Peran Masyarakat Lokal Penting bagi Kawasan Konservasi Perairan
Pengelolaan kawasan konservasi perairan harus melibatkan masyarakat setempat. Penegakan hukum yang disertai dengan pendekatan yang partisipatif juga dilaksanakan untuk mewujudkan pembangunan kelautan berkelanjutan.
Oleh
ARIS PRASETYO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Peran masyarakat lokal tidak bisa dipandang sebelah mata dalam pengelolaan kawasan konservasi perairan. Kepemimpinan yang kuat, dukungan politik, serta peran organisasi masyarakat sipil dan tokoh adat dapat menghasilkan tata ruang laut yang berkelanjutan.
Aspek keberlanjutan juga harus diseimbangkan dengan aspek ekonomi.
Direktur USAID Sustainable Ecosystems Advanced (SEA) Project Alan White mengungkapkan hal itu dalam acara penutupan kerja sama hibah USAID SEA Project yang berlangsung virtual, Rabu (17/2/2021).
USAID SEA Project merupakan kerja sama hibah antara Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dan USAID Indonesia yang berlangsung selama lima tahun pada 2016-2021. Tujuan kerja sama ini memperkuat tata kelola sumber daya perikanan dan kelautan, serta konservasi keanekaragaman hayati di Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP).
Menurut Alan, pengelolaan perikanan di Indonesia harus dilakukan dengan pendekatan ekosistem. Dalam pengelolaannya, selain mempertimbangkan aspek keberlanjutan pelestarian perikanan, juga harus mempertimbangkan aspek sosial dan ekonomi di sekitar wilayah tersebut. Masyarakat lokal dan pemerintah daerah berperan penting dalam membangun kawasan konservasi perairan.
”Pengelolaan kawasan konservasi perairan harus mampu menciptakan lapangan kerja bagi masyarakat lokal. Oleh karena itu, dukungan negara dan pemerintah daerah sangat diperlukan,” ujar Alan.
Masyarakat lokal dan pemerintah daerah memainkan peranan penting dalam membangun kawasan konservasi perairan.
USAID SEA juga merekomendasikan penegakan hukum untuk meningkatkan kepatuhan. Pelibatan masyarakat di wilayah sumber daya kelautan dan perikanan penting dalam mendukung penegakan hukum tersebut. Penegakan hukum juga harus disertai dengan pendekatan yang paritisipatif, khususnya bagi masyarakat di sekitar sumber daya laut dan perikanan.
Kepala Biro Perencanaan KKP Ishartini menambahkan, proyek USAID SEA di Indonesia mampu memperkuat pengelolaan ekosistem dan kawasan konservasi perairan. Tercatat 14 kawasan konservasi perairan dengan luas keseluruhan 1,63 juta hektar. Ke-14 kawasan tersebut tersebar di Provinsi Maluku, Maluku Utara, dan Papua Barat.
Menurut Direktur Konservasi dan Keanekaragaman Hayati Laut KKP Andi Rusandi, pengelolaan 14 kawasan konservasi perairan menjadi sumbangsih yang penting bagi pembangunan berkelanjutan di wilayah perairan di Indonesia. Pihaknya berkomitmen memperluas pengelolaan kawasan konservasi perairan.
Melindungi pelaut
Dalam acara terpisah, Deputi Bidang Koordinasi Kedaulatan Maritim dan Energi pada Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Basilio Dias Araujo mengatakan, Pemerintah Indonesia berkomitmen memberi perlindungan terhadap pelaut Indonesia di mana pun ia berada. Salah satu sebabnya adalah kontribusi pelaut Indonesia terhadap penerimaan negara sangat besar.
Pengelolaan 14 kawasan konservasi perairan menjadi sumbangsih yang penting bagi pembangunan berkelanjutan di wilayah perairan di Indonesia.
Menurut data yang dimiliki pemerintah, jumlah pelaut Indonesia, baik yang bekerja di laut lepas maupun di negara lain sebagai pelaut residen, per Februari 2021, sebanyak 1,19 juta orang. Dengan upah rata-rata 750 dollar AS atau setara hampir Rp 10,5 juta per bulan, potensi yang dihasilkan Rp 150 triliun.
”Untuk sektor perikanan, Indonesia adalah pemasok tenaga kerja perikanan terbanyak di dunia. Oleh karena itu, tak ada alasan bagi pemerintah untuk tidak memberi perlindungan kepada pelaut-pelaut Indonesia yang tersebar di seluruh dunia,” kata Basilio.
Meskipun demikian, lanjut Basilio, Pemerintah Indonesia mencatat masih banyak kasus eksploitasi, penelantaran, atau pelanggaran hak asasi mansuia terhadap pelaut dan awak kapal perikanan. Beberapa tantangan yang dihadapi pemerintah untuk mengatasi persoalan tersebut adalah data dan laporan mengenai penanganan kasus pelaut dan awak kapal perikanan belum terintegrasi.
”Selain itu, belum ada aturan teknis pelaksanaan pengawasan bersama oleh lintas kementerian dan lembaga teknis yang memiliki irisan kewenangan dalam aspek ketenagakerjaan di sektor kelautan dan perikanan,” ujar Basilio.