Pasokan 11 bahan pangan pokok jelang Ramadhan-Idul Fitri 2021 dinilai aman meski empat di antaranya, yakni gula, daging sapi, kedelai, dan bawang putih, mesti impor sebagian. Faktor distribusi menentukan ketersediaan.
Oleh
Agnes Theodora
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Menjelang bulan Ramadhan dan hari raya Idul Fitri 2021, pemerintah menjamin pasokan bahan pangan pokok dalam keadaan aman. Namun, pemerataan distribusi bahan pokok perlu dilakukan secara tepat waktu untuk menjaga ketersediaan stok dan stabilitas harganya.
Data Prognosa Ketersediaan dan Kebutuhan Pangan Pokok Strategis Nasional Periode Januari-Mei 2021 yang dikeluarkan Kementerian Pertanian memperkirakan, pasokan kebutuhan 11 bahan pokok menjelang Ramadhan dan Idul Fitri dalam keadaan cukup.
Komoditas dasar, seperti beras, diperkirakan surplus sampai Mei 2021. Sisa stok beras pada akhir Desember 2020 tercatat masih 7,3 juta ton. Sementara peda Mei mendatang, produksi beras dalam negeri diperkirakan bertambah sebanyak 17,5 juta ton. Perkiraan kebutuhan beras nasional adalah 12,3 juta ton. Dengan demikian, sampai Mei 2021, masih ada surplus beras 12,5 juta ton.
Berdasarkan hasil perhitungan sampai 2 Maret 2021, stok beras yang tersimpan di Bulog, penggilingan, pedagang, dan Pasar Induk Beras Cipinang (PIBC) masih mencapai total 6 juta ton. Surplus beras diperkirakan terjadi karena pada Maret-April 2021 ini memasuki masa panen raya. Selain beras, komoditas lain, seperti jagung, juga akan surplus 2,4 juta ton karena memasuki masa panen sampai Mei 2021.
Ketersediaan cabai juga diprediksi surplus. Produksi cabai besar sampai Mei 2021 diperkirakan mencapai 496.358 ton dan cabai rawit mencapai 448.902 ton. Jumlah itu melebihi perkiraan kebutuhan cabai nasional sampai Mei 2021, yakni 432.129 ton cabai besar dan 392.747 cabai rawit. Dengan demikian, masih tersisa surplus 56.155 ton cabai rawit dan 64.229 ton cabai besar.
”Secara keseluruhan, kondisi semua stok komoditas bahan kebutuhan pokok dalam kondisi aman menjelang hari raya,” kata Kepala Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian Agung Hendriadi, Sabtu (27/3/2021), saat dihubungi di Jakarta.
Meski ketersediaan pangan sebagian besar komoditas sudah cukup, Agung menyatakan beberapa komoditas masih harus mengimpor dari luar negeri. Sebab, produksi dalam negeri belum mampu memenuhi total kebutuhan nasional. Ada empat komoditas yang harus diimpor, yaitu kedelai, bawang putih, daging sapi/kerbau, dan gula pasir.
Impor
Pemerintah akan mengimpor 1,04 juta ton kedelai untuk memenuhi kebutuhan kedelai nasional sebanyak 1,3 juta ton. Itu karena stok kedelai per akhir Desember 2020 tersisa 413.117 ton. Sementara perkiraan produksi dalam negeri sampai Mei 2021 hanya mampu mencapai 42.449 ton. Dari target impor tersebut, sampai Februari 2021, realisasi impor kedelai sudah mencapai 43,18 persen.
Pemerintah juga mengimpor 111.296 ton daging sapi/kerbau, yang baru terealisasi 10,01 persen per Februari 2021. Ada pula impor 257.824 ton bawang putih yang per Februari 2021 baru terealisasi 22,68 persen. Terakhir, impor gula pasir sebanyak 646.944 ton, yang realisasinya per Februari 2021 sudah mencapai 54,44 persen.
”Sebagian komoditas hasil impor saat ini sudah masuk. Nanti akan bertahap dipenuhi sampai Mei 2021,” kata Agung.
Pada rapat kerja dengan Komisi IV DPR, sepekan lalu, Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo mengatakan, untuk menjamin ketersediaan bahan pokok serta stabilitas harga untuk petani dan konsumen, pemerintah menyiapkan sejumlah langkah pemantauan produksi dan distribusi, serta percepatan impor dan distribusi komoditas impor.
”Kami juga memantau perkembangan harga harian komoditas utama untuk mendeteksi dan mengantisipasi peningkatan atau penurunan harga ekstrem yang berpotensi meresahkan masyarakat,” katanya.
Distribusi
Peneliti Institute for Development on Economics and Finance (Indef), Rusli Abdullah, mengingatkan, pemerataan distribusi ke daerah yang menghadapi defisit komoditas tertentu harus diantisipasi. Dengan demikian, ketersediaan stok dan stabilitas harga di semua daerah dapat lebih terjamin.
Meski produksi berjalan sesuai perkiraan dan pasokan nasional tercukupi, tanpa distribusi yang cepat dan merata ke daerah-daerah defisit, harga pangan tidak akan stabil menjelang Ramadhan.
”Di atas kertas, secara kuantitas, mungkin aman. Namun, kalau logistik terganggu, barangnya tidak akan tersedia di pasar-pasar secara merata. Maka, jalur distribusi harus aman. Masih ada beberapa daerah yang mengalami musim hujan. Ini harus menjadi perhatian pemerintah,” kata Rusli.
Ia menambahkan, sejak jauh hari, pemerintah seharusnya sudah memetakan kondisi pasokan dan harga komoditas di setiap daerah dan mengidentifikasi daerah yang mengalami surplus dan defisit. Pemetaan yang mendetail itu dapat membantu penyusunan kebijakan yang lebih strategis, khususnya dalam hal distribusi.
”Kementan sudah mempunyai data pemetaan yang detail untuk beras, tetapi belum untuk komoditas lain. Memang, komoditas lain tidak sepokok beras, tetapi pemerintah harus mengupayakan pemetaan yang sama detailnya agar persoalan distribusi bisa diantisipasi sejak awal,” kata Rusli.