Permintaan Naik, Rekor Harga Minyak Tertinggi sejak Pandemi
Untuk pertama kalinya sejak pandemi Covid-19, harga minyak jenis Brent menyentuh level 71 dollar AS per barel. Pemerintah Indonesia harus mencermati gejala ini karena naiknya harga minyak berpengaruh terhadap subsidi.
Oleh
ARIS PRASETYO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kenaikan harga minyak mentah hingga menyentuh rekor tertinggi sejak pandemi Covid-19 menjadi pertanda pemulihan kondisi ekonomi di sejumlah negara. Pada Senin (8/3/2021) pagi, harga minyak mentah jenis Brent di laman Bloomberg menyentuh level 71,15 dollar AS per barel. RI harus mencermati gejala ini karena kenaikan harga minyak memengaruhi alokasi subsidi energi.
Sebelum pandemi atau pada Januari 2020, harga minyak mentah di level 65 dollar AS per barel. Secara perlahan, harga merosot seiring penyebaran Covid-19 yang meluas dan kebijakan karantina wilayah di sejumlah negara. Pada April 2020, harga minyak mentah Brent di level 20 dollar AS per barel. Bahkan, minyak jenis WTI sempat minus 36 dollar AS per barel.
Menurut Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro, kenaikan harga minyak dalam beberapa hari terakhir disebabkan faktor fundamental, yaitu permintaan yang tinggi di tengah pembatasan produksi minyak oleh Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC). OPEC beserta negara sekutunya sepakat untuk tetap membatasi produksi minyak hingga April 2021. Adapun kenaikan permintaan minyak datang dari negara-negara konsumsi utama minyak, seperti China dan India.
”Kenaikan ini menjadi pertanda pemulihan ekonomi global, terutama dari China dan India, sebagai negara pengonsumsi minyak dalam jumlah besar. Hal ini sekaligus menegaskan, kenaikan harga minyak disebabkan faktor fundamental, yaitu tingginya permintaan di tengah pasokan yang terbatas,” kata Komaidi saat dihubungi di Jakarta.
Pada April 2020, harga minyak mentah Brent ada di level 20 dollar AS per barel, bahkan jenis WTI menjadi minus hingga 36 dollar AS per barel.
Faktor lainnya, lanjut Komaidi, adalah persoalan geopolitik di kawasan Timur Tengah. Ada sejumlah gangguan keamanan terhadap fasilitas kilang milik Arab Saudi. Kondisi tersebut memengaruhi sentimen pasar yang menyebabkan harga minyak melonjak.
Pemerintah Indonesia, menurut Komaidi, harus mencermati gejala ini. Tidak tertutup kemungkinan harga minyak terus naik ke level 80 dollar AS per barel atau 90 dollar AS per barel. Pemerintah harus bisa mengantisipasi dengan kebijakan fiskal yang tepat.
”Jangan sampai gagap apabila harga minyak naik ke level 80 dollar AS-90 dollar AS per barel. Sebab, hal ini akan berpengaruh terhadap alokasi subsidi energi di dalam negeri. Indonesia masih bergantung pada energi fosil meski ambisius dalam rencana transisi energi,” tambah Komaidi.
Dalam keterangan resmi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), kenaikan harga minyak turut dipengaruhi penurunan produksi minyak mentah Amerika Serikat yang mencapai 1 juta barel per hari akibat cuaca ekstrem di wilayah Texas. Penyebab lain adalah kebijakan pemotongan produksi minyak OPEC hingga 7,2 juta barel per hari.
”Ada kenaikan permintaan gasoline (bensin) di China akibat pergeseran penggunaan transportasi umum ke kendaraan pribadi. Sekaligus mulai pulihnya beberapa industri di India sehingga berpengaruh terhadap tingginya permintaan,” ujar Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik, dan Kerja Sama pada Kementerian ESDM Agung Pribadi.
Harga minyak mentah jenis WTI yang naik menjadi 67 dollar AS per barel disebut ada di level tertinggi sejak Oktober 2018.
Di laman Reuters, kenaikan harga minyak mentah Brent kali ini merupakan yang tertinggi sejak awal Januari 2020. Harga minyak mentah jenis WTI yang naik menjadi 67 dollar AS per barel disebut ada di level tertinggi sejak Oktober 2018. Data pertumbuhan ekonomi yang positif di AS dan China menunjukkan perekonomian global mulai pulih.
Reuters melaporkan, kenaikan harga tersebut juga dipicu serangan kelompok Houthi di Yaman terhadap sejumlah fasilitas minyak milik Arab Saudi di kota Ras Tanura. Kota tersebut merupakan pusat industri minyak dan strategis terhadap bisnis ekspor minyak mentah. Namun, Pemerintah Arab Saudi menekankan, serangan tersebut tak memengaruhi ketahanan energi negara itu.
Di Indonesia, meski harga minyak sempat merosot ke level 20 dollar AS per barel pada April 2020, pemerintah tak menurunkan harga jual bahan bakar minyak (BBM). Pemerintah beralasan, harga minyak mentah dunia dan nilai tukar rupiah terhadap dollar AS masih labil. Ada potensi harga minyak mentah kembali merangkak naik.
”Selain itu, pemerintah masih menunggu dampak pemotongan produksi minyak mentah oleh negara OPEC dan aliansinya sebanyak 9,7 juta barel per hari,” kata Menteri ESDM Arifin Tasrif dalam rapat dengan Komisi VII DPR.