Pemerintah telah mengeluarkan izin impor sekitar 680.000 ton gula mentah dan gula konsumsi sejak akhir tahun lalu. Gula impor diandalkan untuk mengatasi gejolak harga dan dijanjikan tidak mengganggu panen petani tebu.
Oleh
M Paschalia Judith J
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah mengandalkan gula impor untuk mengatasi lonjakan harga seiring naiknya permintaan konsumen pada periode Ramadhan dan Lebaran 2021. Namun, tata perdagangan gula impor perlu menjadi perhatian agar benar-benar berdampak di tingkat masyarakat.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat kenaikan impor kelompok barang dengan kode HS 17, yakni gula dan kembang gula, sehingga menempatkannya di posisi ketiga pada Februari 2021. ”Kenaikan kelompok barang ini (kode HS 17) mencapai 75,6 juta dollar AS,” kata Kepala BPS Suhariyanto saat telekonferensi pers, Senin (15/3/2021).
Nilai impor gula sepanjang Januari-Februari 2021 mencapai 481,7 juta dollar AS. Angka ini 99,38 persen lebih tinggi dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Gula diimpor antara lain dari Australia, Brasil, dan India.
Sementara itu, pemantauan Kementerian Perdagangan menunjukkan, harga gula per Jumat (12/3) mencapai Rp 13.070 per kilogram (kg). Data Pusat Informasi Harga Pangan Strategis, rata-rata nasional harga gula di pasar tradisional per Jumat Rp 14.250 per kg.
Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi menyatakan, izin impor yang telah dikeluarkan akhir tahun lalu berkisar 680.000 ton dalam bentuk gula mentah (raw sugar) dan gula kristal putih atau gula konsumsi 150.000 ton. Sebanyak 147.270 ton gula mentah di antaranya sudah digiling dan 88.811 ton telah didistribusikan. Adapun gula konsumsi yang diimpor akan menjadi cadangan stok yang dikelola oleh badan usaha milik negara (BUMN).
Dengan volume impor sebanyak itu, dia menjamin tidak ada kenaikan harga hingga mencapai Rp 16.000-Rp 17.000 per kg seperti tahun lalu. ”Kami juga mempertimbangkan Idul Fitri yang dirayakan sebelum musim giling tebu petani. Selain itu, kami akan melihat hasil panen dari tebu rakyat ini sepanjang Mei-September mendatang,” katanya saat konferensi pers.
Meski saat ini gula di tingkat konsumen masih di atas harga eceran tertinggi (HET), yakni Rp 12.500 per kg, dia optimistis nilainya akan turun perlahan hingga menyentuh HET. Dalam mengawasi tata kelola perdagangan, dia menugasi Direktorat Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tata Niaga
Sebelumnya, Kementerian Pertanian memperkirakan, kebutuhan gula pasir sepanjang Januari-Mei 2021 mencapai 1,21 juta ton. Dengan stok awal 2021 yang sebesar 804.685 ton, perkiraan produksi nasional sebanyak 135.795 ton, dan realisasi impor, surplus gula di Indonesia berpotensi mencapai 368.460 ton.
Agar gula impor berdampak optimal pada stabilisasi harga di masyarakat, Direktur Eksekutif Asosiasi Gula Indonesia (AGI) Budi Hidayat mengimbau pemerintah untuk mendata stok di setiap mata rantai pasok.
”Stok perlu dipetakan dan perhatikan daerah-daerah yang berpotensi defisit, biasanya terjadi di wilayah Indonesia timur. Hal ini dapat diantisipasi dengan mendekatkan pelabuhan bongkar muat,” katanya saat dihubungi.
Dalam rapat bersama Komisi IV DPR RI, Direktur Utama PT Rajawali Nusantara Indonesia (Persero) Arief Prasetyo Adi menyatakan, pihaknya mendapatkan alokasi impor gula kristal putih sebanyak 75.000 ton. Gula impor tersebut direncanakan tiba di pelabuhan setiap pekan selama April 2021. Ada tiga pelabuhan kedatangan, yakni Tanjung Priok, Jakarta; Belawan, Sumatera Utara; serta Tanjung Perak, Surabaya.