Usaha sosial-kreatif tumbuh mengembangkan ekonomi nasional dan menopang SDGs. Di tengah pandemi Covid-19, ekonomi kreatif digerakkan melalui pameran virtual dan e-dagang.
Oleh
BM Lukita Grahadyarini/AGNES THEODORA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Usaha sosial-kreatif terus berkembang di Tanah Air. Di tengah pandemi Covid-19, usaha ini terimpit, tetapi potensi pengembangan kewirausahaan sosial-kreatif yang memadukan ekonomi kreatif dan misi sosial masih terbuka lebar.
Dalam peluncuran penelitian ”Lanskap Usaha Sosial-Kreatif di Indonesia”, Rabu (16/9/2020), yang diselenggarakan British Council disebutkan, beberapa tahun terakhir ini semakin banyak organisasi yang menggabungkan keterampilan kreatif dengan misi sosial. Usaha sosial didefinisikan sebagai usaha yang didorong misi sosial atau lingkungan dan menginvestasikan kembali sebagian besar keuntungannya untuk misi tersebut.
Penelitian yang diinisiasi British Council, Asian Venture Philanthropy Network (AVPN), dan Komisi Ekonomi dan Sosial Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Asia dan Pasifik (UN ESCAP) itu melibatkan 1.300 pelaku usaha di Indonesia, dan kuesioner secara daring kepada 52 perusahaan investasi. Penelitian itu juga ditopang wawancara mendalam dengan 23 organisasi di kawasan Asia Pasifik yang mendukung perkembangan wirausaha sosial-kreatif.
Dari hasil penelitian itu, 22 persen usaha sosial di Indonesia merupakan jenis usaha kreatif, seperti busana, fotografi, dan wisata. Sebanyak 71 persen usaha sosial-kreatif menghasilkan laba. Selain itu, usaha tersebut menciptakan pekerjaan yang lebih inklusif bagi perempuan, anak muda, dan penyandang disabilitas.
”Usaha sosial-kreatif dinilai merupakan solusi baru yang berkontribusi pada Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs), menciptakan pekerjaan yang layak, dan pertumbuhan ekonomi,” kata Senior Programme Manager British Council Indonesia Ari Sutanti.
Usaha sosial-kreatif dinilai merupakan solusi baru yang berkontribusi pada Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs), menciptakan pekerjaan yang layak, dan pertumbuhan ekonomi.
Menurut Ari, tantangannya adalah usaha sosial-kreatif masih kurang memiliki akses dukungan bisnis. Ini umumnya terjadi pada usaha skala mikro, kecil dan menengah. Hanya sepertiga dari usaha sosial-kreatif it,u yang sudah memperoleh akses pelatihan. Namun, hanya 15 persen yang sudah mengakses program inkubasi.
Selain itu, masih terdapat kesulitan akses permodalan, termasuk terbatasanya akses ke investor dan kesulitan dalam memenuhi persyaratan agunan dan menyediakan penjamin. ”Masih ada ketidaksesuaian ekspektasi yang signifikan antara calon investor dan usaha sosial-kreatif,” ujarnya.
Council Member International Advisory Council Creative Industry Policy and Evidence Centre (PEC) Dwinita Larasati mengemukakan, sektor ekonomi kreatif di banyak negara banyak didiominasi usaha informal. Tantangan akses pendanaan dan pembiayaan sangat terkait dengan regulasi. Di beberapa daerah sudah ada usulan alokasi anggaran untuk pengembangan ekonomi kreatif.
Pengakuan ekonomi kreatif memerlukan dukungan regulasi untuk mendorong penguatan usaha tersebut. ”Ekonomi kreatif sudah terlalu lama bergerak tanpa regulasi, ibarat bekerja sendiri. Jika sudah ada regulasi, kita akan bisa memadukan dan mengakselerasi ekonomi kreatif,” katanya.
Dwinita menambahkan, pelaksanaan pengembangan ekonomi kreatif ini harus disesuaikan dengan kondisi daerah karena kondisi setiap daerah berbeda-beda. Pada 2021, PBB telah menetapkan ekonomi kreatif untuk mencapai SDGs. Ini bisa menjadi momentum bagi Indonesia untuk mengembangkan ekonomi kreatif agar lebih bisa menggerakkan masyarakat.
Staf Ahli Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional Bidang Sosial dan Penanggulangan Kemiskinan Vivi Yulaswati mengemukakan, dalam kurun lima tahun terakhir makin banyak usaha sosial, tetapi belum banyak yang memahami penggabungan usaha sosial dan usaha kreatif. ”Usaha sosial dan kreatif sangat membantu penciptaan lapangan kerja,” katanya.
Dalam kurun lima tahun terakhir makin banyak usaha sosial, tetapi belum banyak yang memahami penggabungan usaha sosial dan usaha kreatif. Usaha sosial dan kreatif sangat membantu penciptaan lapangan kerja.
Dalam peluncuran program aktivasi Bangga Buatan Indonesia ”Pernak-pernik Unik” di Jakarta, Rabu, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengemukakan, Indonesia berada di urutan ketiga dunia dengan kontribusi ekonomi kreatif terbesar terhadap struktur pertumbuhan ekonomi.
Sektor ekonomi kreatif berkontribusi 7,28 persen terhadap produk domestik bruto (PDB) nasional. Sektor ini utamanya digerakkan oleh pelaku UMKM yang berjumlah lebih dari 61 juta unit.
Sejak gerakan Bangga Buatan Indonesia diluncurkan 14 Mei 2020 lalu, sudah ada 1,9 juta UMKM kreatif yang terdigitalisasi dari target awal 2 juta UMKM. Luhut meyakini, jumlah itu bisa bertambah hingga 3 juta UMKM pada akhir 2020. ”Kita bisa mencapai 150 persen dari target awal. Kuncinya pada kolaborasi dan sinergi untuk menghasilkan produk unik bernilai tambah berbasis teknologi dan riset,” kata Luhut.
Pameran virtual
Pemerintah juga mengembangkan gerakan Bangga Buatan Indonesia dengan meluncurkan portal pameran virtual produk UMKM di sektor ekonomi kreatif. Lewat portal ini, pengunjung bisa menjelajah gerai-gerai UMKM secara virtual seolah sedang hadir dan berbelanja secara langsung.
Lewat portal virtual Bangga Buatan Indonesia, beragam produk kreatif dijajakan, antara lain aksesori unik pria dan wanita, mainan anak, dekorasi interior dan eksterior, serta suvenir, dan buah tangan unik karya UMKM Indonesia.
Untuk memudahkan proses transaksi, tautan pada portal itu langsung terhubung dengan toko virtual di platform e-dagang dan media sosial tempat UMKM menjual produknya.
Selain melalui gawai, portal ini juga bisa diakses melalui ”Gerobak Dagang Digital” yang tersebar di beberapa tempat umum, seperti bandara, pusat perbelanjaan, atau hotel. Dengan tampilan seperti gerobak pedagang kaki lima pada umumnya, masyarakat bisa mengakses portal Bangga Buatan Indonesia dan berbelanja.
Menteri Perdagangan Agus Suparmanto mengatakan, potensi tingkat konsumsi dalam negeri dan luar negeri begitu besar terhadap produk ekonomi kreatif. Di dalam negeri, gerakan kampanye bangga membeli produk dalam negeri diharapkan bisa menggerakkan ekonomi rakyat dan menyelamatkan Indonesia dari resesi panjang.
Untuk pemasaran luar negeri, Kemendag akan membantu dengan mengerahkan atase perdagangan perwakilan Indonesian Trade Promotion Center (ITPC) di luar negeri. ”Semua kembali lagi ke peran masyarakat, khususnya generasi muda, untuk mendorong belanja produk buatan kita sendiri sebagai wujud kecintaan dan kepedulian,” katanya.