Rencana pemerintah menurunkan Pajak Penjualan atas Barang Mewah untuk kendaraan bermotor di bawah 1.500 cc dinilai tak akan efektif mengerek penjualan otomotif. Pembeli kendaraan di bawah 1.500 cc cenderung menahan diri.
Oleh
INSAN ALFAJRI
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah dan industri otomotif optimistis penurunan tarif Pajak Penjualan atas Barang Mewah atau PPnBM untuk kendaraan bermotor dengan kapasitas mesin di bawah 1.500 cc bakal mendorong pertumbuhan industri otomotif. Namun, yang patut diingat, calon pembeli kendaraan ini punya segmen pasar tersendiri. Pandemi Covid-19 membuat mereka harus menahan pengeluaran.
Yedida Rani (36), warga Surabaya, Jawa Timur, dilema dengan aturan ini. Dia ingin mengganti mobilnya. Saat ini, dia menggunakan Toyota Rush, sementara suaminya menggunakan Honda CRV. Sekiranya ingin membeli mobil baru, dia lebih tertarik dengan mobil kapasitas lebih dari 1.500 cc. Sementara aturan insentif hanya untuk kendaraan bermotor di bawah 1.500 cc.
”Kalau mobil baru di atas 1.500 cc masih minta keringanan pajak penjualan, kesannya nanti bakal gimana gitu,” kata Yedida saat dihubungi, Minggu (14/2/2021).
Sindu Rahayu (41), warga Jakarta, merasa sudah cukup dengan kendaraan saat ini. Dia punya satu mobil pribadi dengan merek Honda CRV. Selain itu, dia dan suami sama-sama punya mobil dinas. Dia tak berminat membeli mobil baru karena tak ingin menghindari pajak progresif. Jika suatu saat ingin mengganti mobil, dia lebih tertarik dengan mobil listrik.
”Untuk sekarang, mobil pribadi satu saja cukup. Kan, cuma untuk mengantar anak-anak sekolah. Itu pun sekarang mobil lebih sering parkir karena anak-anak sekolah daring,” jelas Sindu.
Warga Jakarta lainnya, Cindy Silviana (32) dan suami, memang punya rencana membeli mobil sebab mereka belum punya mobil pribadi. Mobil impiannya di bawah 1.500 cc dan masuk kategori penurunan tarif PPnBM. Namun, uang mereka hingga saat ini belum cukup untuk membawa pulang mobil baru seharga Rp 300-an juta itu. ”Ditambah lagi, kemarin habis kena scam juga. Uangku lumayan banyak hilang,” kata Cindy.
Sementara itu, peneliti Institute for Development of Economics and Finance, Bhima Yudhistira, mengungkapkan, mobil 1.500 cc merupakan entry level untuk pemula yang baru pertama kali membeli mobil. Di masa pandemi ini kondisi keuangan mereka tertekan. Alokasi anggaran mereka dialihkan untuk pemenuhan kebutuhan pokok seperti pangan dan simpanan untuk biaya kesehatan.
”Mereka akan menimbang antara membeli mobil baru atau naik transportasi publik, karena memiliki kendaraan membutuhkan alokasi biaya perawatan, bensin, dan parkir. Sebagian anak muda kelas menengah juga banyak yang memilih naik ojek daring karena lebih hemat. Apalagi bepergian ke luar rumah jarang karena dibatasi oleh pandemi,” jelasnya.
Mereka akan menimbang antara membeli mobil baru atau naik transportasi publik, karena memiliki kendaraan membutuhkan alokasi biaya perawatan, bensin, dan parkir. Sebagian anak muda kelas menengah juga banyak yang memilih naik ojek daring karena lebih hemat.
Pemerintah menurunkan PPnBM secara bertahap setiap tiga bulan dan akan berlangsung selama sembilan bulan, mulai 1 Maret 2021. Sasarannya adalah kendaraan bermotor dengan kapasitas mesin di bawah 1.500 cc, yaitu kategori sedan dan sistem penggerak 4x2. Pada tahap pertama, PPnBM akan turun 100 persen dari tarif yang diberikan, tahap kedua menjadi 50 persen dari tarif, dan tahap ketiga turun 25 persen dari tarif.
Selain tak akan signifikan mengerek penjualan mobil, Bhima berpendapat kebijakan ini kontradiktif karena diberlakukan di tengah pandemi. Di satu sisi, mobilitas masyarakat dibatasi melalui pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM). Pada saat bersamaan, masyarakat didorong untuk membeli mobil baru.
”Sekarang mau beli mobil baru terus diparkir di garasi saja? Kan, mereka enggak bisa leluasa jalan juga karena ada PPKM dan razia antigen di tempat-tempat wisata. Ditambah lagi, leasing juga masih mengerem pinjaman baru karena risiko kredit macet masih tinggi. Setelah pandemi reda, baru beri stimulus. Untuk sekarang lebih baik fokusnya mempertahankan daya beli dengan alokasi belanja ke makanan dan kesehatan. Kalau pemerintah mau bantu, mending kasih bantuan sosial tunai lebih besar,” tuturnya.
Sebelumnya, Ketua I Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) Jongkie D Sugiarto menyampaikan respons positif pelaku usaha atas kebijakan relaksasi PPnBM. Dia meyakini penjualan produk otomotif akan meningkat.
Untuk sekarang lebih baik fokusnya mempertahankan daya beli dengan alokasi belanja ke makanan dan kesehatan. Kalau pemerintah mau bantu, mending kasih bantuan sosial tunai lebih besar.
Berdasarkan data Gaikindo, penjualan mobil secara nasional, baik wholesale (dari pabrik ke diler) maupun ritel, pada 2020 anjlok dibandingkan dengan 2019. Penjualan mobil dari pabrik ke diler turun 48,35 persen menjadi 532.027 unit, sedangkan ritel turun 44,55 persen menjadi 578.327 unit.
Kementerian Perindustrian mencatat, penurunan tarif PPnBM akan meningkatkan produksi kendaraan bermotor sebanyak 81.752 unit. Estimasi penambahan output industri otomotif diperkirakan menyumbang pendapatan negara Rp 1,4 triliun.