logo Kompas.id
EkonomiCovid-19, Biden, dan Peta...
Iklan

Covid-19, Biden, dan Peta Perdagangan Maritim Dunia

Asia terus mendominasi arena perdagangan maritim global. Kawasan ini telah memperkuat posisinya sebagai pusat maritim yang menyatukan lebih dari 50 persen volume perdagangan maritim global.

Oleh
hendriyo widi
· 6 menit baca
https://cdn-assetd.kompas.id/ykUTJtMN-qXVmIdwPAdw27cJTAw=/1024x576/filters:watermark(https://cdn-content.kompas.id/umum/kompas_main_logo.png,-16p,-13p,0)/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2020%2F09%2F20200922_ENGLISH-RESESI-EKONOMI_D_1600786312.jpg
KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO

Suasana bongkar muat peti kemas di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Selasa (22/9/2020).

Perdagangan maritim internasional tahun ini semakin berada di bawah tekanan berat akibat krisis kesehatan global. Konferensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Perdagangan dan Pembangunan atau UNCTAD menyebutkan, pertumbuhan volume perdagangan maritim dunia pada 2020 akan turun 4,1 persen dari 2019.

Dalam Tinjauan Transportasi Maritim 2020 UNCTAD yang dipublikasikan pada 12 November 2020 disebutkan, krisis kesehatan dan ekonomi global yang dipicu pandemi Covid-19 telah mengubah lanskap perdagangan dan transportasi laut secara signifikan. Penguncian wilayah dan pembatasan sosial untuk memutus rantai penularan Covid-19 menyebabkan permintaan dan stok terganggu. Kondisi ini menyebabkan rantai pasok perdagangan global terkontraksi. Arus perdagangan barang tersendat sehingga berdampak pada sektor transportasi laut global.

Pandemi semakin memperburuk kinerja perdagangan maritim internasional yang sebelumnya terimbas perang dagang Amerika Serikat-China dan proteksi perdagangan yang dilakukan sejumlah negara. Perang dagang dan proteksionisme menyebabkan volume perdagangan maritim dunia pada 2019 hanya tumbuh 0,5 persen menjadi 11,08 miliar ton.

Angka pertumbuhan itu lebih rendah dari 2018 yang masih tumbuh sebesar 2,8 persen. Bersamaan dengan itu, lalu lintas pelabuhan peti kemas global melambat karena hanya tumbuh 2 persen pada 2019. Angka itu jauh dari pertumbuhan pada 2018 yang mencapai 5,1 persen. Hal ini juga tidak terlepas dari pergeseran pencarian pasar dan pemasok alternatif akibat ketegangan perdagangan.

Laporan tersebut juga menyebutkan, prospek jangka pendek perdagangan maritim masih suram. Krisis akibat pandemi menyulitkan berbagai kalangan terkait untuk memprediksi dampak jangka panjang pandemi, serta waktu dan skala pemulihan industri.

Kendati begitu, UNCTAD berharap pertumbuhan perdagangan maritim dunia akan kembali meningkat positif mulai tahun depan. Dengan asumsi ekonomi dunia sudah mulai pulih dari krisis kesehatan, UNCTAD memperkirakan volume perdagangan maritim global tumbuh 4,8 persen pada 2021.

Pertumbuhan perdagangan maritim dunia akan kembali meningkat positif mulai tahun depan. Dengan asumsi ekonomi dunia sudah mulai pulih dari krisis kesehatan, UNCTAD memperkirakan volume perdagangan maritim global tumbuh 4,8 persen pada 2021.

https://cdn-assetd.kompas.id/IJI0cvLVbBmCh5kG9Gb7HvZO3Ko=/1024x1280/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2020%2F11%2F20201114-perdagangan-maritim-mumed_1605373462.png

Organisasi Perdagangan dunia (WTO) dalam laporan terbarunya pada 6 Oktober 2020 menyatakan, perdagangan global pada tahun ini memang menunjukkan tanda-tanda pulih dari kemerosotan akibat imbas pandemi. Namun, untuk mengembalikannya ke titik normal dibutuhkan waktu yang lebih lama karena Covid-19 belum mereda.

WTO memperkirakan pertumbuhan volume perdagangan dunia pada 2020 akan turun sebesar 9,2 persen. Proyeksi ini lebih baik dibandingkan dengan perkiraan pada April lalu yang menyebut volume perdagangan global akan tumbuh minus 12,9 persen.

WTO juga memperkirakan pada 2021 perdagangan global diperkirakan tumbuh 7,2 persen. Proyeksi ini lebih rendah dibandingkan April lalu yang diperkirakan tumbuh sebesar 21,3 persen. Namun, WTO menegaskan, perkiraan ini memiliki tingkat ketidakpastian yang sangat tinggi karena bergantung pada perkembangan pandemi dan upaya penanganan masing-masing negara.

Baca juga: Pemulihan Perdagangan Bergantung pada Penanganan Pandemi

Di sisi lain, sebagian masyarakat dunia kembali optimistis terhadap perdagangan global pasca-terpilihnya Joe Biden sebagai presiden AS ke-46. Kemenangan Biden atas petahana Donald Trump ini membuat dunia yakin, era perang dagang AS-China akan segera berakhir. Melalui visi dan misi di bidang ekonominya, ”Bidenomics”, Biden akan membawa AS kembali membuka diri pada dunia.

Biden akan mengembalikan AS pada Kesepakatan Paris mengenai Perubahan Iklim, kesepakatan nuklir, Kemitraan Trans-Pasifik, dan mendukung Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Biden bahkan dengan janjinya untuk mengembalikan kembali peran AS dalam aliansi dunia itu juga akan membawa angin segar bagi peran dan reformasi WTO.

Apabila perdagangan AS-China membaik dan AS benar-benar menunjukkan wajah barunya memperbaiki relasi dengan aliansi di bidang perdagangan, secara otomatis sektor perdagangan maritim ini akan ikut terangkat. Tentu saja jika hal itu diikuti dengan penanganan krisis kesehatan akibat pandemi Covid-19 secara lebih serius.

Baca juga: Menanti Gebrakan ”Bidenomics”

Iklan
https://cdn-assetd.kompas.id/HoDKAHlZsNuFdWNPv5ZvQeFpAFA=/1024x1828/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2020%2F11%2F20201112-LHR-Biden-mumed_1605194839.jpg

Reformasi dan kekuatan Asia

Industri jasa transportasi laut tetap harus bersiap menghadapi perubahan dunia pasca-Covid-19 dan perang dagang AS-China. Sejak saat ini, adaptasi sistem logistik berbasis digital yang mengedepankan efisiensi tepat waktu sangat diperlukan dan perlu benar-benar digarap.

”Industri perkapalan global akan menjadi yang terdepan dalam upaya menuju pemulihan yang berkelanjutan. Mereka akan menjadi pendorong penting bagi kelancaran fungsi rantai pasokan internasional,” kata Sekretaris Jenderal UNCTAD Mukhisa Kituyi dalam siaran pers yang dikutip Kompas, Sabtu (14/11/2020).

Di tengah pandemi ini, lanjut Kituyi, hambatan-hambatan pengiriman barang perlu diatasi agar tidak semakin menambah beban eksportir dan importir. Pemerintah, otoritas pelabuhan, dan otoritas bea dan cukai, diharapkan mereformasi layanan untuk memperlancar arus perdagangan sekaligus menjamin keselamatan orang.

Ketua Umum Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) Yukki Nugrahawan mengatakan, kegiatan logistik sudah dipastikan akan terkontraksi paling dalam akibat pandemi Covid-19. Hal ini disebabkan aktivitas logistik berkaitan erat dengan hampir semua kegiatan ekonomi.

”Kendati begitu, kegiatan logistik tetap harus jalan  dengan tetap mengikuti protokol kesehatan,” ujarnya.

UNCTAD menyebut, kawasan Asia bepeluang besar untuk meningkatkan ekonomi dari sisi perdagangan maritim. Asia terus mendominasi arena perdagangan maritim global. Pada 2019, kawasan ini menyumbang 41 persen barang yang dimuat dan 62 persen barang yang dibongkar di pelabuhan-pelabuhan dunia. Kawasan ini telah memperkuat posisinya sebagai pusat maritim yang menyatukan lebih dari 50 persen volume perdagangan maritim global.

Asia terus mendominasi arena perdagangan maritim global. Kawasan ini telah memperkuat posisinya sebagai pusat maritim yang menyatukan lebih dari 50 persen volume perdagangan maritim global.

Kinerja indeks konektivitas pengiriman kapal (liner shipping connectivity index/LSCI) untuk lima besar pelabuhan Asia dari triwulan I-2016 hingga triwulan III-2020 meningkat pesat. China, misalnya, dalam periode tersebut, mampu meningkatkan LSCI sebesar 56 persen. Capaian ini sedikit di atas LSCI global yang tumbuh 50 persen dalan kurun waktu yang sama.

Hal ini tidak terlepas dari megaproyek China membangun Jalur Sutra Baru China atau Prakarsa Sabuk dan Jalan. Jalur perpaduan kekuatan geopolitik dan geoekonomi untuk menghubungkan wilayah Eurasia dengan China sebagai pusatnya itu mencakup aspek darat (New Silk Road Economic Belt) dan laut (21st Century Maritime Silk Road).

Baca juga: Jalur China Mengikat Dunia

Dalam laporan yang sama, UNCTAD menyebutkan, pada 2020, enam dari 10 ekonomi terkoneksi terbaik berada di Asia, yaitu China, Hong Kong, Jepang, Malaysia, Korea Selatan, dan Singapura. Sementara tiga berada di Eropa (Spanyol, Belanda, dan Inggris), dan satu di Amerika Utara.

https://cdn-assetd.kompas.id/giODNxupMHRN80vQZoro0n-ezwU=/1024x1251/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2020%2F11%2F202011140-KID-Pelabuhan-Kontainer-mumed_1605373592.png

Di sektor pengembangan transportasi dan perdagangan global, setiap negara bahkan semakin mengkhususkan diri dalam segmen pengiriman yang berbeda. China adalah pengembang dan pembuat kapal curah (56,2 persen), kapal lepas pantai (58 persen) dan kapal kargo umum (34,6 persen) terkemuka di dunia. Korea Selatan tenar dengan kapal pengangkut gas (62,8 persen), kapal tanker minyak (59,4 persen) dan kapal kontainer (41,7 persen).

Jepang kuat dengan industri pembuatan dan jasa kapal tanker kimia (54,1 persen). Adapun Bangladesh tetap menjadi negara dengan pangsa global terbesar untuk kapal tonase daur ulang. Tercatat lebih dari separuh kapal di dunia didaur ulang Bangladesh pada 2019. Bersama dengan India dan Turki, Bangladesh mewakili 90,3 persen dari aktivitas daur ulang kapal pada 2019.

Indonesia memiliki sejarah panjang perdagangan maritim. Di era Presiden Joko Widodo, perdagangan maritim ini diangkat dan dikembangkan melalui program Tol Laut. Sejak 2015, ekonomi kepulauan terus digerakkan terutama untuk mengatasi disparitas harga barang kebutuhan pokok dan kebutuhan lain di luar Jawa. Salah satu program yang diluncurkan adalah Gerai Maritim. Hingga 2019, inisiatif itu telah memiliki 18 trayek yang dilayani 19 armada kapal.

Baca juga: Raffles dan Era Virtual

Bahkan, sejak November 2017, Gerai Maritim ini ditopang kekuatan transportasi udara untuk lebih menjangkau wilayah-wilayah pedalaman. Program jembatan udara pada 2017 memiliki 13 rute, kemudian pada 2018 bertambah menjadi 43 rute, pada 2019 berkurang menjadi 39 rute, dan pada 2020 tinggal 28 rute. Bahkan tahun ini, program Gerai Maritim dan Jembatan Udara akan ditopang dengan angkutan barang perintis darat. Program itu akan dimulai dengan 13 rute lintasan.

Di tengah hiruk-pikuk penanganan pandemi dan pemulihan ekonomi nasional, serta silang pendapat Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, Indonesia perlu menangkap peluang perdagangan maritim. Pembenahan layanan sistem pelabuhan, reformasi mental birokrasi di lembaga atau instansi terkait, dan pematangan integrasi logistik kepulauan di tengah makin tersebarnya kawasan industri atau ekonomi khusus sangat diperlukan.

Editor:
dewiindriastuti
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000