Menanti Gerak Masif BUMN
Peran BUMN penerima dana jumbo dalam pemulihan ekonomi tengah ditunggu. Efektivitas suntikan dana ini perlu diuji agar perusahaan-perusahaan pelat merah itu tak sekadar cari selamat sendiri di kala pandemi Covid-19.
Ekonomi nasional pada 2020 tumbuh minus 2,07 persen. Seiring dengan itu, jumlah pengangur dan penduduk miskin bertambah menjadi 9,77 juta penganggur per Agustus 2020 dan 27,55 juta orang miskin per September 2020. Tingkat kemiskinan Indonesia per September 2020 sebesar 10,19 persen sehingga menempatkan kembali Indonesia ke tingkat kemiskinan dua angka yang ditinggalkan sejak Maret 2018.
Dalam upaya memulihkan ekonomi serta mengatasi lonjakan pengangguran dan kemiskinan, pemerintah dan berbagai pemangku kepentingan terkait perlu berkolaborasi. Tak terkecuali perusahaan-perusahaan milik negara. Apalagi, pemerintah telah menyuntikkan dana yang cukup besar kepada sejumlah badan usaha milik negara (BUMN) di tengah pandemi Covid-19.
Kini, peran BUMN-BUMN penerima dana jumbo dalam pemulihan ekonomi tengah dinanti. Efektivitas suntikan dana ini perlu diuji agar perusahaan-perusahaan pelat merah itu tidak sekadar menyelamatkan diri sendiri.
Pada 2020, pemerintah melalui Kementerian Keuangan telah menggelontorkan dana kepada sejumlah BUMN sebesar Rp 75,94 triliun. Sebanyak Rp 56,28 triliun dalam bentuk penyertaan modal negara (PMN) dan sisanya berupa pinjaman Investasi Pemerintah dalam rangka Pemulihan Ekonomi Nasional (IP-PEN). IP-PEN ini antara lain diberikan bagi PT Krakatau Steel (Persero) Tbk sebesar Rp 3 triliun, PT Garuda Indonesia Tbk Rp 8,5 triliun, PT Kereta Api Indonesia (Persero) Rp 3,5 triliun.
Pada 2021, alokasi PMN sebesar Rp 42,38 triliun akan diberikan ke sembilan perseroan. Beberapa di antaranya PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia (Persero) sebesar Rp 20 triliun, PT Hutama Karya (Persero) Rp 6,2 triliun, PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) Rp 5 triliun, Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia Rp 5 triliun, dan PT Sarana Multigriya Finansial Rp 2,2 triliun.
Kini, peran BUMN-BUMN penerima dana jumbo dalam pemulihan ekonomi tengah dinanti. Efektivitas suntikan dana ini perlu diuji agar perusahaan-perusahaan pelat merah itu tidak sekadar menyelamatkan diri sendiri.
Baca juga: Optimalkan Dampak Sosial dan Ekonomi
Beberapa perseroan yang menerima PMN pada 2020, seperti PT Permodalan Nasional Madani (Persero) atau PNM yang mendapat Rp 2,5 triliun, sudah menyalurkan suntikan dana itu kepada para nasabahnya. Direktur Utama PT PNM Arief Mulyadi mengatakan, PMN pertama diterima pada 29 Juli 2020 dan telah disalurkan pada 18 Agustus 2020 ke 342.555 nasabah PNM Mekaar (pelaku usaha ultra mikro) dengan rata-rata plafon di bawah Rp 3 juta.
PMN tahap kedua diterima pada 4 Desember 2020 dan telah disalurkan seluruhnya pada 23 Desember 2020 kepada 599.962 nasabah dengan rata-rata plafon di bawah Rp 3 juta. ”Selain pembiayaan pelaku usaha ultra mikro, PMN itu juga dapat meningkatkan posisi tawar perseroan dalam mencari sumber pembiayaan lain demi menyehatkan kondisi keuangan,” katanya.
Direktur Utama PLN Zulkifli Zaini menyatakan, pada 29 Juli 2020, PLN menerima PMN sebesar Rp 5 triliun. Pada 2021, PLN akan kembali mendapat PMN sebesar Rp 5 triliun atau jauh lebih kecil dari yang diusulkan, yakni Rp 20 triliun. ”PMN tersebut akan digunakan untuk membangun jaringan distribusi Rp 2 triliun dan pembiayaan program listrik desa Rp 1 triliun,” ujarnya.
Baca juga: PLN Dapat PMN Rp 5 Triliun untuk Bangun Jaringan dan Listrik Desa
Pemerhati BUMN dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, Toto Pranoto, berpendapat, perbaikan tata kelola BUMN, khususnya penerima dana dari pemerintah, penting mengingat peran esensial BUMN. Keputusan pemerintah menyuntik dana selama pandemi tepat karena sejumlah perusahaan pelat merah punya tugas besar menggerakkan ekonomi selama pandemi.
Ia mencontohkan, BUMN yang bergerak di bidang penjaminan kredit, seperti PT Askrindo (Persero) dan PT Jamkrindo (Persero), atau PT PNM yang memberi pinjaman ke pelaku usaha mikro lewat program Mekaar dan membangkitkan ekonomi rakyat. Contoh lain, PLN Persero) yang bertugas menjamin kebutuhan listrik semua masyarakat lewat program subsidi ke masyarakat lapis bawah.
”Beberapa BUMN sudah menjalankan fungsi mereka dalam konteks public service obligation, seperti perseroan yang bergerak untuk pinjaman usaha mikro kecil,” kata Toto.
Keputusan pemerintah menyuntik dana selama pandemi tepat karena sejumlah perusahaan pelat merah punya tugas besar menggerakkan ekonomi selama pandemi.
Menurut Toto, untuk mengukur seberapa jauh dampak dari bantuan suntikan dana itu, diperlukan waktu. Sebab, PMN untuk beberapa perseroan baru cair dalam waktu 4-5 bulan terakhir. ”Dampaknya nanti bisa dilihat dari data kinerja setiap perseroan yang pasti akan dilaporkan dan bisa diakses publik,” ujarnya.
Berkaca dari pengalaman, belum semua BUMN bisa mengoptimalkan suntikan dana dari pemerintah. Beberapa BUMN yang pernah menerima PMN bahkan kinerjanya justru bertambah buruk.
”Kondisi BUMN ini sifatnya masih pareto. Artinya, dari total keseluruhan BUMN, hanya beberapa BUMN yang kinerjanya bagus dan berkontribusi pada keseluruhan total pendapatan BUMN,” ujarnya.
Ia mencontohkan, sampai akhir 2020, total aset seluruh perusahaan BUMN mendekati Rp 8.000 triliun, tetapi perolehan labanya sekitar Rp 150 triliun. Itu menunjukkan, tingkat pengembalian aset (return on asset) perusahaan BUMN masih relatif kecil di bawah 2 persen.
”Inilah yang menyebabkan kenapa PMN sudah banyak digelontorkan, tetapi rata-rata performanya tidak terlalu baik,” katanya.
Meski demikian, Toto menegaskan, tolok ukur performa BUMN bukan semata-mata profit, melainkan juga dampak sosial ekonominya, berhubung BUMN menanggung beban penugasan yang sifatnya melayani publik. Oleh karena itu, gambaran performa BUMN tidak cukup hanya melalui hasil audit dan laporan kinerja keuangan perusahaan, tetapi dampaknya pada publik.
Kementerian BUMN harus lebih aktif menindaklanjuti laporan pengawasan berlapis yang sudah dilakukan internal BUMN, kantor akuntan publik, dan Badan Pemeriksa Keuangan. ”Dari sisi pengawasan dan pemeriksaan kinerja sebenarnya cukup, tinggal bagaimana pemerintah menindaklanjuti. Sering kali, BPK sudah memberi temuan dan rekomendasi, tetapi tindak lanjutnya yang kedodoran,” katanya.
Baca juga: Mitigasi Risiko Keuangan Penanganan Covid-19
Sementara Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, investasi pemerintah di BUMN dibutuhkan sebagai katalis pemacu pembangunan dan kegiatan ekonomi nasional. BUMN diyakini dapat menjadi agen pembangunan untuk mendorong kegiatan ekonomi yang berdampak sosial dan ekonomi yang tinggi, yang biasanya dinilai kurang menguntungkan oleh swasta.
”Meski BUMN tidak punya profitabilitas seperti swasta, dampak sosial-ekonominya penting sehingga harus terus dikembangkan dan dibangun. Untuk itu, dukungan PMN ditujukan supaya BUMN tetap memiliki neraca yang relatif sehat dan kuat, tetapi tetap akuntabel dan efisien,” katanya.
Meski BUMN tidak punya profitabilitas seperti swasta, dampak sosial-ekonominya penting sehingga harus terus dikembangkan dan dibangun.
Kementerian Keuangan mencatat, selama satu dekade, dari 2010-2020, PMN yang diberikan negara ke BUMN sudah mencapai total Rp 186,47 triliun (tunai dan nontunai). Dalam lima tahun terakhir, suntikan modal ke BUMN naik signifikan karena fokus pemerintah pada pembangunan infrastruktur membutuhkan BUMN sebagai motor penggerak.
PMN yang digunakan untuk peningkatan kapasitas usaha sebesar Rp 179,1 triliun dan untuk perbaikan struktur modal Rp 7,3 triliun. Penggunaan PMN terbesar selama satu dekade terakhir digunakan untuk pembangunan infrastruktur dan konektivitas senilai Rp 84,47 triliun dan kemandirian energi senilai Rp 35,6 triliun.
Sebagai gantinya, sepanjang satu dekade itu, BUMN menyetor penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dalam bentuk dividen sebesar Rp 377,8 triliun dan menyetor penerimaan pajak sebesar Rp 1.518,7 triliun.
Baca juga: Realisasi Pencairan PMN Masih Rendah
Sektor pangan
Pangan merupakan salah satu sektor yang paling terlihat bertumbuh menggerakkan ekonomi. Sumbangan sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan dalam produk domestik bruto (PDB) ini meningkat di tengah pandemi Covid-19.
BPS mencatat, sektor ini berkontribusi 13,7 persen dalam perekonomian nasional 2020, naik dibandingkan dengan 2019 yang sebesar 12,7 persen. Di balik sektor ini, produsen pangan (petani, perternak, dan nelayan) juga membutuhkan sentuhan-sentuhan BUMN-BUMN terkait.
Sekretaris Perusahaan Perum Bulog Awaludin Iqbal menuturkan, korporasi tetap konsisten menyerap gabah/beras petani dan menyalurkannya kepada masyarakat, baik dengan skema kewajiban pelayanan umum (PSO) maupun komersial. ”Dengan serapan ini, ada aliran dana Bulog ke petani,” katanya.
Sepanjang 2020, Bulog merealisasikan pengadaan dalam negeri sebanyak 1,257 juta ton setara beras. Jika dibandingkan, realisasi pengadaan sepanjang 2019 sebesar 1,201 juta ton setara beras. Bulog juga telah menyalurkan 1,027 juta ton cadangan beras pemerintah untuk operasi pasar, program Sembako Beras 2020 (316.906 ton), dan bantuan sosial beras (450.000 ton). Stok akhir 2020 sekitar 990.000 ton setara beras.
Baca juga: BUMN Kluster Pangan Berbenah dan Bergerak
Direktur Operasional Perum Perikanan Indonesia (Perindo) Raenhat Tiranto Hutabarat menuturkan, pada 2021, Perindo akan memperluas jumlah kemitraan dengan jaringan nelayan, koperasi nelayan, dan pembudidaya. Penyerapan ikan ditargetkan meningkat 151,51 persen secara tahunan, yakni dari 5.143 ton pada 2020 menjadi 12.917 ton pada 2021.
”Jumlah kemitraan budidaya ditargetkan meningkat 217,6 persen dari 551 mitra pada 2020 menjadi 1.750 mitra tahun ini,” katanya.
Sementara Direktur Utama PT Berdikari (Persero) Harry Warganegara mengemukakan, Berdikari berkomitmen menjaga harga pangan, terutama daging ayam, agar tidak bergelojak dan merugikan peternak. Berdikari juga menghimpun peternak dengan pola kemitraan wilayah. Di tiap wilayah, terdapat integrator lokal yang memiliki akses ke kelompok peternak, rumah potong, hingga kanal penjualan.
Agar dapat semakin optimal dalam menjalankan perannya, perusahaan membutuhkan suntikan modal. ”Apabila memperoleh modal kerja sekitar Rp 500 miliar, kami dapat menjadi semacam Bulog khusus perunggasan sehingga fungsi stabilisasi harga dapat semakin kuat,” ujarnya.
Sebelumnya, pemerintah juga membentuk BUMN kluster pangan yang dinakhodai PT Rajawali Nusantara Indonesia (Persero). Tujuannya adalah mengintegrasikan bisnis pangan dari hulu hingga hilir dalam satu tata kelola usaha. Di bawah payung BUMN kluster pangan, bisnis hulu akan menjadi tanggung jawab PT Pertani (Persero) yang akan dilebur dengan PT Sang Hyang Sri (Persero).
Bisnis warehouse akan dijalankan PT Bhanda Ghara Reksa (Persero) atau BGR. Kemudian untuk bisnis perdagangan dan distribusi, PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (Persero) atau PPI akan memegang kendali.
Baca juga: Sinergi Perusahaan dan Petani Topang Substitusi Impor Pangan