Saatnya Gaet Konsumen lewat Jalur Digital
Pengunjung dapat merasakan pengalaman menjelajah lokasi tiga dimensi. Jika tertarik untuk bekerja sama, pengunjung dapat meninggalkan kartu nama atau mengobrol melalui fitur percakapan (”chat”).
Pandemi Covid-19 menggiring manusia untuk go digital. Adopsi teknologi digital berlangsung lebih cepat. Hal itu juga dialami pelaku industri pertemuan, konvensi, dan pameran yang selama ini menggelar kegiatan yang identik dengan kerumunan massa di ruang berukuran raksasa. Dalam upaya adaptasi, kian banyak pameran digelar secara virtual di dunia maya.
Pameran lisensi dan waralaba International Franchise, License and Business Concept Expo & Conference (IFRA) 2020, misalnya, digelar secara virtual untuk pertama kali pada 18-20 September. Tahun-tahun sebelumnya, pameran digelar di Jakarta Convention Center, Jakarta.
Penyelenggara pameran, Dyandra Promosindo bersama Asosiasi Franchise Indonesia (AFI) dan Asosiasi Lisensi Indonesia (Asensi), menyediakan situs khusus tempat interaksi peserta dengan pengunjung. Untuk bisa mendatangi pameran, pengunjung mesti mendaftar dan membayar tiket. Setelah itu, pengunjung hanya perlu masuk (sign-in) dan mulai menjelajahi stan-stan pameran.
Baca juga: Tutur Visual Kompas: Transformasi UMKM
Pengunjung dapat merasakan pengalaman menjelajah lokasi tiga dimensi. Ketika mengklik pintu di lobi gedung, pengunjung dibawa ke satu sudut atas area pameran untuk memilih sub-area yang ingin didatangi, seperti makanan dan minuman (F&B), otomotif, farmasi, dan properti.
Ada juga menu untuk kembali ke lobi, panggung utama, kelas pelatihan, dan belanja. Ketika memilih satu sub-area, pengunjung melihat daftar gerai peserta pameran. Pilih satu dan pengunjung akan diajak melihat gerai. Pengunjung bisa mengenal lebih jauh peserta pameran dengan menyimak video, informasi perusahaan, dan paket investasi waralaba.
Jika tertarik untuk bekerja sama, pengunjung dapat meninggalkan kartu nama. Mereka juga bisa mengobrol lewat fitur percakapan (chat), melakukan panggilan video, menonton siaran langsung demonstrasi, dan mengagendakan temu bisnis.
Pameran virtual menjadi tantangan tersendiri bagi peserta. General Manager Dapur Serundeng Irta mengakui, pameran terasa berbeda karena tak ada interaksi langsung dengan calon klien. Demo langsung produk makanan yang dijual waralaba kuliner berbasis di Jakarta itu juga tidak ada.
Ada pula beberapa kendala sistem. ”Pada hari pertama, sulit log-in. Lalu, kami kesulitan berinteraksi dengan calon klien karena susah memakai fitur chat, Zoom, atau Google Meet. Kami jadi tak tahu mana pengunjung yang potensial, mana yang tidak,” ujarnya.
Di sisi lain, situs pameran mampu mencatat data pengunjung. Basis data itu dapat digunakan untuk menjangkau pengunjung yang potensial guna dijadikan mitra. ”Peserta yang datang mencapai 493 orang, lebih dari target awal yang hanya 300 orang. Pesertanya pun banyak dari luar Jabodetabek. Namun, karena kendala sistem tadi, kami harus menghubungi pengunjung gerai satu per satu,” kata Irta.
Jika masalah sistem bisa diatasi, menurut dia, pameran virtual berpeluang besar menggaet lebih banyak pengunjung.
Baca juga : Tantangan Meramaikan Pameran Virtual
Alternatif pemasaran
Produsen peralatan mesin, PT Hinoka Alsindo Tekni, juga merasakan manfaat pameran virtual. Pada 15-17 September, mereka mengikuti Festival Virtual Bangga Mesin Buatan Indonesia (BMBIfest), pameran virtual industri kecil dan menengah oleh Kementerian Perindustrian bersama Blibli.
”Banyak (produk) yang bisa dipamerkan, yang ikut juga dari mana pun. Kami berinteraksi dengan pengunjung lewat kelas virtual yang tautannya disebar di media sosial. Pengunjung yang masuk cukup banyak. Setiap sesi bisa mencapai ratusan orang,” kata Direktur PT Hinoka Alsindo Tekni Yusliandi.
Kendati tidak mudah membangun kepercayaan dengan calon klien, kanal daring membantu pelaku usaha untuk mengaktifkan kembali pemasaran yang terhalang pandemi. ”Kami sebenarnya punya situs web sendiri, tetapi belum bisa untuk interaksi atau transaksi daring. Kepercayaan perlu dibangun dengan calon klien,” ujarnya.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani menilai, pameran virtual menjadi alternatif yang baik seiring perubahan gaya hidup masyarakat yang serba daring karena pandemi. ”Namun, tak semua perusahaan bisa sukses ketika konversi ke daring. Persiapannya tak bisa sembarangan. Pelaku usaha perlu menyiapkan foto, cara berpromosi, dan keterampilan tersendiri,” ujarnya.
Ajang Trade Expo Indonesia juga akan digelar secara virtual pada tahun ini. Trade Expo Indonesia-Virtual Event (TEI-VE) 2020 menyulap gedung dan interior ICE BSD, Tangerang, tempat penyelenggaraan TEI selama ini agar bisa dinikmati pengunjung dan peserta pameran melalui gawai. TEI ke-35 tahun ini diadakan Kementerian Perdagangan pada 10-16 November melalui laman tradexpoindonesia.com.
Direktur Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional Kementerian Perdagangan (Kemendag) Kasan Muhri mengatakan, meski pandemi Covid-19 melanda, pemerintah tetap menyelenggarakan TEI demi menjaga eksistensi pameran dagang Indonesia di kancah global. Kementerian mencatat, total transaksi yang diperoleh pada TEI 2019 sebesar 10,96 miliar dollar AS, lebih tinggi daripada capaian TEI 2018 yang 8,49 miliar dollar AS.
Dengan TEI-VE 2020, lanjut Kasan, peserta tidak harus mengangkut barang. Metode pameran virtual ini diperkirakan bisa memangkas biaya pameran hingga tinggal sepertiganya.
”Selain itu, kami juga menyediakan avatar untuk berinteraksi dengan pengunjung secara real time. Ini berbeda. Kalau TEI fisik, interaksinya sama SPG (sales promotion girl), sedangkan yang virtual sama avatar,” katanya.
Kami juga menyediakan avatar untuk berinteraksi dengan pengunjung secara real time. Ini berbeda. Kalau TEI fisik, interaksinya sama SPG (sales promotion girl), sedangkan yang virtual sama avatar.
Sementara itu, pemilik usaha kerajinan aksesori berjenama Nio-El, Lydia Waskita, turut beradaptasi dengan fitur-fitur digital. Dia menjadi salah satu peserta dalam Pertamina SMEXPO 2020 pada September lalu. Selama pameran, dia berada di tempat tinggalnya di Surabaya, Jawa Timur.
Melalui foto, Lydia menampilkan produk aksesorinya. Untuk aksesori berbentuk mahkota atau hiasan kepala, dia meminta konsumen untuk mengukur lingkar kepalanya terlebih dahulu.
Meskipun demikian, pameran fisik tetap membuncahkan rindu. ”Konsumen jadi bisa memegang dan mencoba produk-produknya. Belum lagi kerajinan aksesori bisa memunculkan warna yang berbeda ketika terkena cahaya. Hal ini membutuhkan interaksi fisik,” tuturnya.
Baca juga : Karya Kreatif Indonesia 2020 Digelar Virtual
Beradaptasi
Setelah menjadi peserta TEI 2019, Product Designer Divisi Research&Development Wisanka R Aminy mengaku tertarik mengikuti TEI-VE 2020. Wisanka merupakan industri menengah yang memproduksi furnitur berbahan baku lokal.
”Kami ingin berpartisipasi secara rutin pada acara ini untuk menjaga eksistensi. TEI telah memberikan akses pasar yang begitu luas kepada kami,” ujarnya.
Menurut Aminy, pameran virtual berbeda dengan pameran fisik atau konvensional karena tidak memungkinkan pengunjung melihat secara langsung dan memegang produk furnitur. Wisanka menyiasatinya dengan memberikan konten paparan informasi selengkap mungkin sehingga pengunjung memperoleh gambaran fungsi produk melalui kanal digital tanpa menyentuhnya.
”Sebenarnya, biaya untuk menyiapkan pameran fisik jadi berkurang drastis. Namun, kami harus berupaya keras untuk menyiapkan teknis virtual ini sehingga secara nilai hampir tak ada bedanya dengan pameran virtual,” ujarnya.
Sejumlah agen pemegang merek juga mengenalkan dan memamerkan produk barunya secara virtual. PT Mercedes-Benz Distribution Indonesia (MBDI), selaku distributor resmi mobil penumpang Mercedes-Benz di Indonesia, misalnya, resmi meluncurkan dua SUV terbaru, Mercedes-Benz GLB dan All New Mercedes-Benz GLA, secara virtual pada 24 September lalu.
Peluncuran itu dilanjutkan dengan pameran virtual pada 25-27 September 2020. Calon pembeli dapat melihat foto eksterior dan interior setiap mobil dari segala sudut (pandangan 360 derajat), mencermati detail spesifikasi teknis mobil. Mereka juga bisa melihat video ulasan mobil, bahkan berbicara dengan konsultan penjualan dari dealer Mercedes-Benz.
Lembaga riset Inventure dalam laporan ”Consumer Behavior New Normal After Covid-19: The 30 Predictions” menyatakan, gaya hidup untuk tetap berada di rumah menjadi pergeseran besar (megashift) dalam perilaku konsumen.
Baca juga : Nikmati Peluncuran Mercy GLB dan All New GLA dari Rumah di Pameran Virtual
Aktivitas ekonomi yang membutuhkan kehadiran fisik menghadapi tantangan selama pandemi, seperti pariwisata dan perhotelan, pameran dan pertemuan, penerbangan, serta ritel dan perbelanjaan luring.
Maka, pameran virtual bisa menjadi salah satu ikhtiar untuk beradaptasi di tengah perubahan besar itu. Kini, waktunya menggaet konsumen potensial melalui jalur digital. (DAHONO FITRIANTO)
Baca Juga: Peluang UMKM Jajal Ruang Pamer Virtual