UMP Kalbar 2021 Tidak Naik, Stabilitas Harga Perlu Dijaga
Upah minimum Provinsi Kalimantan Barat pada 2021 tidak naik. Oleh karena itu, pemerintah hendaknya menjaga stabilitas harga kebutuhan pokok.
Oleh
EMANUEL EDI SAPUTRA
·4 menit baca
PONTIANAK, KOMPAS — Upah Minimum Provinsi Kalimantan Barat pada 2021 tidak naik. Oleh karena itu, pemerintah diminta menjaga stabilitas harga kebutuhan pokok agar daya beli masyarakat tidak tergerus.
Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Kalimantan Barat Manto, Jumat (30/10/2020), mengatakan, Dewan Pengupahan Provinsi Kalbar telah menggelar rapat dua kali, yakni pada 19 Oktober dan 22 Oktober 2020. Rapat tersebut menghasilkan kesepakatan besaran Upah Minimum Provinsi (UMP) Kalbar 2021 sama dengan UMP 2020.
Pertimbangan kesepakatan itu mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan. Dalam peraturan itu dinyatakan, penetapan UMP ditentukan dengan peninjauan kebutuhan hidup layak (KHL). Ada 64 parameter KHL yang telah ditetapkan dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja (Permenaker) RI Nomor 18 Tahun 2020 tentang Perubahan KHL.
Adapun peninjauan parameter KHL mengacu pada data yang diterbitkan Badan Pusat Statistik. Berdasarkan hal itu, diperoleh nilai KHL di Kalbar tahun 2021 lebih rendah dibandingkan besaran UMP 2020. Jika hitungan ini digunakan, akan terjadi penurunan besaran UMP Kalbar 2021 lebih kurang Rp 100.000.
Opsi lain adalah menggunakan formula sebagaimana diamanatkan Permenaker RI Nomor 15 Tahun 2018 tentang Upah Minimum. Hitungannya adalah UMP 2020 ditambah dengan angka pertumbuhan ekonomi nasional -3,27 persen dan inflasi nasional 1,42 persen pada kuartal III, diperoleh angka -1,85 persen. Jika hitungan ini diterapkan akan terjadi penurunan UMP Kalbar 2021 sebesar 1,85 persen dari UMP Kalbar 2020.
Selain itu, pada 26 Oktober 2020, Menteri Tenaga Kerja RI telah mengeluarkan Surat Edaran No. M/11/HK.04/X/2020 tentang Penetapan Upah Minimum Tahun 2021 pada Masa Pandemi Covid-19. Dalam surat edaran itu disampaikan, para gubernur di seluruh Indonesia disarankan menetapkan upah minimum 2021 sama dengan upah minimum tahun 2020.
Hal-hal itu dibahas bersama perwakilan Serikat Pekerja/Serikat Buruh dan Asosiasi Pengusaha Indonesia yang menjadi anggota Dewan Pengupahan Provinsi Kalbar. ”Pada akhirnya disepakati secara tripartit, untuk nilai UMP tahun 2021 sebesar Rp 2.399.698,65,” ujar Manto.
Nilai itu sama dengan UMP 2020. Sementara upah minimum sektor provinsi (UMSP) tahun 2021 khusus sektor perkebunan dan pengolahan sawit disepakati lebih tinggi sebesar 1 persen dari UMP 2021, yakni sebesar Rp 2.423.695,63.
Stabilitas harga
Ketua Koordinator Wilayah Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (KSBSI) Provinsi Kalbar Suherman mengatakan, pihaknya berharap dengan adanya penetapan UMP tersebut, jangan ada kenaikan harga kebutuhan pokok. Jangan sampai UMP tidak naik, tetapi tarif listrik naik, bahan bakar minyak naik. ”Dengan tidak adanya kenaikan UMP, pemerintah hendaknya menjaga stabilitas harga,” kata Suherman.
Suherman mengatakan, pihaknya telah berjuang dalam menentukan UMP. Pandemi Covid-19 telah menjadi faktor yang menyebabkan UMP tidak naik. Karena tidak ada kenaikan UMP, pihaknya meminta UMSP dimunculkan meskipun kenaikannya hanya 1 persen dari UMP.
Cuma kami menolak surat edaran menteri tenaga kerja yang seolah menekan provinsi dan pemerintah daerah untuk tidak menaikkan UMP. (Suherman)
Selain itu, pihaknya juga meminta memasukkan klausul masalah hari orang kerja (HOK) minimal 50 persen untuk buruh harian lepas (BHL) di perkebunan. Misalnya, HOK 25 hari, pekerja minimal bekerja 50 persen dari 25 hari mereka bekerja. HOK biasanya di perkebunan di bawah 10 hari kerja untuk BHL.
”Cuma kami menolak surat edaran menteri tenaga kerja yang seolah menekan provinsi dan pemerintah daerah untuk tidak menaikkan UMP,” kata Suherman.
Guru Besar Ilmu Ekonomi Universitas Tanjungpura Pontianak, Eddy Suratman, menilai, tidak adanya kenaikan UMP pada 2021 bisa diterima dan rasional sebab semuanya sedang tertekan di tengah Covid-19.
”Pertumbuhan ekonomi kontraksi, pendapatan perusahaan terkontraksi juga. Beban perusahaan besar sementara pendapatannya menurun. Dengan demikian, kalau dibebankan lagi, peningkatan upah bebannya akan berlipat,” kata Eddy.
Terkait stabilitas harga di tahun 2021, Eddy optimistis. Namun, tahun depan tantangannya adalah distribusi barang dan ketersediaan barang. Sebab jika pandemi berkepanjangan, kondisi itu akan mengganggu orang bekerja memproduksi barang. Akibatnya bisa terjadi kelangkaan barang di pasar sehingga memicu kenaikan harga.
Pergerakan orang juga akan terbatas kalau vaksin belum tersedia tahun depan sehingga pergerakan barang terbatas. Kalau pergerakan barang terbatas, proses pengantaran barang ke konsumen memerlukan tambahan biaya yang dapat memicu kenaikan harga.