Efektivitas PPKM Mikro Tentukan Pemulihan Ekonomi
PPKM mikro diharapkan dapat menekan kasus positif dan melandaikan kurva sebagai prasyarat penangangan Covid-19 dan pemulihan ekonomi nasional.
JAKARTA, KOMPAS — Pembatasan kegiatan masyarakat berskala mikro mesti diberlakukan secara terkontrol, terukur, dan tepat sasaran. Jika tidak, kebijakan ini akan membuang peluang pemulihan ekonomi dan menambah beban negara.
Pemberlakukan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) berskala mikro akan berlangsung pada 9-22 Februari 2021. PPKM mikro ini mencakup tingkat RT/RW di kota/kabupaten dan desa/kelurahan. Tujuannya menekan peningkatan kasus positif Covid-19.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, Senin (8/2/2021), menuturkan, PPKM mikro berlaku untuk Jawa dan Bali. Kedua wilayah ini mewakili sekitar 66 persen dari total kasus Covid-19 nasional. Kasus positif Covid-19 per 7 Februari 2021 secara kumulatif sebanyak 1.157.837 orang.
”PPKM mikro diharapkan dapat menekan kasus positif dan melandaikan kurva sebagai prasyarat penangangan Covid-19 dan pemulihan ekonomi nasional,” ujarnya dalam telekonferensi pers di Jakarta.
PPKM mikro diharapkan dapat menekan kasus positif dan melandaikan kurva sebagai prasyarat penangangan Covid-19 dan pemulihan ekonomi nasional.
Ketentuan pembatasan kegiatan ini mencakup kapasitas bekerja di kantor, operasional restoran, dan kegiatan di tempat ibadah maksimal 50 persen. Selain itu, jam operasional mal dan pusat perbelanjaan sampai pukul 21.00, fasilitas umum masih ditutup, dan kegiatan sosial budaya dihentikan sementara.
Menurut Airlangga, khusus untuk sektor esensial yang berkaitan dengan kebutuhan pokok masyarakat, termasuk kegiatan konstruksi, dapat beroperasi 100 persen dengan pengaturan jam operasional, kapasitas, dan protokol kesehatan ketat. Hal ini untuk menjaga agar aktivitas ekonomi tidak berhenti total.
”Penerapan protokol kesehatan di sektor-sektor esensial, seperti ritel dan restoran, sudah lebih ketat sehingga yang perlu dijaga kini pada level mikro, yakni permukiman,” ujarnya.
Dari hasil evaluasi PPKM tahap I dan II, mobilitas per sektor usaha turun cukup tajam. Misalnya, sektor ritel turun 22 persen, toko makanan dan minuman 3 persen, fasilitas umum 25 persen, transportasi umum 36 persen, dan perkantoran 31 persen. Sementara mobilitas di area permukiman justru naik 7 persen.
Baca Juga: Pastikan Pembatasan Skala Mikro Lebih Substantif
World Bank Country Director for Indonesia and Timor Leste Satu Kahkonen menekankan, pengendalian Covid-19 menjadi kunci penting dalam agenda Pemulihan Ekonomi Nasional. Covid-19 yang tak kunjung terkendali akan menghilangkan peluang pemulihan ekonomi.
Salah satu peluang mempercepat pemulihan ekonomi dengan terlibat dalam rantai pasok global. Konfigurasi rantai pasok global yang selama ini berfokus di China akan berubah pascapandemi Covid-19. Indonesia berpeluang menarik investor masuk jika Covid-19 dapat tertangani dan kepercayaan masyarakat kembali.
”Kendati belum ada konsensus bagaimana rantai pasok global pascapandemi. Namun, dalam pandangan kami, perubahan global akan kuat terjadi,” ujar Kahkonen.
Indonesia berpeluang menarik investor masuk jika Covid-19 dapat tertangani dan kepercayaan masyarakat kembali.
Baca Juga: Ketidakefektifan Stimulus Fiskal Bebani APBN
Pemetaan sektor
Kepala Pusat Penelitian Industri, Perdagangan, dan Investasi Indef Andry Satrio Nugroho menambahkan, peraturan pembatasan aktivitas ekonomi sebaiknya tidak berlaku sama rata untuk semua sektor usaha. Pemerintah mesti memetakan sektor-sektor mana yang dapat beroperasi 100 persen dan tidak.
”Jika kapasitas operasi sektor pengolahan menjadi 25 persen, sama saja seperti menutup industri itu,” kata Andry.
Paling tidak ada lima industri yang mesti diprioritaskan, yaitu makanan dan minuman, tekstil dan pakaian jadi, kimia dan obat-obatan tradisional, barang logam, serta alat angkut dan transportasi. Izin operasional tetap harus dibarengi penerapan protokol ketat dan peralihan ke digital.
Baca Juga: Pelanggaran Protokol Kesehatan DIY Masih Tinggi
Dihubungi terpisah, Direktur Jenderal Administrasi Kewilayahan Kemendagri Safrizal ZA mengatakan, 98 persen kabupaten/kota di Indonesia sudah memiliki aturan mengenai penegakan protokol kesehatan termasuk sanksi di dalamnya sehingga desa hanya perlu membentuk tim penegakan disiplin.
Jika diperlukan sanksi, kepala desa atau lurah dapat melakukan musyawarah bersama dengan lembaga musyawarah desa atau kelurahan. Basis sanksi sesuai dengan peraturan kepala daerah yang sudah ada di tingkat kabupaten/kota.
Safrizal menambahkan, Menteri Dalam Negeri menerbitkan Instruksi Mendagri Nomor 3 Tahun 2021 tentang Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Berbasis Mikro dan Pembentukan Posko Penanganan Covid-19 di Tingkat Desa dan Kelurahan untuk Pengendalian Penyebaran Covid-19.
Dengan instruksi tersebut, kepala desa/lurah menjadi ujung tombak dalam pengendalian Covid-19, disertai kolaborasi dengan segenap elemen masyarakat dalam pelaksanaan PPKM. ”Pemberlakuan PPKM level mikro ini menuntut kolaborasi kerja sama partisipasi dari masyarakat di level komunitas sehingga seluruh unsur masyarakat semuanya ikut serta berpartisipasi,” kata Safrizal.
Pangan
Di sisi lain, Indonesia perlu menjaga sumber-sumber pertumbuhan ekonomi. Salah satunya adalah sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan. Ekonomi Indonesia pada 2020 tumbuh minus 2,07 persen, sementara sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan tumbuh 1,75 persen. Khusus subsektor tanaman pangan tumbuh 3,54 persen, hortikultura 4,17 persen, dan perkebunan 1,33 persen.
Ketua Dewan Penasihat Perhimpunan Ekonomi Pertanian Indonesia (Perhepi) Bayu Krisnamurthi mengatakan, sektor ini masih tumbuh di tengah kontraksi ekonomi karena konsumen memprioritaskan pengeluaran untuk memenuhi kebutuhan pangan. Selain itu, tren harga sejumlah komoditas pertanian dan perkebunan, terutama minyak kelapa sawit, di kancah global meningkat.
Fenomena La Nina pada tahun ini menjadi tantangan bagi kinerja sektor pertanian. Kualitas hasil panen sejumlah komoditas akan menurun akibat kandungan kadar air yang tinggi, seperti tebu, kelapa sawit, dan padi.
Kendati begitu, fenomena La Nina pada tahun ini menjadi tantangan bagi kinerja sektor pertanian. Kualitas hasil panen sejumlah komoditas akan menurun akibat kandungan kadar air yang tinggi, seperti tebu, kelapa sawit, dan padi.
”Pemerintah mesti mewaspadai situasi tersebut karena berdampak pada produksi sejumlah komoditas pertanian dan pangan strategis,” ujarnya.
Ketua Umum Perkumpulan Insan Tani dan Nelayan Indonesia (Intani) Guntur Subagja menyatakan, La Nina yang meningkatkan intensitas hujan menyebabkan banjir di sejumlah lahan pertanian di Jawa Barat dan Jawa Tengah. Dia berharap sawah tak tergenang dalam waktu yang lama sehingga masih bisa dipanen.
Baca Juga: Waspadai Dampak La Nina pada Pertanian