terlalu tinggi. Lebih baik dapat pendapatan yang tidak banyak, tetapi risiko lebih kecil dan lebih berkelanjutan,” katanya.