Pemerintah Buka Peluang Kapal Ikan Dibuat di Luar Negeri
Kapal perikanan dapat dibangun di luar negeri sepanjang galangan kapal tidak memadai. Upaya ini perlu diikuti pengawasan untuk memastikan tidak ada kapal asing yang beroperasi di Indonesia.
Oleh
BM Lukita Grahadyarini
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah membuka peluang kapal-kapal perikanan untuk dibuat di luar negeri. Kapal-kapal ikan buatan luar negeri yang mangkrak juga akan diaktifkan kembali.
Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Perikanan Tangkap Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Muhammad Zaini, Rabu (3/3/2021), mengatakan, galangan kapal perikanan di Indonesia sebenarnya mampu membuat kapal ukuran besar, hanya jumlahnya terbatas. Oleh karena itu, kapal-kapal perikanan dimungkinkan untuk dibangun di luar negeri apabila galangan kapal di dalam negeri dinilai tidak mampu.
Kebijakan ini, antara lain, akan tertuang dalam peraturan menteri kelautan dan perikanan (permen KP) sebagai aturan turunan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 27 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Kelautan dan Perikanan. Dalam aturan turunan itu, impor kapal perikanan harus mendapat persetujuan KKP dan izin impor akan diterbitkan oleh Kementerian Perdagangan.
”Kapal Indonesia yang dibuat di luar negeri belum tentu kapal milik asing. Kapal perikanan buatan luar negeri kalau diregistrasi di negara kita dan mengibarkan bendera Indonesia maka adalah kapal ikan Indonesia. Kita tidak akan memberikan izin kepada kapal ikan asing,” ujar Zaini dalam ”Dialog Interaktif: Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Kelautan dan Perikanan” yang digelar secara virtual di Jakarta.
Sebelumnya, pemerintah telah merevisi larangan kapal buatan luar negeri dalam Permen KP Nomor 58 Tahun 2020 tentang Usaha Perikanan Tangkap. Aturan itu merevisi ketentuan sebelumnya tentang larangan izin kapal buatan luar negeri, yang tertuang dalam Permen KP Nomor 56 Tahun 2014 tentang Moratorium Perizinan Usaha Perikanan Tangkap di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara RI sebagaimana diubah dalam Permen KP Nomor 10 Tahun 2015. Ketentuan larangan itu, antara lain, untuk mencegah kepemilikan modal asing di usaha perikanan tangkap.
Galangan kapal perikanan di Indonesia sebenarnya mampu membuat kapal ukuran besar, hanya jumlahnya terbatas. Oleh karena itu, kapal-kapal perikanan dimungkinkan untuk dibangun di luar negeri apabila galangan kapal di dalam negeri dinilai tidak mampu.
Peraturan Presiden Nomor 44 Tahun 2016 tentang Daftar Negatif Investasi menyebutkan, usaha perikanan tangkap tertutup bagi modal asing. Usaha penangkapan ikan hanya boleh dilakukan pengusaha nasional dan nelayan Indonesia.
Zaini menambahkan, KKP juga sedang mengkaji pemanfaatan kapal-kapal perikanan buatan luar negeri yang selama ini mangkrak akibat regulasi. Kapal buatan luar negeri yang mangkrak itu dimiliki oleh perusahaan Indonesia. Jumlah kapal mangkrak itu diperkirakan sekitar 600 unit.
”Kapal-kapal mangkrak itu bisa diduga kuat milik badan hukum Indonesia. Kapal milik asing biasanya sudah pulang,” katanya.
Sementara itu, PP No 27/2021 juga mengadopsi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dengan mengedepankan sanksi administrasi dalam pelanggaran aturan usaha di sektor kelautan dan perikanan. Adapun pemberian sanksi pidana hanya akan ditempuh sebagai langkah terakhir dalam penegakan hukum.
Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono mengemukakan, terjadi perubahan paradigma penegakan hukum dalam PP No 27/2021. Pengawasan dan sanksi yang berorientasi pada pemidanaan disempurnakan dengan mengedepankan sanksi administrasi.
”Pendekatan pembinaan terhadap pelaku pelanggaran, terutama yang tidak memiliki niat jahat, merupakan upaya agar pemidanaan kembali kepada khitahnya, sebagai ultimatum remidium dan sebagai upaya terakhir dalam penegakan hukum,” katanya.
Terjadi perubahan paradigma penegakan hukum dalam PP No 27/2021. Pengawasan dan sanksi yang berorientasi pada pemidanaan disempurnakan dengan mengedepankan sanksi administrasi.
Trenggono menambahkan, KKP kini tengah menyelesaikan 57 peraturan menteri sebagai tindak lanjut peraturan pemerintah yang merupakan turunan dari UU Cipta Kerja. Regulasi itu meliputi dua peraturan menteri sebagai turunan dari PP Nomor 5 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko.
Selain itu, ada juga 15 peraturan menteri sebagai turunan PP No 21/2021 tentang Penataan Penyelenggaraan Ruang dan 40 peraturan menteri sebagai turunan PP No 27/2021. Penyelesaian seluruh permen KP itu ditargetkan tuntas pada pertengahan Maret 2021 dan penetapan peraturan tersebut paling lambat pada 2 April 2021 atau dua bulan setelah terbitnya PP.
”Penyusunan aturan akan melibatkan semua pihak yang berkepentingan, termasuk pelaku usaha, akademisi, komunitas, dan media,” katanya.
Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran Yudi Nurul Ihsan mengkritisi tentang sanksi yang kini mengedepankan sanksi administrasi dibandingkan dengan sanksi pidana. Ia mengingatkan, masih banyak pelanggaran dan kejahatan yang kerap terjadi di sektor kelautan dan perikanan.
”Penerapan sanksi yang diatur dalam peraturan menteri sebagai turunan peraturan pemerintah dan UU Cipta Kerja harus memastikan bahwa sanksi atas kejahatan perikanan mampu memberikan efek jera bagi pelaku kejahatan perikanan,” katanya.
Yudi menambahkan, upaya pemerintah mendorong percepatan investasi perlu tetap menjaga prinsip pembangunan perikanan, yakni kedaulatan, kesejahteraan masyarakat, dan keberlanjutan sumber daya. ”Pemerintah harus bisa merespons kondisi (kasus) yang terjadi, apa yang harus dilakukan, sehingga hukuman bisa memberikan efek jera bagi pelaku kejahatan di sektor perikanan,” ujarnya.