Pelanggaran protokol kesehatan masih banyak terjadi selama masa pembatasan kegiatan masyarakat di DIY. Kondisi ini menunjukkan rendahnya kesadaran publik tentang ancaman Covid-19.
Oleh
NINO CITRA ANUGRAHANTO
·4 menit baca
YOGYAKARTA, KOMPAS — Pelanggaran protokol kesehatan masih banyak terjadi selama masa pembatasan kegiatan masyarakat di Daerah Istimewa Yogyakarta. Kondisi ini menunjukkan rendahnya kesadaran publik untuk bersama-sama ikut menekan penyebaran penularan Covid-19. Tanpa adanya kesadaran bersama, wabah semakin sulit dikendalikan.
Menurut data dari Satuan Polisi Pamong Praja Daerah Istimewa Yogyakarta (Satpol PP DIY), ditemukan 968 pelanggaran protokol kesehatan berupa tidak mengenakan masker. Pelanggaran tersebut terjadi selama masa pembatasan kegiatan masyarakat secara terbatas yang berlangsung sejak 11 Januari atau tiga pekan lalu.
”Pelanggaran ini paling banyak terjadi di akhir pekan. Bisa ada 300 pelanggaran tidak pakai masker setiap Sabtu dan Minggu,” kata Kepala Satpol PP DIY Noviar Rahmad saat dihubungi, Minggu (31/1/2021).
Dalam periode pertama pembatasan kegiatan masyarakat, 11-25 Januari 2021, hukuman yang diberikan bagi pelanggar berupa kerja sosial, seperti menyapu jalan dan membersihkan sampah. Pada periode kedua pembatasan kegiatan, 26 Januari-8 Februari 2021, hukumannya diubah dengan penyitaan kartu tanda penduduk (KTP).
Dari luar pintunya ditutup, tetapi di dalam buka, beroperasi. Itu langsung kami tutup 3 kali 24 jam. Tidak ada kompromi.
KTP milik pelanggar protokol kesehatan bisa diambil kembali di kantor Satpol PP DIY. Namun, saat pengambilan KTP, pelanggar tersebut akan diberi tahu tentang kondisi penularan Covid-19 yang makin tinggi, tingkat kematian akibat Covid-19, dan minimnya kapasitas perawatan rumah sakit. Cara ini diharapkan mampu menggugah kesadaran pelanggar mengenai pentingnya protokol kesehatan. Satu pekan hukuman ini berjalan, ada 69 pelanggar yang disita KTP-nya.
”Jadi biar mereka memahami bahayanya Covid-19. Kalau dia terkena, perawatannya semakin susah,” kata Noviar.
Pelanggaran lain yang juga masih ditemukan adalah penerapan 25 persen kapasitas restoran dan jam tutup operasional. Pada masa pembatasan kegiatan masyarakat, aktivitas makan dan minum di tempat hanya diperbolehkan diisi 25 persen dari kapasitasnya, sedangkan tempat usaha juga diizinkan beroperasi hanya sampai pukul 20.00. Selama tiga pekan masa pembatasan, tercatat ada 460 pelanggaran penerapan 25 persen kapasitas restoran dan 793 pelanggaran jam tutup operasional tempat usaha.
Tutup tiga hari
Restoran dan tempat usaha yang melakukan pelanggaran tersebut, apabila baru pertama kali dilakukan, hanya diberi surat peringatan. Namun, jika peringatan yang diberikan tak digubris, restoran dan tempat usaha itu akan ditutup selama tiga hari. Sepanjang masa pembatasan kegiatan masyarakat, sudah ada 82 tempat usaha yang ditutup sementara akibat melakukan pelanggaran tersebut.
Noviar menyatakan, bahkan ada tempat hiburan yang beroperasi dengan sembunyi-sembunyi. Pengoperasiannya melebihi peraturan jam tutup dan penerapan kapasitas. Pelanggaran seperti itu langsung diberi hukuman berupa penutupan operasionalisasi sementara selama tiga hari.
”Dari luar pintunya ditutup, tetapi di dalam buka, beroperasi. Itu langsung kami tutup 3 kali 24 jam. Tidak ada kompromi,” ucap Noviar.
Kebijakan pembatasan kegiatan masyarakat dikeluarkan menyikapi tingginya angka penularan Covid-19 di DIY. Harapannya, dengan penerapan kebijakan tersebut, laju penularan Covid-19 dapat ditekan. Namun, kenyataannya, pelanggaran masih saja ditemukan meski penerapan pembatasan kegiatan masyarakat sudah berlangsung lebih kurang tiga pekan.
Konsistensi pemerintah
Riris Andono Ahmad, ahli epidemiologi dari UGM, menyampaikan, kebijakan ini dapat memberikan hasil berupa penekanan laju penularan jika ada konsistensi dan ketegasan dari pemerintah. Di sisi lain, masyarakat harus punya kesadaran tentang risiko penularan Covid-19 sehingga mau membatasi mobilitasnya. Pembatasan mobilitas menjadi krusial mengingat hal itu merupakan satu-satunya cara agar penularan tidak menyebar luas.
”Ini syarat yang tidak bisa dikompromikan. Virus tidak pernah bisa berdiskusi. Dia mengikuti hukum alam. Kalau mobilitasnya meningkat, dia akan dengan mudah menyebar,” katanya.
Andono menambahkan, apabila mobilitas masyarakat tidak dibatasi di tengah tingginya laju penularan Covid-19, wabah bisa semakin tidak terkendali. Sistem kesehatan tergerogoti hingga perlahan nantinya tumbang. Tumbangnya sistem kesehatan memberikan dampak ikutan lainnya, seperti semakin melemahnya sektor ekonomi.
Pada industri wisata, misalnya, tidak akan ada aktivitas wisata jika nanti para pelaku wisata tertular Covid-19. Di sisi lain, sistem kesehatan sudah telanjur kolaps. Praktis, pelaku wisata tidak akan mendapat penanganan kesehatan yang baik. Hal ini berujung pada kolapsnya industri wisata.
”Jadi, ada efek dominonya. Sekarang, tinggal mau seberapa parah mengalami ini agar sama-sama mau berubah?” kata Doni.
Menurut data Dinas Kesehatan DIY, pada 27-31 Januari 2021, penambahan kasus positif Covid-19 selalu lebih dari 250 orang per hari. Adapun total kasus terkonfirmasi positif Covid-19 hingga 31 Januari 2021 mencapai 21.825 orang.
Kondisi itu semakin memprihatinkan mengingat kasus kematian pasien terkonfirmasi positif juga selalu muncul setiap hari. Dalam kurun empat hari terakhir, terdapat 48 pasien terkonfirmasi positif yang meninggal. Kasus positif yang meninggal paling banyak terjadi pada 27 Januari 2021, jumlahnya mencapai 15 pasien dalam satu hari.