Momentum jatuhnya harga minyak dunia saat ini sebaiknya dijadikan landasan menata ulang harga BBM di Indonesia. Oleh karena itu, perlu ada transparansi tentang faktor pembentuk harga BBM agar publik lebih paham.
Oleh
aris prasetyo
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Jatuhnya harga minyak mentah dunia merupakan momentum tepat untuk merestrukturisasi harga bahan bakar minyak di Indonesia. Harga bahan bakar minyak nonsubsidi seharusnya bisa lebih murah.
Direktur Eksekutif Komite Penghapusan Bensin Bertimbal (KPBB) Ahmad Safrudin, Rabu (29/4/2020), berpendapat, harga bahan bakar minyak (BBM) nonsubsidi jenis pertamax di Indonesia seharusnya bisa lebih murah. Faktor utama kenapa harganya bisa lebih murah adalah jatuhnya harga minyak mentah dunia.
Berdasarkan kajian KPBB, dengan nilai kurs yang sama terhadap dollar AS, harga BBM dengan RON 95 di Malaysia dan Australia lebih murah ketimbang harga BBM jenis pertamax di Indonesia dengan RON 92. Saat ini, untuk wilayah Jawa, harga pertamax sebesar Rp 9.000 per liter. Di Malaysia, harga BBM dengan RON 95 yang memiliki kualitas lebih baik sekitar Rp 5.500 per liter.
”Pertamina memang sudah menurunkan harga pertamax beberapa waktu lalu. Tetapi, harga saat ini masih belum signifikan apabila mengacu pada harga minyak mentah dunia yang sedang jatuh,” kata Ahmad dalam telekonferensi pers, Rabu (29/4/2020), di Jakarta.
Pertamina memang sudah menurunkan harga pertamax beberapa waktu lalu. Tetapi, harga saat ini masih belum signifikan apabila mengacu pada harga minyak mentah dunia yang sedang jatuh.
Ahmad menambahkan, momentum jatuhnya harga minyak dunia saat ini sebaiknya dijadikan landasan menata ulang harga BBM di Indonesia. Oleh karena itu, perlu ada transparansi tentang faktor pembentuk harga BBM agar publik lebih paham. Namun, penentuan harga BBM juga tetap mempertimbangkan bisnis badan usaha.
Saat harga minyak mentah 63 dollar AS per barel pada Januari 2020, PT Pertamina (Persero) telah dua kali menurunkan harga pertamax dari Rp 9.850 per liter menjadi Rp 9.000 per liter. Pada periode tersebut, nilai tukar rupiah adalah Rp 13.700 per dollar AS. Adapun harga minyak mentah sepanjang April 2020 rata-rata adalah 20 dollar AS per barel dengan posisi kurs rupiah sekitar Rp 16.000 per dollar AS.
Pengajar di Fakultas Teknologi Kebumian dan Energi Universitas Trisakti Jakarta, Pri Agung Rakhmanto, mengatakan, variabel yang paling berpengaruh terhadap penghitungan harga BBM adalah harga minyak mentah dan nilai tukar rupiah terhadap dollar AS. Di tengah kemerosotan harga minyak saat ini dan pelemahan rupiah terhadap dollar AS, akibatnya terjadi dampak yang berlawanan.
Harga minyak mentah yang turun dapat menurunkan harga BBM, sebaliknya pelemahan nilai rupiah bisa menaikkan harga BBM. Secara umum masih ada ruang untuk menurunkan harga BBM.
”Penurunan harga BBM akan menjadi sangat rasional karena harga minyak mentah tahun ini diproyeksikan tetap rendah. Penurunan harga BBM bisa menjadi semacam insentif di tengah pandemi Covid-19 kendati efeknya belum tentu maksimal,” ujarnya.
Terkait turunnya harga minyak mentah dunia dan penurunan harga BBM dalam negeri, Vice President Corporate Communication Pertamina Fajriyah Usman mengatakan, ada faktor penentu lain untuk menentukan harga BBM. Faktor itu adalah nilai tukar rupiah terhadap dollar AS dan inflasi.
Berdasarkan kedua faktor tersebut, perhitungan harga BBM nonsubsidi ditetapkan secara periodik dalam hitungan bulan. Adapun untuk harga premium dan solar bersubsidi ditetapkan pemerintah.
”Pertamina juga sudah menurunkan harga BBM nonsubsidi pada Februari dan harganya lebih murah dibandingkan harga penjual BBM yang lain,” katanya.
Adapun untuk harga BBM jenis premium dan solar bersubsidi, harganya tidak berubah. Hal itu berdasarkan Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 83 K/12/MEM/2020 tentang Harga Jual Eceran Jenis Bahan Bakar Minyak Tertentu dan Jenis Bahan Bakar Minyak Khusus Penugasan.
Keputusan tersebut ditetapkan pada 8 April 2020. Harga premium ditetapkan Rp 6.450 per liter, sedangkan harga solar bersubsidi Rp 5.150 per liter. Harga tersebut tak berubah sejak April 2016.
Dalam rapat terbatas di Istana Merdeka, Jakarta, Rabu (18/3/2020), Presiden Joko Widodo meminta jajarannya menghitung ulang dampak penurunan harga minyak dunia. Dampak tersebut dikaitkan dengan harga BBM, baik yang subsidi maupun nonsubsidi, terhadap perekonomian nasional.
”Kita harus merespons dengan kebijakan yang tepat dan juga harus bisa memanfaatkan momentum ataupun peluang dari penurunan harga minyak tersebut bagi perekonomian nasional,” kata Presiden.