Pembelian kendaraan bermotor saat ini bukan prioritas utama masyarakat. Mereka tengah berhemat dan memfokuskan alokasi dana ke kebutuhan pokok, barang primer, dan hiburan digital di rumah.
Oleh
M Paschalia Judith J
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Masyarakat kelas menengah masih berhati-hati mengonsumsi dan mengelola keuangan di tengah pandemi Covid-19. Membeli kendaraan bermotor baru tidak masuk dalam prioritas mereka meskipun ada iming-iming insentif pajak dan uang muka nol persen yang dikeluarkan pemerintah dan otoritas moneter.
Big Data Expert Continuum Data Indonesia Omar Abdillah, Minggu (21/2/2021), mengatakan, berdasarkan analisis terhadap mahadata media sosial, pembelian kendaraan bermotor saat ini bukan prioritas utama masyarakat. ”Mereka tengah berhemat dan memfokuskan alokasi dana ke kebutuhan pokok, barang primer, dan hiburan digital di rumah,” ujarnya dalam diskusi daring yang digelar Institute for Development of Economics and Finance (Indef).
Analisis mahadata tersebut juga menunjukkan, sepanjang 28 Desember 2020 hingga 17 Februari 2021, terdapat 3.000 pembicaraan mengenai insentif Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) kendaraan bermotor baru. Sebanyak 72 persen konsumen menyambut positif kebijakan itu karena harga mobil baru menjadi lebih murah, dapat mendongkrak industri otomotif dan lapangan kerja, serta dinilai sebagai insentif bagi masyarakat kelas menengah.
Sebaliknya, sebanyak 61 persen konsumen yang kontra terhadap kebijakan itu menilai, insentif akan mengurangi potensi pendapatan pajak negara. Sebanyak 28 persen konsumen yang kontra juga beralasan, kebijakan tersebut akan menambah kemacetan dan merusak lingkungan.
Pembelian kendaraan bermotor saat ini bukan prioritas utama masyarakat. Mereka tengah berhemat dan memfokuskan alokasi dana ke kebutuhan pokok, barang primer, dan hiburan digital di rumah.
Sebelumnya, pemerintah merelaksasi PPnBM kendaraan bermotor baru di bawah 1.500 cc dengan komponen lokal 75 persen untuk kategori sedan dan sistem penggerak 4 x 2. Pemerintah mengeluarkan kebijakan ini lantaran segmen tersebut diminati kelompok masyarakat kelas menengah dan memiliki tingkat pembelian lokal di atas 70 persen.
Tarif PPnBM ini akan turun bertahap dalam sembilan bulan dengan masing-masing tahap selama tiga bulan, mulai 1 Maret 2021. Tahap pertama PPnBM akan turun 100 persen dari tarif yang diberikan, tahap kedua menjadi 50 persen dari tarif, dan tahap ketiga 25 persen dari tarif. Pemberian insentif akan dievaluasi per 3 bulan.
Bank Indonesia kemudian melonggarkan ketentuan uang muka (DP) kredit atau pembiayaan kendaraan bermotor menjadi paling sedikit 0 persen. Kententuan ini berlaku untuk semua jenis kendaraaan bermotor baru, baik yang berbahan bakar minyak maupun yang berbahan bakar hijau, termasuk listrik.
Otoritas Jasa Keuangan melengkapinya dengan memberikan kelonggaran kepada perbankan dan perusahaan pembiayaan (multifinance) agar bisa memberikan kredit atau pembiayaan kepemilikaan kendaraan bermotor baru dengan DP O persen. Kebijakan itu berupa penurunan perhitungan aset tertimbang menurut risiko (ATMR).
Berdasarkan data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), penjualan mobil sepanjang tahun 2020 turun 45 persen dibandingkan pada tahun sebelumnya. Volume penjualan mobil pada akhir 2020 berkisar 500.000-600.000 unit.
Direktur Eksekutif Indef Tauhid Ahmad berpendapat, tanpa stimulus PPnBM, penjualan kendaraan bermotor akan tetap tumbuh dan kini tengah menuju titik normalnya. Merujuk pada kolase data Global Data, Indicators, Charts & Forecasts (CEIC), sepanjang Maret 2019-Februari 2020, rata-rata pertumbuhan penjualan bulanan seluruh kendaraan bermotor sebesar 0,98 persen.
Adapun pada Maret-Desember 2020, rata-rata pertumbuhan penjualan bulanan kendaraan bermotor mencapai 5,36 persen. Rata-rata pertumbuhan penjualan itu masih lebih rendah dibandingkan pada tahun sebelumnya.
”Pertumbuhan penjualan bulanan selama pandemi Covid-19 didorong oleh kebutuhan kelompok konsumen yang ingin tetap bermobilisasi tanpa menggunakan angkutan umum. Kendaraan pribadi menjadi solusi bagi kelompok itu,” katanya.
Ketua Institut Studi Transportasi (Instran) Jakarta Darmaningtyas menuturkan, saat ini masyarakat yang masih memiliki alokasi dana dari tabungan atau hasil investasi adalah kelompok menengah ke atas. Kendati masih memiliki tabungan, kelompok masyarakat tersebut masih cenderung untuk bertahan hidup dan tidak secara otomatis akan membeli mobil baru.
Selain itu, kebijakan insentif PPnBM ini kurang tepat karena dapat menambah kemacetan dan meningkatkan polusi udara. ”Pemerintah semestinya menyusun kebijakan yang mendorong mobilisasi masyarakat dengan transportasi berbasis nonmotor, seperti sepeda,” katanya.
Kebijakan insentif PPnBM ini kurang tepat karena dapat menambah kemacetan dan meningkatkan polusi udara.
Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menilai, stimulus PPnBM berpotensi mendorong permintaan mobil baru sehingga dapat meningkatkan kembali pertumbuhan industri otomotif. Industri ini merupakan salah satu sektor andalan yang memiliki kontribusi cukup besar pada perekonomian nasional.
Saat ini, terdapat 22 perusahaan industri kendaraan bermotor roda empat atau lebih di Indonesia. Nilai investasi sektor ini sebesar Rp 99,16 triliun dengan total kapasitas produksi 2,35 juta unit per tahun. Sementara tenaga kerja yang terserap sebanyak 38.390 orang.
”kami yakin kebijakan ini akan mendorong sisi permintaan dari industri otomotif. Pemerintah juga akan mengevaluasi besaran insentif ini setiap tiga bulan,” ujarnya melalui siaran pers.