Sultan HB X Minta Polisi Proses Hukum Pelaku Perusakan Saat Demonstrasi di Yogyakarta
Gubernur DIY Sultan Hamengku Buwono X meminta kepolisian memproses hukum para pelaku perusakan saat demonstrasi menolak RUU Cipta Kerja. Sultan menyebut, aksi perusakan itu diduga dilakukan oleh kelompok tertentu.
Oleh
HARIS FIRDAUS
·4 menit baca
YOGYAKARTA, KOMPAS — Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Sultan Hamengku Buwono X meminta kepolisian memproses hukum para pelaku perusakan saat demonstrasi menolak Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja di Yogyakarta, Kamis (8/10/2020). Sultan juga menyebut, aksi perusakan tersebut diduga sudah direncanakan sebelumnya oleh kelompok tertentu.
”Saya menyesalkan kejadian anarki itu. Saya ingin mereka (pelaku perusakan) dipidana,” ujar Sultan HB X saat diwawancarai di kompleks kantor Gubernur DIY, Kota Yogyakarta, Jumat (9/10/2020) pagi.
Seperti diberitakan, aksi unjuk rasa menolak RUU Cipta Kerja di Gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DIY di kawasan Malioboro, Kota Yogyakarta, Kamis, berlangsung ricuh. Berdasarkan pantauan Kompas, unjuk rasa itu dimulai sekitar pukul 12.30. Beberapa saat setelah aksi dimulai, kericuhan terjadi. Tiba-tiba, ada lemparan botol air minum mengarah ke halaman Gedung DPRD DIY.
Saya menyesalkan kejadian anarki itu. Saya ingin mereka (pelaku perusakan) dipidana. (Hamengku Buwono)
Setelah itu, massa aksi berhasil memasuki halaman Gedung DPRD DIY. Mereka lalu ditemui oleh pimpinan DPRD DIY. Akan tetapi, suasana mendadak kembali panas. Ada lemparan batu hingga tongkat bambu. Kericuhan berlangsung hingga pukul 17.00.
Pada pukul 17.30, aparat kepolisian mendorong mundur massa. Kondisi di sepanjang kawasan Malioboro berangsur kondusif pukul 18.00. Akibat kericuhan itu, beberapa bagian Gedung DPRD DIY serta sejumlah kendaraan rusak. Selain itu, sebuah kafe di dekat Gedung DPRD DIY juga terbakar.
Sultan meyakini, tindakan perusakan yang terjadi saat demonstrasi pada Kamis kemarin memang sengaja dilakukan oleh kelompok tertentu. ”Itu by design (dengan sengaja) saya yakin. Kenapa saya mengatakan itu? Karena yang dari mahasiswa, pelajar, dan buruh sudah selesai (demonstrasi) di DPRD, tapi ada sekelompok orang yang tidak mau pergi. Kita enggak mengenal mereka siapa,” tuturnya.
Tidak mewakili
Sultan juga menyebut, aksi perusakan tersebut sama sekali tidak mewakili aspirasi kelompok buruh terkait RUU Cipta Kerja. Dia menambahkan, pelaku perusakan tersebut harus diproses secara hukum agar mereka tidak mengulangi perbuatannya. Meski begitu, Sultan menolak menyebut secara jelas kelompok yang melakukan perusakan tersebut.
”Karena ini (perusakan) by design, bukan kepentingan buruh. Saya kira, saya tidak perlu mengatakan, Mas dan Mbak tahu kelompok itu. Mereka maunya main-main, semua dengan kekerasan di provinsi mana pun itu dilakukan,” ungkap Sultan HB X yang juga merupakan Raja Keraton Yogyakarta.
Terkait adanya warga Yogyakarta yang melawan pelaku perusakan, Sultan mengatakan, tindakan warga itu merupakan bentuk perlawanan terhadap orang-orang yang bertindak anarkistis. Oleh karena itu, Sultan memahami tindakan masyarakat yang melakukan perlawanan tersebut.
”Hanya dengan cara seperti itu, kita punya keberanian untuk melawan kepentingan-kepentingan yang anarkistis. Mereka (pelaku perusakan) bukan dari Yogyakarta, bukan penduduk Yogyakarta. Jadi, lawan saja mereka, tapi harus sepengetahuan aparat, tidak boleh bekerja sendiri,” ungkap Sultan.
Merugikan
Secara terpisah, Wakil Ketua DPRD DIY Huda Tri Yudiana juga menyayangkan terjadinya aksi kekerasan dan perusakan saat demonstrasi pada Kamis kemarin. Huda menyebut, tindakan kekerasan dan perusakan itu merugikan warga DIY sekaligus merugikan perjuangan para buruh yang ingin menolak RUU Cipta Kerja.
”Demonstrasi kemarin memang kami sayangkan karena mengandung anarki dan tidak murni penyampaian aspirasi. Itu sangat merugikan warga DIY, juga perjuangan rekan-rekan pekerja yang menyuarakan penolakan UU Cipta Kerja secara murni,” ujar Huda.
Huda menambahkan, aksi kekerasan dan perusakan yang terjadi kemarin kemungkinan sudah lama direncanakan oleh auktor intelektual tertentu. Namun, dia meyakini, aksi semacam itu tidak berdampak signifikan pada kondisi DIY. Hal ini karena aksi-aksi tersebut tidak sesuai dengan karakter masyarakat DIY.
”Kekerasan seperti kemarin meskipun mungkin sudah lama direncanakan oleh auktor intelektualisnya ternyata tidak berefek signifikan dengan warga DIY. Upaya anarki tidak laku di Yogyakarta karena tidak sesuai dengan karakter masyarakat Yogyakarta,” ungkap Huda.
Huda memaparkan, setelah demonstrasi berakhir pada Kamis malam kemarin, berbagai elemen masyarakat DIY bergotong royong melakukan pembersihan di kawasan Malioboro, termasuk di komplek Gedung DPRD DIY. Oleh karena itu, pada Jumat pagi ini, aktivitas di Gedung DPRD DIY telah normal kembali.
Huda pun mengucapkan terima kasih kepada berbagai elemen masyarakat DIY yang telah membantu membersihkan Gedung DPRD DIY dan kawasan Malioboro. ”Kami jadi sangat optimistis, ternyata upaya mengacaukan Yogyakarta sangat mudah dipatahkan oleh semangat gotong royong warga. Anarki tidak akan menang melawan gotong royong warga DIY,” katanya.
Huda juga menyebut, pada Jumat ini, kawasan Malioboro telah aman dan kondusif. Selain itu, suasana Yogyakarta secara umum juga kondusif. ”Kami yakin insya Allah Yogyakarta tetap aman kondusif. Aksi kemarin tidak akan menimbulkan efek negatif kecuali bagi pelaku anarki sendiri,” tutur politisi Partai Keadilan Sejahtera itu.