Perluas Jangkauan Bansos Melalui Tekfin, Payung Hukum Dibutuhkan
Tekfin dapat menjadi alternatif tambahan sebagai penyalur bansos dengan jangkauan yang luas, tanpa harus menggantikan peran lembaga keuangan lain.
Oleh
Dimas Waraditya Nugraha
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Penetrasi digitalisasi terhadap penyaluran bantuan sosial untuk masyarakat dapat meningkatkan efektabilitas dan akuntabilitas program pemerintah. Oleh karena itu, dibutuhkan payung hukum yang mendukung prinsip multisaluran dalam implementasi program jaminan sosial.
Ketua Steering Comittee Indonesia Fintech Society (IFSoc) Mirza Adityaswara, Selasa (9/3/2021), mengatakan, pemerintah perlu meningkatkan kolaborasi dengan para pelaku teknologi finansial (tekfin) dalam penyaluran program bantuan sosial (bansos) nontunai. Tujuannya agar penyaluran dapat semakin efektif dan tepat sasaran.
Mirza yang pernah menjabat Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI) periode 2013-2019 ini menilai, penambahan jalur distribusi bansos melalui tekfin akan menjangkau masyarakat yang lebih luas.
”Ini sejalan dengan penetrasi jaringan internet dan penggunaan telepon seluler sudah merambah ke hampir seluruh lapisan penduduk di berbagai wilayah,” ujarnya dalam diskusi virtual ”Digitalisasi Bansos untuk Meningkatkan Akuntabilitas dan Efektivitas Penyaluran Bansos” di Jakarta.
Penambahan jalur distribusi bansos melalui tekfin akan menjangkau masyarakat yang lebih luas.
Saat ini pemerintah baru berkolaborasi dengan tekfin penyedia layanan pembayaran digital LinkAja, OVO, dan Gopay dalam penyaluran insentif program jaminan sosial Kartu Prakerja.
Menurut Mirza, rencana peningkatan kolaborasi antara pemerintah dan tekfin dalam penyaluran bansos perlu didahului dengan pembaruan aturan yang berlaku. Dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 63 Tahun 2017 yang mengatur mekanisme penyaluran bantuan nontunai, belum terdapat ketentuan distribusi bansos melalui platform teknologi finansial.
Dalam peraturan tersebut, bansos nontunai disalurkan melalui bank penyalur ke rekening atas nama penerima bansos. ”Regulasi yang ada saat ini perlu memanfaatkan perkembangan teknologi dengan lebih optimal. Untuk itu, pemerintah diminta mengevaluasi dan merumuskan kebijakan yang mendukung prinsip omnichannel (multisaluran),” ujarnya.
Terkait prinsip multisaluran dalam penyaluran bansos, Mirza mencontohkan, kebijakan yang berlaku di Ekuador. Negara ini menerapkan kebijakan yang baik antar-lembaga sosial dan lembaga keuangan untuk mengidentifikasi hambatan yang ada pada regulasi
Hasilnya, Ekuador mampu melonggarkan persyaratan terkait penyaluran bansos dan menjadikan beberapa instansi non-keuangan, seperti apotek dan swalayan, menjadi agen penarikan tunai untuk bansos terkait Covid-19. ”Jadi, perpres sekarang bisa dipertimbangkan untuk diperluas jangkauannya, selain perbankan juga dari tekfin,” kata Mirza.
Dalam kesempatan yang sama, ekonom Centre for Strategic and International Studies (CSIS) sekaligus Steering Committee IFSoc, Yose Rizal Damuri, berpendapat, pengelolaan dan pengumpulan data bansos belum tertata dengan baik. Oleh karena itu, pemerintah perlu membuka pintu bagi tekfin sebagai alternatif tambahan penyaluran bansos.
”IFSoc mengusulkan agar pemerintah juga dapat mengeksplorasi pemanfaatan skema dan teknologi e-voucer dan e-kupon yang saat ini sudah digunakan di tekfin,” kata Yose.
Di tengah pandemi ini, lanjutnya, negara-negara di dunia mulai mendorong inklusi finansial dengan menggunakan teknologi, termasuk digitalisasi penyaluran bansos dan jaminan sosial. Sebagai tahap awal, pemerintah dapat memanfaatkan sandbox sebagai ruang uji coba digitalisasi penyaluran bansos, termasuk kerjasama antara bank dan tekfin.
Senada dengan Yose, ekonom Center of Reform on Economics (CORE) sekaligus anggota Steering Committee IFSoc, Hendri Saparini, menilai, bersama pelaku tekfin pemerintah dapat menciptakan platform terintegrasi dengan mengoptimalkan infrastruktur setiap kementerian dan lembaga sehingga lebih efisien.
Program Kartu Prakerja dari pemerintah ini juga turut mempercepat inklusi keuangan karena telah mendorong masyarakat mengadopsi layanan dompet digital.
Presiden Direktur OVO Karaniya Dharmasaputra mengatakan, penyaluran jaminan perlindungan sosial program Kartu Prakerja melalui teknologi digital merupakan terobosan dalam sistem penyaluran bansos yang tidak melibatkan perantara. Platform berbasis teknologi digital ini juga untuk mengatasi sejumlah masalah yang selama ini menghambat penyaluran bansos.
Program Kartu Prakerja dari pemerintah ini juga turut mempercepat inklusi keuangan karena telah mendorong masyarakat mengadopsi layanan dompet digital. Jika kerja sama pemerintah dengan pelaku tekfin dalam penyaluran bansos terus ditingkatkan, akan mengakselerasi perwujudan masyarakat yang bertransaksi tanpa uang tunai (cashless society) di Indonesia.
”Penyaluran dana program Kartu Prakerja melalui tekfin ini membuat masyarakat mulai melek dengan kehadiran dompet digital. Hal ini akan mempercepat harapan pemerintah untuk terciptanya cashless society,” ujarnya.